Prolog

51 7 0
                                    

“Bun, hari ini aku mau main ke bukit belakang sekolah sama teman – teman yang lain” ujar seorang anak berusia 10 tahun yang berlari menuruni tangga penghubung antara kamarnya dengan lantai satu rumahnya.
“Bara! jangan lari – lari! nanti kamu jatuh” sang ayah yang terkesan tegas dan disiplin itu berusaha memarahi kebiasaan buruk anaknya.
“Iya, yah” kata Bara sambil menunduk dan berjalan pelan menuju meja makan tempat ayah dan kakaknya menikmati sarapan sedang ibunya menyiapkan sarapan untuknya.
“Sudahlah, yah. Jangan terlalu sering memarahinya” ucap sang bunda membela. Ia tahu betul bagaimana watak suaminya yang terlalu tegas dan disiplin kepada anak – anaknya.
“Oh iya, tadi katanya kamu mau ke bukit belakang sekolah ya?”
“Iya, bun. Kak Adit mau ikut gak?”
“Nggak, dek. Pagi ini kakak punya jadwal les matematika.” jawab Adit menanggapi adiknya yang berbeda usia 2 tahun dengannya.
“Oh iya, kakak udah mulai persiapan buat Olimpiade ya. Iya deh, aku berangkat sendiri aja”
“Mau ayah antar?” tanya sang ayah menawari tumpangan.
“Hmm, gak deh. Nanti ayah bisa – bisa terlambat ke kantor” walaupun hari ini hari minggu, sang ayah tetap sibuk dan harus ke kantor untuk bekerja. Meskipun demikian, istri dan anak – anaknya tidak pernah mengeluh dan memahami kesibukannya sebagai seorang Komisaris di kepolisian.
Setelah menghabiskan sarapannya, Bara langsung berpamitan kepada ayah, bunda dan kakaknya. Dengan sepeda baru pemberian ayahnya 3 hari yang lalu, tidak butuh waktu yang lama untuknya sampai di bukit belakang sekolah yang hanya berjarak 1 km dari rumahnya.
“Wih, ini nih anggota terakhir kita yang kerjanya telat terus setiap janjian ke sini” sindir salah seorang dari kedua sahabatnya. Bara yang merasa sindiran itu tertuju untuknya hanya bisa cengengesan dihadapan sahabat – sahabatnya.
“Sudahlah, yuk sekarang kita main ke rumah pohon” ujar Rio – salah satu sahabat Bara – menengahi.
*****
Semua yang pernah datang dalam kehidupan suatu hari nanti pasti akan pergi juga, entah itu hanya sementara lalu kembali lagi ataupun pegi selamanya dan tidak akan kembali lagi.
“Fy, kamu janji pasti balik lagi ke sinikan setelah selesai berobat?” tanya seorang anak perempuan kepada salah seorang dari kedua sahabatnya yang sakit dan kini tengah duduk diatas kursi roda sedang sahabatnya yang lain hanya dapat menangis dan duduk bersimpuh sambil memeluk sahabatnya yang sakit. Yang ditanya hanya dapat mengangguk menahan tangis.
“Ify, ayo nak. Setengah jam lagi kita take off” ucap sang bunda mengingatkan bahwa sekarang waktunya mereka berpisah.
“Iya, bun” sang anak hanya dapat mengiyakan.
Setelah mengucapkan salam perpisahan dan berpelukan untuk terakhir kalinya, mereka – kedua sahabat Ify – dengan berat hati melepas kepergian sahabatnya ke Singapura untuk menjalani pengobatan. Sekarang mereka hanya bisa berharap suatu saat nanti sahabat mereka akan kembali dan berkumpul bersama lagi.
*****
“Bara! Ayo pulang! Ayah sama bunda udah nunggu kamu buat makan malam tuh!” teriak Adit dari bawah rumah pohon. Sekarang sudah mendekati waktu magrib dan adiknya yang punya kebiasaan lupa waktu membuatnya harus berada di sini atas perintah sang bunda.
“Iya, tunggu sebentar” balas Bara. “Eh, aku pulang dulu ya. Kalian juga harus pulang. Ini udah mau magrib” imbuhnya kepada para sahabatnya.
“Oh iya, kita terlalu asyik bermain sampai lupa waktu. Yuk pulang”
Seperti sudah menjadi sebuah kebiasaan, sebelum berpisah mereka akan merapal sebuah janji dan diakhiri tos ala mereka.
“Sahabat selamanya, walaupun ada pergi takkan pernah terganti” seru mereka dengan lantang dan tanpa rasa malu lalu tertawa bersama.

I Need YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang