Author POV
Gadis itu tengah terduduk di kursinya. Pandangannya terkunci pada buku di depannya. Suasana hening seolah menjadi pelengkap untuk melahap bacaan di depannya ini.
Keadaan benar-benar masih sangat sepi. Bagaimana tidak? Jam dinding yang tertempel di tembok saja masih menunjukkan pukul setengah enam. Matahari nampaknya masih enggan menampakkan sinarnya.
Sepi. Satu kata yang cukup tepat untuk mendeskripsikan semuanya. Bahkan dia dapat mendengar tarikan napas dan detak jantungnya sendiri. Bukan hanya keadaan saja yang bisa sepi, hatinya pun juga berkata demikian.
Udara pagi yang masih dingin menerpa kulitnya. Seolah itu menjadi kesenangan sendiri baginya. Memang telah menjadi rutinitas sendiri baginya. Buku seolah menjadi temannya dalam menghadapi kesendiriannya. Memangnya apa yang harus ia harapkan pada dunia yang konyol ini.
Entahlah, memang faktanya seperti itu. Keheningan dan kesepian seolah sudah melekat dengan hidupnya.
Ayra POV
Tak terasa, waktu sudah berjalan lebih cepat dari yang aku pikirkan. Entah berapa lembar yang sudah ia baca pagi ini. Keadaan masih sama. Hanya ada aku di kelas ini. Entah berapa lama lagi suasana ini akan tergantikan.
Takkk....
Refleks, aku melihat ke arah suara itu. Aku tidak melihat apapun. Suara apa itu? Aneh. Kurasakan tanganku yang mulai merinding. Katakanlah aku parno atau lebay, tapi hawa disini memang seperti itu. Apa mungkin ada setan, jin, iblis, dan teman-temannya? Entahlah aku tidak tahu makhuk Apa yang tiba-tiba terbesit dalam pikiranku ini.
Tidak mungkin kan, makhluk seperti itu muncul di pagi hari seperti ini. Ah aku juga tidak tahu. Mungkin itu hanya benda yang jatuh karena terkena angin.
Kuabaikan suara tadi. Buat apa buang- buang waktu buat mikirin hal fiktif seperti itu. Kulanjutkan untuk membaca buku ini selagi situasi dan kondisi sekitar masih sangat mendukung.
Satu persatu teman sekelasku mulai berdatangan. Suara bising mulai memenuhi indera pendengaranku. Entah apa yang mereka bicarakan. Yang pasti itu sangat mengganggu. Emangnya mereka pikir yang punya telinga itu cuma mereka aja ?
Langsung kuambil headsetku dan segera kusambungkan ke ponselku. Lebih baik mendengar lagu klasik ketimbang suara gaduh mereka itu.
Keadaan membaik, aku sudah tidak mendengar suara gaduh mereka lagi. Setidaknya untuk saat ini aku bisa tenang membaca buku ini.
"Ra.., Ayra!"
Huft..., aku mulai menghela napas.
Iyakan? Baru saja aku merasa tenang, ada saja yang menganggu. Memanggil namaku dengan begitu kerasnya. Entah berapa volume yang ia gunakan untuk memanggilku.
Sadar aku yang sedari tadi tidak meresponnya, dia semakin gencar mengangguku dan parahnya hingga menarik headsetku. Kesabaranku sudah habis olehnya.
"Hmm, apasih La?" tanyaku dengan nada yang mulai kesal.
"Biasa aja kali natapnya, Ra. Habis daritadi dipanggil nggak nyaut-nyaut sih lo. PR Kimia dong, Ra," Ujarnya dengan menampilkan puppy eyes –nya. Bukannya luluh, aku malah geli melihat tingkahnya itu.
Kusodorkan buku kimiaku kepadanya.
"Wahh, makasih Ayra. Jadi tambah sayang nih. Hahahaha.." Girang banget si Lala Land. Kayaknya penyakit gesreknya mulai kumat nih. Aku pun bergidik ngeri menatapnya.
Biasalah anak jaman sekarang, yang pinter banget copy paste.
Tapi, seenggaknya Lala ini nggak copy paste semua. Hanya di mata pelajaran Kimia Lala seperti itu.
Udah nggak habis pikir lagi sama si LaLa Land ini, tiap ada pelajaran Kimia udah kayak ketemu mantan aja. Iya, mantan..., bawaannya pengen nampol aja.
Tiap kali nanya pasti jawabannya Cuma gini "Gue sebel banget sama Kimia, Ra. Reaksi, ikatan, ion, gitu apalah gue nggak paham sama sekali. Belibet banget."
Kuputuskan untuk menyudahi bacaanku. Lagipula, mood membacaku benar-benar menurun drastic. Kuedarkan pandanganku ke seluruh kelas. Banyak dari mereka yang menulis atau membaca buku.
Rajin banget, pikirku.
Kufokuskan pandanganku, ah aku sudah tertipu rupanya. Ternyata mereka sedang menyalin PR Kimia. Hasemeleh emang!
"Lala Land, buku gue dimana?"
"Ayra, kayak lo nggak tahu aja gimana kelakuan kelas lo. Ya pasti udah nyebar lah." Lala malah nyengir lebar dan mengacungkan dua jarinya membentuk huruf V.
Aku hanya manggut-manggut. Ikhlasin aja lah, nyenengin orang juga dapet pahala kok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Abu-Abu
Teen FictionManusia hanya bisa berusaha dan berdoa, selebihnya Tuhan yang menentukan. Entah sudah berapa kali aku mengharapkanmu untuk kembali. Berbagai cara telah kulakukan untuk membawamu kembali. Hari demi hari, penantian ini tak kunjung berakhir. Semuanya...