Tema : Kenapa hidup harus memilih?
ID Wattpad : sujusanDia duduk termenung di bawah sinar rembulan yang cukup terang. Sesekali semilir angin meniup rambutnya yang terurai panjang sepunggung. Matanya mengisyaratkan kegundahan hati. Sesekali ia terlihat marah, tapi sesaat kemudian ia seakan pasrah dengan apa yang terjadi dalam hidupnya.
Memang tidaklah mudah bagi seorang ibu satu anak tanpa suami hidup di lingkungan yang masih banyak di antara mereka sangat senang ikut campur dalam kehidupan orang lain. Pekerjaannya yang memaksa dia untuk pulang larut setiap hari, membuatnya dipandang sebelah mata dan sering kali dihina.
Air matanya menetes, saat raganya sangat lelah ia pun harus memikul beban di hatinya yang teramat menyiksa.
"Jika bukan karena anakku, aku tidak mungkin bisa bertahan," batinnya pilu.
"Bu, lihat tuh, janda muda lagi cari mangsa. Hati-hati, jagain suaminya," ucap seorang ibu-ibu yang baru pulang pengajian kepada ibu-ibu lainnya.
"Suamiku mana mau sama wanita kotor seperti dia, Bu," timpal ibu-ibu yang lainnya.
Pembicaraan mereka sungguh menyayat hati Sulis. Ya, namanya Sulis. Sulis hanya bisa memejamkan mata menahan perihnya luka yang kian menganga.
"Heh, Sulis. Awas ya kalau ketahuan ada main sama suami saya. Kamu enggak akan saya ampuni," ucap Ibu Farid menghenyakkan lamunan Sulis.
"Astaghfirullah, Bu. Apa pernah saya terlihat bersama seorang pria setelah saya bercerai?" Suara Sulis bergetar menahan amarah dalam dada.
"Keliatan sih belum. Tapi biasanya, janda seperti kamu itu suka melakukan segala cara untuk mendapat uang, termasuk menggoda suami orang," telak Bu Farid.
"Bu, maaf. Tapi kalau bisa, jangan ngomong seenaknya. Saya juga wanita biasa yang punya hati." Mata Sulis mengisyaratkan amarah yang semakin bergejolak.
"Justru, wanita sok polos seperti kamu itu biasanya diam-diam menghanyutkan," timpal Bu Sofi.
"Maksud Ibu?"
"Jangan pura-pura suci deh. kamu cere juga palingan ketahuan selingkuh. Tuh si Juna juga belom tentu anaknya si Dion, alias anak haram," jelas Bu Sofi. Juna yang ia maksud adalah anak Sulis, dan Dion mantan suami Sulis.
"Bu! Ibu pikir saya serendah itu, hah? Saya, menjanda bukan karena dibuang, tapi karena memang itu pilihan saya. Ibu kalau ga tahu apa-apa jangan ngomong seenaknya. Saat saya biarin Ibu hina saya bukan berarti Ibu boleh hina anak saya." Emosi Sulis pun membuncah mendengar hinaan yang keterlaluan.
"Pake sok belain anak. Paling juga kedok doang, emang aslinya gitu kan?" timpal Bu Farid yang kian membuat emosi Sulis menggunung.
"Terserah!" teriak Sulis yang merasa tidak ada gunanya meladeni omongan ibu-ibu itu.*** Tamat ***
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita PPIS
CasualeIni adalah kumpulan cermin dan cerpen dari keluarga Perkumpulan Penulis Indonesia Sejati. Mau ceritamu ada dalam draft PPIS? Yuk, gabung bersama kami dengan kirim dm.