Bab 3

21 6 5
                                    

Setelah menghela nafas sejenak, Rico mulai melangkah mendekati Audre. Ia berniat melaksanakan syarat 'tidak bermoral' yang diberikan padanya.
"Mau apa lo?" Tanya Audre tanpa melirik sedikitpun ke arah Rico. "Kalo gak penting, lain kali aja. Gue lagi sibuk dan gak mau diganggu" ketus Audre masih dengan keseriusannya membaca komik di tangannya.
'Sibuk apaan coba? Cuma baca komik aja sibuk. Nih kakak ngeselin juga ya' batin Rico menggerutu.
"Ehm, gue cuma mau ngejalanin syarat dari kak Cindy" jawab Rico. "Gue suka sama lo, kak. Lo mau terima perasaan guekan?" tambah Rico setelah berlutut di samping bangku Audre yang akhirnya sukses membuat Audre melirik ke arahnya lalu beralih melihat Cindy yang memasang wajah tanpa dosa.
"Oh gitu" kata Audre acuh tak acuh. "Kalo lo udah selesai, pergi dan jangan ganggu gue lagi" imbuhnya dengan ketus mengacuhkan Rico yang masih setia berdiri di depannya.
"Tapi lo belum jawab perasaan gue. Lo mau terima perasaan guekan?" Tanya Rico menuntut jawaban.
"Ya, ya, ya. Terserah lo deh. Lagian itukan cuma syarat dari si wakil ketua jahannam itu. Jadi, terserah lo mau bilang kalo gue terima kek, nggak kek. Ya terserah lo. Udah sana, pergi lo dari sini" jawab Audre masih dengan ketusnya.
Setelah berjuang menahan emosi yang sedari tadi ditahannya, Rico akhirnya berhasil menjalannya syarat yang diberikan dan juga berhasil mendapatkan tanda tangan 'langka' dari sang wakil ketua osis.
*****
Lain Rico, lain juga yang dijalankan Bara. Ia harus mengutarakan perasaan yang seumur - umur belum pernah ia utarakan pada siapapun dan untuk pertama kalinya ia harus mengutarakannya pada tembok. Bayangkan, tembok. 'Dasar wakil ketua osis gak berperasaan' batinnya menggerutu.
"Heh, lo dari tadi ngapain sih? Temen lo sampe udah dapet tanda tangan tapi lo belum selesai juga dari tadi" tegur Cindy yang sudah bosan menunggu.
"Iya, iya. Ini juga gue mau mulai"
"Ya yang romantis dan selembut mungkin ya" ujar Rico yang ternyata masih setia menunggu aksi konyol sohibnya.
Bara yang sudah tidak peduli dengan segala rasa malunya, mulai melancarkan aksi konyol yang tentunya sangat memalukan dalam sejarah hidupnya. Selain itu, pastinya pamor dan image yang selama ini dia jaga akan hancur dalam sekejap.
'Huh, tabah Bara' batin Bara menyemangati dirinya.
"Oh, tembok. Parasmu begitu cantik, putih bersih, sebersih hatimu. Sikapmu yang begitu anggun membuatku tertarik padamu. Oh, tembok. Dengarkan curahan hatiku. Aku sangat mencintaimu, tembok. Maukah kau menjadi pendampingku selamanya?" Setelah bersusah payah menekan rasa malunya, Bara akhirnya menyelesaikan syarat aneh yang ia dapat.
"Oh, Bara. Aku akan sangat sangat sangat senang menerima curahan hatimu" Ucap Rico mengejek Bara menggantikan posisi si tembok putih.
Mendengarnya, tatapan sengitpun dilancarkan Bara membalas ejekan sohibnya yang tak tahu diri.
"Ricoooooooooooo!" Yang diteriaki hanya bisa melancarkan jurus terakhirnya sebelum diterkam sang pemilik suara, yaitu
"Kabuuuuuuuuurrr!"
*****
Disini Ify sekarang, duduk di depan kolam ikan yang sudah sejak sebulan yang lalu dipelihara oleh pihak sekolah. Di kolam itu ada juga sepasang kura - kura yang berhabitat di tepi kolam itu. Untuk sejenak perasaan Ify mulai tenang setelah bermain dengan sepasang kura - kura itu. Karena takut digigit, Ify berinisiatif menggunakan ranting pohon untuk berinteraksi dengan mereka.
"Hei, jangan pakai itu. Mereka bisa terluka" tegur seorang lelaki yang tiba - tiba datang dan duduk di sebelahnya. Ify yang terkejut langsung membuang muka, takut lelaki itu melihat sisa - sisa air mata di mata dan pipi lembutnya. Rio - lelaki itu - mengalihkan pandangannya ke arah Ify. Ia ingin mengetahui apakah kakak kelasnya itu masih menangis ataukah sudah lebih tenang.
"Kak, lo gak apa - apa?" Tanya Rio mengawali pembicaraan.
"Emang gue kenapa?" Bukannya menjawab pertanyaan Rio dengan kejelasan tapi Ify memilih menjawabnya dengan pertanyaan balasan.
"Ehm, tadi gue bukannya mau nguping tapi gue cuma gak sengaja aja denger pembicaraan lo sama kakak kelas 3 di taman belakang" jelas Rio masih dengan menatap Ify.
"Itu namanya nguping, bego. Udah tahu nguping tapi masih aja ngeles" ujar Ify menuduh. Rio yang tidak menyangka akan dituduh seperti itu langsung melancarkan aksi pembelaannya.
"Gue gak nguping. Gue cuma gak sengaja denger"
"Mau sengaja apa gak, itu tetep aja nguping namanya"
"Huh, ya terserah lo deh" balas Rio mengalah.
"Nah, gitu dong. Itu baru namanya adik kelas yang baik" ucap Ify mengacak - ngacak rambut Rio seraya tersenyum menatap hasil perbuatannya. Walaupun kesal karena rambutnya berantakan akibat ulah Ify tapi ia tetap tersenyum karena setidaknya ia telah berhasil membuat Ify ceria lagi.
"Nih, buat lo. Coklat itu bagus buat menenangkan suasana hati yang lagi galau kayak lo" ujar Rio menyerahkan coklat yang tadi sempat dibelinya sebelum menyusul Ify.
"Wah, coklat. Lo tahu aja kalo gue suka coklat" seru Ify seraya menerima coklat itu.
"Kepada seluruh peserta MOS tahun ini, 5 menit lagi berkumpul di lapangan" pengumuman berakhirnya waktu istirahat mulai berkumandang.
"Tuh, lo di suruh baris tuh. Pergi sana!" Usir Ify.
"Dih, ngusir nih ceritanya" balas Rio menyindir. "Mentang - mentang udah bahagia lagi, dia langsung main ngusir aja" gumam Rio dengan suara sepelan mungkin yang masih terdengar oleh telinga tajam Ify.
"Iya deh, makasih lo udah hibur gue walaupun dengan cara yang gak biasa" ucap Ify.
"Eh, iya. Kak, gue mau minta nama lengkap sama tanda tangan lo" belum selangkah Rio melangkah, ia teringat tujuan awalnya menemui Ify.
"Oh, jadi lo hibur gue cuma buat tanda tangan? Licik" balas Ify. "Gue mau kasih lo tanda tangan, tapi dengan satu syarat. Kalo mau, temui gue di taman belakang setelah pulang sekolah nanti" tambahnya yang membuat Rio menghela nafas berat.
"Iya deh, terserah lo. Cepet tanda tangan, nanti gue bisa dihukum lagi kalo sampe telat" ujar Rio mengalah.
"Yes! Tapi janji ya? Nanti gue tunggu di taman belakang. Awas kalo gak datang"
"Iya, iya. Gue begini - begini selalu tanggung jawab sama janji gue. Udah ya, gue kumpul dulu" pamit Rio lalu berlari menuju lapangan.
Entah bagaimana caranya, Tuhan selalu bisa mengubah perasaan para hambanya. Yang tadinya saling membenci, bisa akrab dalam sekejap. Hidup ini memang penuh rahasia, pikir Ify seraya tersenyum.

I Need YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang