prolog

223 46 77
                                    

Cherry tidak bisa menghentikan tangisannya yang semakin pecah. Ia bahkan harus menyerukkan mukanya di bawah bantal agar suara tangisnya teredam dan tak bertambah keras. Ia melihat lagi. Ia merasakan lagi bagaimana sakitnya. Selama tujuh belas tahun hidupnya, kini ia mengerti. Inilah puncaknya. Cherry tidak dapat menanggung beban ini seorang diri, lagi. Tidak bisa ketika ia harus mengetahui fakta bahwa Papa meninggalkannya.

Dan ibunya membawa pria lain ke rumah, lagi.

Tak habis pikir. Jika Cherry menghitung, ini adalah kali ke lima Mama membawa pria yang berbeda-beda ke rumah. Melenggang dengan santainya masuk ke kamar. Beberapa menit yang lalu Cherry bak makhluk astral tak kasat mata bagi Mamanya. Wanita itu tak menghiraukan anak gadisnya barang sedetikpun. Dan Cherry berakhir di kamar ini dengan ketidakberdayaan yang ia miliki.

Lalu masih pantaskah ia menyebut surga ada di bawah telapak kaki Ibu?

"Gak akan! Sifat dia bahkan sama sekali gak nunjukin kalo dia seorang Ibu!"

Cherry bahkan lupa kapan terakhir kali ia merasakan kasih sayang seorang Ibu. Sedari kecil yang ia ingat dirinya selalu dekat dengan Papa. Jika ada yang bilang bahwa anak perempuan memang lebih dekat dengan Papanya, itu adalah benar. Dan sekarang Papa yang selama ini ia kasihi memilih meninggalkannya. Pergi dengan membawa sejuta sifat ambisius yang dimiliki pria-pria lain di muka bumi ini akan keserakahan mengumpulkan pundi-pundi uang. Ya, Papanya memilih keluar negeri mengurusi bisnis yang dijalankannya ketimbang harus tinggal bersama anak gadis satu-satunya yang ia miliki.

Kini Cherry tidak memiliki siapa-siapa lagi?

Salah.

Ia masih memiliki seseorang yang cukup berarti di hidupnya. Ben. Cowok ini selalu ada ketika Cherry muak dengan hidup yang ia jalani. Seperti sekarang, ketika Mamanya membawa pria lain ke rumah. Gadis itu pasti akan langsung menghampiri rumah Ben--samping rumahnya persis--untuk curhat habis-habisan. Dan Ben selalu mendengarkan Cherry sambil menghapus air mata gadis itu.

Cherry bangun dari tidurnya sambil mengusap sisa-sisa air mata. Ben pastilah kepo dengan mata sembabnya sekarang. Tapi toh tak masalah. Ini weekend dan ia punya seharian penuh waktu bersama Ben untuk bercerita. Cherry bergegas berniat langsung ke rumah Ben sekarang.

Ting!

Sebuah pesan masuk dari handphone-nya menginterupsi. Cherry tersenyum kala mengetahui bahwa pesan itu dari Ben. Namun, seketika senyumnya luntur.

Benjamin Ahening Diwangka: Gua diterima. Orens mau jadi pacar gue...

Dan lengkaplah sudah kejatuhan Cherry hari ini.

***

Benjamin's TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang