Gadget Mania

5 2 0
                                    

Tema : Cinta Gadget
ID Wattpad : sujusan

Ini zaman modern, loe kudet banget kalau nggak punya gadget canggih dan pintar. Gue? Nggak usah ditanya, ke mana-mana gue selalu bawa gadget. Gadget itu ibarat nyawa gue, dan gue tak berarti apa-apa tanpanya.
"Andin .... " Itu pasti Mami yang teriak.
"Bentar." Gue segera turun ke bawah dengan gadget yang masih gue tenteng.
"Ada apa, Mam?" tanya gue saat udah di dapur sama Mami.
"Bantuin Mami masukin semua bahan makanan ini ke kulkas dong," ucap Mami yang masih sibuk mencuci piring yang menumpuk di westafel.
"Hmm, oke." Gue turutin maunya Mami, karena kalau enggak Mami pasti bakalan ngomel tanpa henti.
Gue masukin satu-per-satu sayuran yang ada di meja ke dalam kulkas.
"Ya ampun, Ndin. Masukin sayuran segitu aja kok lama banget sih," gerutu Mami yang tengaj melap tangannya yang basah setelah selesai mencuci piring.
"Buru-buru juga mau ke mana Mam." Gue masih dengan santainya masukin sayuran satu per satu.
"Kita kan udah janji ke rumah Nenek sekarang Ndin. Kamu mau kalau Nenek ngomel karena kita telat datang," ucap Mami yang bergegas ke luar dapur diiringi kepanikanku yang tiba-tiba memuncak.
Sesegera mungkin gue beresin tuh sayutan, kemudian langsung ambil kunci mobil. Mami udah nunggu di luar.
"Ayo, Mam!" seru gue.
Karena gue sadar ini sudah sangat mepet gue putuskan buat ngebut. Kenapa? Karena kalau Nenek udah ngomel kuping bisa panas selama tujuh hari tujuh malam saking nyaringnya suara Nenek.
"Ting tong." Ada chat masuk.
Gue buru-buru ambil gadget gue di dashboard. Chat dari Andro, cowok yang selama ini gue incer. Gue enggak boleh nyia-nyiain kesempatan ini, secepat kilat gue balas chatnya, dan secepat kilat juga Andro membalas chat gue. Ini kode!
"Ndin, main HP-nya nanti aja, bahaya kalau sambil nyetir." Ini Mami udah mulai menggerutu karena kita belum sampai di rumah Nenek.
"Tenang Mi, aman kok." Tak sedikit pun gue mengalihkan pandangan dari gedget gue.
"Aman, aman. Kalau dibilangin tuh enggak pernah mau denger." Muka Mami kesel. Gue tahu karena barusan sekilas lihat wajah Mami.
Mi, please. Ini Andro yang chat, gue enggak bisa menyia-nyia kan kesempatan yang ada di depan mata. Gue terus asyik dengan chat yang semakin melambungkan hati.
"Ndin, awas!!!" Mami teriak kenceng banget, gue sampai shock. Handphone gue terlempar, dan ....
Brugh!!
Yang gue inget waktu itu gue hampir nabrak orang hamil yang lagi nyebrang, tapi gue puter setir dan alhasil nubruk pohon gede dan semuanya gelap.
"Ndin, bangun Ndin." Suara Mami terdengar sayup-sayup.
Kepala gue pening. Pandangan pun sedikit buram.
"Mam .... " Suara gue yang seksi kok jadi serak kayak gini.
Sepintas gue inget kejadian yang menimpa gue sama Mami.
"Mam. Mami enggak apa-apa kan?" Gue langsung panik. Tapi melihat Mami baik-baik aja, cuma ada sedikit perban di dahinya.
"Mami enggak apa-apa. Kamu gimana?" Mami balik bertanya.
"Aku sedikit pusing. Tapi kita di mana?" tanya gue kemudian.
"Rumah sakit," jawab Mami.
Gue pun bernapas lega mendengar kata 'Rumah sakit'. Kenapa? Karena gue takut udah berada di alam lain. Handphone gue!
"Mam, handphone aku, mana?" tanya gue panik.
"Astaghfirullah, Ndin. Kamu ini budak handphone apa? Di saat kayak gini masih sempet nanyain handphone. Pikirin tuh kesehatan kamu, bukan handphone." Gue termenung mendengar omelan Mami.
Tapi ini masalahnya Andro Mam, dia penting banget.

Grup PPIS, 31 Mei 2017

*** TAMAT ***

Cerita PPISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang