3 - The Anger of a Little Girl

8.2K 554 23
                                    

Samantha terkejut luar biasa melihat Clara kembali ke kafenya dengan bersimbah keringat. Napasnya tersengal-sengal seperti habis berolahraga.

Sebelum Samantha sempat bertanya, Clara memberi tanda padanya untuk memberikannya segelas air. Rasanya ia sudah hampir mati kehausan karena harus berjalan jauh ke terminal bus.

Dengan letih, Clara menceritakan semuanya pada Samantha yang berdecak heran melihat nasib temannya yang sial sekali.

“Jadi, bagaimana kau pulang ?” tanya Sam.

“Naik bus lah. Kau pikir aku berlari ???” jawab Clara masih dalam keadaan kesal.

“Tapi, bukannya tasmu di jambret ? Kau bayar pake apa ?” Sam menatapnya heran.

“Badan anak-anak ini adakalanya menguntungkanku. Aku bisa naik bus dengan harga anak kecil makanya aku masih bisa sampai kemari. Masalahnya hapeku gimana ??? Dompetku ??? KTP-ku ??? Banyak surat-surat di dalamnya ! Ow, shit !” Clara kembali frustasi.

“Tenang Clara. Aku akan membantumu mengurus semua surat-suratmu yang hilang. Aku merasa perlu bertanggung jawab juga setelah menyuruh adik kecilku ini pergi ke tempat asing.” Sam berpura-pura merasa bersalah hingga membuat Clara melotot padanya.

Telepon kafe berdering dan Samantha pergi mengangkatnya. Clara masih berusaha menenangkan dirinya yang sibuk memikirkan si penjambret.

Tidak berapa lama, Sam kembali dan memberikan sedikit tatapan tidak mengenakkan bagi Clara. Ia tahu sepertinya ada yang tidak beres dengan telepon itu.

“Uumm, Clara sayang...” Sam nampaknya ingin membujuk Clara yang menatapnya tajam sekali.

“Jangan basa-basi. Katakan saja padaku ada apa.” potong Clara. Sam jadi kelihatan salah tingkah.

“Itu...tadi telepon dari customer yang memesan strawberry shortcake-nya. Dia marah karena pesanannya masih belum datang dari tadi. Jadi...maukah...”

“Apa ??? Mau aku kembali mencari alamatnya setelah dijambret seperti ini ???” Clara mendelik marah pada Sam.

“Kau jangan marah padaku ! Aku juga rugi karena kueku rusak jadinya. Aku cuma ingin minta tolong saja karena tidak ada yang menjaga kafe kalau aku yang pergi mengantar pesanan.” Sam berusaha membela diri.

“Kalau gitu biar aku saja yang jaga kafe.” Clara melipat kedua tangannya di dada.

“Memangnya kau bisa bikin cappucinno ? Atau menghidangkan cheese cake ? Kalau kau yang jaga, aku khawatir kafeku bakalan bangkrut. Pengunjung bisa lari semua melihat sifat temperamen dari si adik kecil.” Sam ikut melipat kedua tangannya di dada dan menunduk ke arah Clara. Bola matanya berputar dan Clara mengerti maksudnya.

“Oh, ayolah Clar. Kau 'kan baik hati...ayolah bantu aku...” bujuk Sam dengan mengguncang tubuh Clara. Gadis kecil itu menghela napas panjang.

“Baiklah. Tapi, kali ini tolong kau carikan aku taksi ! Aku sudah muak dengan bus kota !” Clara menyerah dan beranjak lagi. Ia benar-benar ingin hari ini segera berakhir.

Sam mengangguk dan langsung menyiapkan kue yang akan diantar Clara. Dengan senang hati, Sam pergi ke luar dan memanggilkan sebuah taksi untuknya. Clara tidak mau repot-repot berdiri di sana dan tidak ada satu taksi pun yang menghiraukannya. Gadis itu masuk ke dalam taksi dengan wajah masih cemberut.

Tidak butuh waktu lama bagi si supir untuk membawa Clara ke alamat yang dimaksud. Kali ini ia tidak akan tersesat lagi.

Sebuah rumah besar dan mewah terpampang di depan Clara. Gadis itu semakin merasa dirinya kecil karena berdiri di depan rumah besar itu. Bibirnya pun ternganga melihat betapa mewahnya taman yang ia lewati. Ada sebuah kolam dengan pancuran indah.
Ini sih seperti rumah konglomerat, pikir Clara.

Gadis itu sampai di depan pintu utama yang sangat besar. Ia berusaha menggapai tombol bel yang ada di samping pintu. Clara bahkan berjinjit dan melompat-lompat agar bisa menekan bel itu. Tapi, tangannya masih tidak sampai.

Dengan kesal, Clara memandang sekelilingnya dan melihat beberapa batu bata yang ditumpuk di sudut taman. Ia mengambil lima batu bata dan menumpuknya di bawah bel itu. Ia menaiki tumpukan batu itu dan tangannya berhasil mencapai bel pintu.

Clara menekan bel sekali dan menunggu. Tidak ada yang menyahut ataupun tanda-tanda adanya orang. Ia menekan sekali lagi dan kembali menunggu. Masih tidak ada respon dari pemilik rumah hingga membuatnya harus menekan bel berkali-kali dengan kesal.

Tiba-tiba, pintu terbuka dan suara seorang pria sampai di telinganya lebih dulu daripada suara kenop pintu.

“Iya, iya ! Kenapa tidak sabaran sih ??? Aku tidak tuli tau !” nampaknya si pemilik rumah kesal dipanggil berkali-kali seperti itu.

Clara menoleh ke arahnya dan lupa untuk turun dari undakan batu batanya. Nampaknya ia terkejut juga.

Si pria tertegun saat melihat Clara yang berdiri di atas tumpukan batu bata. Ia mendengus hampir tertawa dan menyadari seberapa pendeknya gadis itu. Clara menghela napas panjang dan merasa sangat lelah melihat reaksi orang yang melihatnya begitu pendek.

“Ini pesanan anda.” katanya singkat.

Clara menengadah memandang si pemilik rumah sambil menyorongkan kotak kuenya.

Matanya membelalak seketika.
Lelaki pemilik rumah itu adalah pria yang menabraknya tadi. Kali ini Clara baru dapat melihat dengan jelas rupa si pria. Tadi karena ia kesal, ia tidak sempat memperhatikan wajah si penabrak dengan lebih teliti. Tapi, ia yakin kalau pria yang berdiri di depannya adalah pria tadi. Terbukti dari pandangan si pria yang juga terkejut melihatnya.

“Kau !” mereka sama-sama menunjuk satu sama lainnya.

Strawberry Short GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang