" Uuummm.... " umpatku yang tak terdengar. Ku buka mataku dan ku ratapi diriku berada tepat di depan sebuah mansion mewah, tanpa busana. Ku ulangi, tanpa busana. Hanya jam tangan yang masih menempel pada tangan ini.
Ku coba mencari pakaianku dengan tangan yang sangat hina ini. Ku dapati pula uang yang bertebaran disekitar tubuhku.
Ku kenakan pakaianku yang berbau tak sedap itu dan berjalan meninggalkan mansion megah di tengah hutan yang terasing. Mansion indah bergaya victorian kuno.
" Ah..., lelahnya. Badanku bau sangat amis. Aku harus segera pulang " ucapku dalam hati yang sedang mencoba menghentikan taksi pada trotoar yang sangat kotor.
" Greg... " pintu taksi terbuka dan ku lihat sopir taksi yang sedikit tak menyukai penampilanku.
" Jalan Morinyo Distrik 6 Hotel Ciarent ! " pintaku pada sopir taksi dengan agak tidak sopan.
" Baik tuan " jawab sang sopir kemudian bergegas melesat melewati jalan-jalan yang kumuh.
Pukul 23.36, sampailah diriku pada tempat dimana aku tinggal. Ku lihat hotel tempatku tinggal masih sangat ramai. Dengan sedikit tergesa-gesa, aku melewati kerumunan orang-orang itu menuju lobi, kemudian berjalan santai menuju lift. Ku tekan tombol lift menuju lantai 3.
" Kurang ajar, uangku tertinggal sebagian ! "umpatku dalam hati sambil menghitung uang hina ini.
" Ting... " suara lift menandakan aku telah sampai di lantai tiga. Pintu terbuka dan aku tatapi, banyak transaksi haram di setiap lorong lantai tersebut.
" Ini waktunya, aku harus bergegas ", batinku dengan kesal karena pulang terlalu cepat.
" Bagaimana, Tuan ? Malam ini akan ku buat engkau lelah , maukah ? ", tawar seorang jalang yang mengenakan baju sobek-sobek mendatangiku, membelai tanganku, dan hampir menjilatku. Tapi, aku mengelak.
" Sebenarnya aku ingin, tapi aku ada urusan. Maafkan aku ." jawabku dengan sopan kemudian berjalan menuju kamar bernomor 157.
" Kriekk.." pintu kamarku terbuka kemudian langsung ku tutup dan ku kunci rapat.
" Huff, aku ingin satu malam ini tenang." kataku pada kaca sambil mencukur kumis yang berantakan ini.
" Lelah sekali. Sebaiknya aku mandi saja." kataku saat mencopot kaos kaki kemudian berjalan menuju kamar mandi.
.
.
.
.
.
.
.
.∆∆∆∆
Pagi ini, banyak berserakan alat kontrasepsi di lorong lobiku. Pemandangan yang sangat biasa ketika keluar dari ruanganku ini. Meskipun begitu, tak ada yang merasa bersalah telah melakukan perbuatan itu.
Mau bagaimana lagi, polisipun tak berani untuk pergi ke distrikku. Tak ada yang akan berani. Ya, semua akan di bunuh ketika melewati pintu masuk distrikku. Bahkan, seorang intel yang sangat ahlipun, hanya bertahan 5 hari, itupun telah ditangkap hari pertama ketika memasuki distrik mematikan ini. Mungkin saja karena penjagaan ketat ini dilakukan oleh para buronan kelas atas di negaraku ini. Para penjaga khusus yang berada di distrik 6. Distrik terpojok dari negara Alanv. Aku beruntung ketika 4 tahun lalu aku dapat masuk. Bahkan orang biasapun tidak akan bisa, tapi aku bisa. Itu, karena aku juga adalah buronan. Tapi, buronan apa?
Aku berjalan turun melewati tangga. Aku memang sengaja tak menggunakan lift. Aku ingin berolahraga sebentar sambil menghitung beberapa uangku.
Lobi kulewati dan aku keluar dari hotel kotor itu. Untung saja, ada petugas kebersihan. Jika tidak, mungkin saja.... Ah, sudahlah.
Ku berjalan menghampiri salah satu toko yang berada di dekat hotelku.
Ku memilih beberapa buah dari toko itu dan mengambilnya. Kutatap pemilik toko itu kemudian bertanya." Berapa nyonya ?", dengan memegang apel merah dan jeruk florida.
" Satu dolar, cukup.", jawab pemilik toko itu dengan kasar.
" Ini, terima kasih .", jawabku kemudian meninggalkannya dan berjalan perlahan.
" Hmmm. Apakah kau akan ke mansion itu lagi ?", tanya sang pemilik toko dengan agak pelan, membuat langkahku terhenti sesaat.
" Ya, tapi aku tak akan gagal malam ini ", jawabku dengan tenang dan meninggalkannya.
Aku menunggu taksi sambil menyiapkan berbagai cara dan beragam hal yang akan aku lakukan ketika aku akan mansion itu. Aku menunggu tidak jauh hanya berjarak 1 km dari hotelku.
" Taksi ! " teriakku meski aku tau suaraku tidak akan terdengar. Aku masuk dan menyiapkan uangku.
" Jalan Mozarela, cepat bangsat!" pintaku dengan kasar. Harus aku lakukan itu, karena aku kenal sopir ini. Ia adalah tetanggaku. Ia tak akan mau berjalan bila aku tak berkata kasar, tapi itu hanyalah gurauan kami ketika kami bertemu saja.
" Hahaha, hari ini kau tak lupa rupanya !" tawanya, kemudian bergegas mengemudikan taksi baru miliknya ini.
.
.
.
.
.
.
.∆∆∆∆
" Empat dolar " kata sang sopir.
" Ini, pergilah " pintaku sambil memberikan uangnya.
Aku sampai, dan pintu mansion megah itu telah terbuka. Mansion megah yang tak pernah tutup walau satu jam pun. Mansion itu adalah kasino.
" Oh, kau sudah datang Franklin !", seru seorang pria berbadan kekar dari kejauhan dan berjalan menghampiriku.
" Sudah siap menjadi jalangku hari ini sayangku ?" kataku pula ketika aku berada di sampingnya dan membelai tubuh kekarnya itu.
" Aku tak akan kalah hari ini " , bisiknya padaku dan aku tersenyum tipis padanya. Ya, aku adalah pemiliknya. Aku laki-laki hina.
Apa ini kegiatanku ?
Nb:
Hai, ini cerita pertamaku. Maaf ya, gak bagus. Baru belajar sih. Tapi, jangan mikir yang aneh-aneh. Salam dari ku.
![](https://img.wattpad.com/cover/111214386-288-k452405.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'am Not a Bitch Lover
ActionSiapakah aku? Bukanlah siapa-siapa. Aku hanyalah orang yang tinggal di tempat tertinggal di negaraku. Bahkan, nama distrikku tak tertera pada peta. Tragis bukan. Aku adalah Hillary. Apakah penting? Tidak. Hidup diantara para mafia kelas atas sangat...