Five

34 1 2
                                    

Lelaki itu membaringkan tubuhnya di atas kasur demgan dada telanjang. Semenjak ia meninggalkan taman,perasaannya masih berkecamuk antara marah dan tidak terima. Ia hanya mengatakan yang sebenarnya,dan kenapa Alan marah?. Ia tahu Alan tidak mau menerima semuanya tapi justru ia benci dengan pemikirannya. Ia tidak mau terus menerus menghibur dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik baik saja. Ia tahu takdir hanya ada ditangan tuhan. Dan semuanya tetap akan terjadi.

Lelaki itu terduduk dan mengacak acak rambutnya yang berantakan. Ia benar benar ingin pergi ke Indonesia secepatnya supaya ia bisa tenang dan menjalani kesehariannya dengan bebas.

Setidaknya untuk yang terakhir kali?

Kata suara dihatinya yang membuat lelaki itu tersenyum getir. Ia pun berdiri dan menghampiri sebuah kaca seukuran tubuhnya dan memandangi dirinya. Sebagai lelaki yang kurang sempurna,ia masih menjadi seseorang yang tampan. Ia tersenyum jahil dan membenarkan rambutnya ke samping. Lalu matanya berpindah ke tubuhnya yang atletis. Bahkan ketampanan tidak cukup untuk membuatnya mengurangi aura ketidaksempurnaan. Ia memejamkan matanya dan menghembuskan nafas lelah.

Semua manusia nggak ada yang sempurna van!

Batinnya yang membuat lelaki itu terkikik geli. Ia pun kembali ke tempat duduknya dan meminum jus nya. Tak lama suara dering ponsel membuatnya menoleh dan mengambil ponselnya di atas nakas. Tertera nama Argam di sana. Ia pun mendecakkan lidah dan mengangkatnya.

"Hallo?"

"Halo devan! Gawat nih.."terdengar suara panik di seberang. Lelaki itu langsung melonjak berdiri mendengar itu. Alisnya bertaut bingung.

"Kenapa? Lo nggak lagi bercanda kan?"

"Buat apaan coba. Aduh! Alan van!"

Seketika perutnya melilit menyakitkan ketika mendengar nama itu disebut dengan nada suara yang bergetar. Perasaannya yang sebelumnya berkecamuk sekarang diliputi rasa tidak enak. Ia seakan mau muntah untuk mengatakannya. Tak lama terdengar suara desahan dari seberang. Lelaki itu pun tersadar dari lamunanya dan bicara dengan suara di normalkan.

"Alan kenapa?"

"Ke-kecelakaan!"

Dalam sekejap lelaki itu merasa seluruh organ ditubuhnya berhenti berfungsi. Ia memijat pelipisnya gusar dan berjalan mondar mandir.

"Bercandaan lo nggak lucu gam!"desisnya geram.

"Woy..siapa yang bercanda sih..ni beneran! Sekarang kamu kerumah sakit! Aku bakal jelasin semuanya!"

Tuut..Tuut...
Sambungan terputus membuat lelaki itu semakin kesal dan dia membanting ponselnya di kasur. Ia terduduk dipinggiran kasur dengan wajah memucat. Jantungnya berdetak tidak karuan dan matanya terasa panas.

Tidak.

Katanya dalam hati. Ia pun mengarahkan matanya ke atas dengan gerakan cepat dan bergegas ke lemari pakaian. Ia mengambil kaus hitam polos dan jaket kulitnya. Tanpa basa basi ia menyambar kunci mobilnya juga obatnya lalu keluar kamar dengan bantingan pintu diikuti umpatan keras.

♥♥♥


Saat ini gadis itu sedang duduk di ruang tamu. Pandangannya kosong dan sejak tadi ia gelisah. Jarinya saling ditautkan dengan gerakan cepat. Matanya memanas tapi ia berusaha menahannya. Entah kenapa perasaan bersalah menyelimuti dirinya. Sahabatnya sendiri,bahkan ia sudah menganggapnya sebagai kakaknya sendiri ternyata mencintainya. Dan ia berpikir bahwa ciuman itu seakan menjawabnya. Gadis itu menggeleng pelan dan akhirnya iapun terisak. Sekarang Alan tidak mau menemuinya lagi. Ia tidak mau kehilangan Alan. Padahal lelaki itu sendiri yang bilang jika ia tidak akan pernah meninggalkannya tapi ini apa?. Gadis itu semakin terisak dan menutup wajahnya dengan tangannya. Apa ini benar benar salahnya karena tidak membalas cintanya. Tapi ia masih polos untuk mengetahui apa itu cinta dan bagaimana bisa sahabatnya mencintainya.

VioLettaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang