Bab 2

26 6 0
                                    

"ELO?!"
"Kalian saling kenal?" Tanya Cindy dengan ekspresi heran.
"Tentu saja!" Jawab keduanya dengan kompak. Ada tatapan tidak suka di mata keduanya.
"Pengumuman ditujukan untuk kak Alyssa Raify, sekarang segera ke samping podium karena upacara akan segera dimulai" Mendengar pengumuman itu, Ify langsung berlari ke samping podium tanpa memikirkan apa yang terjadi beberapa detik yang lalu.
Upacara berjalan lancar diakhiri dengan bubarnya para guru dan pembina upacara.
"Pagi, adik - adikku" salam Gabriel sebagai ketua osis. "Dan selamat datang di SMA Brawijaya"
"Pagi, kaaaaaak!"
"Ya, setelah ini agenda kita, yaitu pengenalan sekolah dan diakhiri dengan demo ekskul. Tapi sebelum itu, kalian boleh istirahat selama 20 menit kecuali keempat peserta yang tadi membuat kesalahan. Mengerti?"
"Iya, kaaaaaak!"
Setelah dibubarkan, para peserta MOS mulai berpencar menikmati waktu istirahat kecuali Bara, Rico, Rio dan Anna yang tentu saja harus bertanggungjawab terhadap kesalahan yang diperbuat.
"Untuk kalian, sebelum istirahat kalian harus melaksanakan hukuman. Setelah saya bubarkan, cari dan minta tanda tangan dari kakak - kakak osis beserta nama lengkapnya. Paham?" Jelas Cindy memberi pengarahan.
"Maaf, kak. Berapa tanda tangan yang harus kami kumpulkan?" Tanya Anna mengacungkan tangan.
"Pertanyaan bagus. Ada 10 tanda tangan yang wajib kalian kumpulkan, termasuk tanda tangan dari ketua dan wakil ketua osis. Oh ya, kumpulkan ke saya, sebelum apel pulang. Paham?"
"Paham, kak!" Jawab mereka serempak.
*****
Hampir semua siswa Brawijaya menyukai kantin yang ramai sebagai tempat beristirahat. Akan tetapi, hal itu tidak berlaku bagi Audre dan Ify yang lebih senang menikmati kedamaian dan ketenangan taman belakang sekolah. Dengan berbekal komik di tangan Audre dan novel di tangan Ify, mereka begitu khidmad menikmati suasana dunia yang mereka ciptakan sendiri.
"Fy, gue mau bicara sama lo" Tiba - tiba dengan wajah tidak bersalahnya, seorang lelaki datang mengganggu ketenangan mereka.
"Lo mau ngomong apa lagi sama sahabat gue?! Belum puas bikin dia sakit hati?!" Audre yang biasanya selalu berpembawaan tenang berubah jadi emosian menanggapi pernyataan yang harusnya di tanggapi Ify.
"Udahlah, Dre. Biarin aja dia mau ngomong apaan. Lagian hari ini gue lagi berbaik hati memberi dia kesempatan terakhir" ujar Ify menenangkan.
"Kita perlu bicara berdua"
"Lo ..." Belum sempat Audre memaki lelaki itu, Ify sudah terlebih dahulu mengiyakan. Akhirnya dengan berat hati Audre menyingkir dan meninggalkan pasangan yang putus 2 minggu lalu.
"Sekarang lo mau ngomong apa? Langsung keintinya aja, gue males berduaan sama lo lama - lama" Tanya Ify tidak sabar. Dalam hati ia sudah tidak ingin melihat lagi wajah lelaki yang 'pernah' ada di dalam hatinya itu.
"Ehm, Fy. Gue mau ..."
*****
Disinilah Rico, duduk di bawah pohon dekat lapangan basket sambil mengibas - ngibaskan bukunya di depan wajah sebagai kipas dadakan. Sudah 9 tanda tangan yang ia kumpulkan termasuk tanda tangan ketua osis. Sekarang tinggal 1 tanda tangan lagi harus ia kumpulkan, yaitu tanda tangan dari Cindy yang notabene menjabat sebagai wakil ketua osis.
"Ah, itu kak Cindy. Mumpung sendirian, mending gue samperin deh" gumam Rico setelah menangkap siluet dari seorang gadis berperawakan tinggi dengan rambut berujung ikal nan panjang yang tergerai bebas dari radius 5 meter. Setelah menepuk pelan celananya dan meyakini bahwa celana itu sudah tidak kotor lagi, Ricopun melangkah dengan pasti menuju ruang osis - tempat Cindy berada -.
"Kak" panggil Rico setelah berhadapan langsung dengan sang wakil ketua osis.
"Apa? Kalo gak penting, nanti aja. Gue lagi sibuk sekarang" ujar Cindy sambil terus membolak - balik laporan dihadapannya.
"Gue minta nama panjang sama tanda tangan lo" ucap Rico mengangsurkan bukunya.
"Heh! Lo mau minta tanda tangan apa mau malak gue? Kalo sama senior tuh yang sopan dong!" bentak Cindy mengabaikan buku di tangan Rico.
"Terus gue harus ngomong kayak gimana?" Tanya Rico menahan emosi.
"Ya yang sopan dong. Jangan kayak orang mau malak"
"Huh! Ok, kak Cindy yang baik, saya mau minta nama lengkap sama tanda tangannya sekalian" pinta Rico dengan suara yang dibuat selembut mungkin.
"Gue mau kasih apa yang lo minta tapi dengan satu syarat" Tanya Cindy setelah bersusah payah menahan tawa saking lucunya perubahan suara Rico. "Lo harus ke kak Audre duduk di sana tuh terus tembak dia sampe dia mau sama lo baru gue kasih lo tanda tangan" imbuhnya menunjuk ke arah seorang gadis berkaca mata yang sedang sibuk membaca komik di pojok belakang ruangan itu.
Belum sempat Rico menanggapi syarat tersebut, Bara yang entah dari mana datang menyela.
"Terus gue gimana, kak? Gue mau minta tanda tangan nih" tanyanya menghadap Cindy.
"Oh, karena lo udah gak sopan pakek bahasa non formal sama gue, sekarang tugas lo tembak tuh tembok dengan gombalan dan bahasa yang selembut mungkin sampe gue bilang stop" jawab Cindy dengan watadosnya. "Oh iya, ini gak ada penolakan. Kalo lo berdua nolak persyaratan itu berarti tanda tangan gue cuma jadi angan - angan kalian" tambahnya sebelum Bara dan Rico sempat mengatakan penolakan.
*****
Setelah menyelesaikan syarat aneh - cium pohon - dari sang wakil ketua osis, Rio dan Anna mengambil waktu beberapa saat untuk beristirahat di sebuah kursi panjang yang tersedia di sepanjang koridor dekat taman belakang sekolah.
"Capek banget ya, Na" keluh Rio seraya meminum air mineral yang baru saja dibelinya di kantin. "Kayaknya kita harus cari satu lagi nih tanda tangannya. Sudah sembilan tanda tangan yang kita kumpulkan" tambahnya setelah melihat - lihat hasil usahanya beberapa menit lalu.
"Iya, gak sia - sia usaha kita dari tadi" ucap Anna mengiyakan.
"Btw, lo tadi kenapa sampe buat kesalahan?" Tanya Rio penasaran.
"Oh, itu. Tadi gue lupa bawa papan nama jadi ya gitu deh" jelas Anna. "Eh, Yo. Gue ke toilet dulu ya. Kalo lo liat ada kakak osis yang lewat, minta aja duluan. Nanti gue nyusul" imbuhnya lalu beranjak pergi mencari toilet terdekat.
"Eh, itukan kak Ify" gumam Rio melihat ke arah taman belakang "Gue samperin aja deh. Hitung - hitung buat nambah tanda tangan" tambahnya beranjak menuju tempat Ify berada.
Belum sampai Rio mendekat, ia berhenti lalu bersembunyi di balik sebuah pohon beringin setelah melihat bahwa Ify tidak seorang diri namun bersama seorang lelaki yang menggunakan bet kelas tiga. 'Mungkin dia lebih senior dari kak Ify' batinnya.
"Ehm, Fy. Gue mau ..."
"Mau minta maaf maksud lo?! Basi, kak. Gue udah terlanjur sakit hati dan lo tiba - tiba datang minta maaf?! Basi!" Terdengar suara Ify memotong kata - kata lawan bicaranya. Suaranya terdengar menahan tangis.
"Fy, gue minta maaf. Gue gak bermaksud bikin lo sakit hati tapi bagi gue lo terlalu sempurna sampe gue berasa gak berguna buat lo" jelas sang lelaki memegang kedua bahu Ify yang mulai bergetar.
"Cukup, kak. Gue tahu itu cuma alasan lo biar bisa putus dari gue dan jadian sama kak Kena. Iyakan, kak?" Tanya Ify seraya melepas paksa tangan sang lelaki bertanda nama Bintang Prasetya dari bahunya. "Gue tahu semua itu" imbuhnya lalu berlari meninggalkan Bintang dengan keterkejutannya.
Rio yang merasa cukup mendengar semua pembicaraan itupun ikut lari mengejar Ify. Ia sebagai seorang lelaki merasa harus menghibur Ify walaupun awal pertemuan mereka tidak terlalu baik.

I Need YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang