9. Alunan Galih

1.7K 160 5
                                    

9

Alunan Galih

"Kepadamu... aku merasakan cinta

Kepadamu pula... aku memendam luka."

  —A&A—    



Pembahasan mengenai skrip drama musikal yang akan dipersembahkan kelompok Dara sudah selesai. Meskipun masih ada beberapa hal yang mengganjal, gadis itu memilih untuk tidak ambil pusing. Yang penting dia sudah berkontribusi menyumbangkan ide dan rela menjadi pemeran utama—dengan berat hati.

Dia memang jatuh hati pada akting, tapi kalau lawan mainnya adalah Galih, Dara jadi bimbang. Membayangkan hari-harinya dipenuhi latihan bersama pemuda itu mendadak membuat kepalanya meledak-ledak. Lihat saja, mereka bahkan baru menghabiskan waktu sekitar 15 menit kurang dan lelaki itu sudah membuatnya kesal berkali-kali. Biasanya sih Dara mengandalkan muka badaknya, tapi entah kenapa hari ini dia mudah sekali terpancing emosi.

"Kapan mulai latihan?" tanya Galih.

"Skrip aja belom, sok mau latihan," ketus Dara membuat pemuda itu menatapnya tajam.

Cessa sebagai penulis skrip pun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali, lalu mencoba menengahi. "Gue usahain besok jadi deh," katanya.

"Oke. Besok latihan," putus Galih sepihak.

Sebenarnya Cessa cukup tersentak mendengarnya. Dia kan hanya mau mengusahakan, bukan menyepakati. Sayangnya gadis itu takut membantah dan memilih diam saja. Urusan besok skrip itu jadi atau tidak belakangan, yang terpenting sekarang dia bebas dari amukan Galih.

"Beneran bisa besok, Ces? Kalau nggak bisa jangan diiyain," ceplos Dara seolah mengetahui apa yang sedang berkecamuk di dalam pikiran teman sebangkunya.

"Hm, doain aja," cicit gadis itu.

"Bener kata Dara. Kalau emang nggak bisa besok, nggak apa-apa," timpal Hafiz sengaja mencari muka.

Namun berikutnya Galih menatap mereka semua dengan sengit. "Kenapa jadi lo berdua yang repot? Dia yang nawarin sendiri kok," tandasnya.

"Ya tapi kan bukan berarti—"

"Apa?"

Dara mendengus saat ucapannya dipotong begitu saja.

"Iya, besok jadi. Udah kalian jangan berantem," lerai Cessa.

"Siapa juga yang berantem," gumam Galih.

"Latihan dimana?" tanya Hafiz.

"Rumah lo aja gimana, Dar?" celetuk Cessa dengan cengirannya. Hitung-hitung bisa bertemu Dama, apalagi kalau dapat bonus menyaksikan pemuda itu shirtless seperti yang diceritakan Dara.

Dara yang dapat menangkap maksud terselubung temannya sontak menggeleng keras. "Nggak akan tenang. Di rumah gue banyak orang iseng," katanya jujur. Siapa lagi kalau bukan kakak-kakak alay? Akhir-akhir ini mereka sering menjadikan rumahnya sebagai basecamp.

"Rumah lo aja gimana, Lih?" tanya Hafiz.

Galih menghela nafas berat, "Oke."

Jadi, besok mereka akan ke rumah pemuda itu.

***

Jam kosong memang menyenangkan, tapi jam kosong dengan tugas seabrek jelas bukan berita bagus. Itulah yang dirasakan kelas Andra saat ini. Pemuda itu mulai menekuni pekerjaannya dengan serius setelah membagi tugas dengan Kara, sementara Dama menunggu—tepatnya menunggu untuk menyalin.

Andra & Andara [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang