Alden menggila karena penolakan Sedify padanya malam itu, Ia frustasi. Sangat frustasi! Apa yang harus Ia lakukan agar Sedify mau meliriknya atau jatuh kedalam pelukannya? Gadis itu terlalu mengagung-agungkan impiannya menjadi Diplomat dan sama sekali tak tertarik padanya.
Apa Alden harus melakukan sedikit hal melenceng agar Sedify mau beralih padanya, seperti membuat perusahaan keluarga Sedify failed dan gadis itu tak bisa melanjutkan pendidikannya karena tak punya biaya? Tidak! Gadis itu pasti akan terus bisa melanjutkan pendidikannya dengan menerima beasiswa! Lalu apa yang harus dilakukan oleh Alden?! Menyerah? Benarkah Ia tak bisa memiliki Sedify? Sudah yakinkah dia?
Tentu tidak!!!
Alden tak akan menyerah! Ia akan mendapatkan apa yang dirinya mau termasuk Sedify Wagara. Termasuk dengan memiliki gadis mungil itu!
Malam ini kembali Ia melampiaskan rasa frustasinya dengan alkohol dan tentu saja wanita!
Rawi menatap sahabatnya yang tengah memandang kosong kedepan, mereka berdua tengah berada disalah satu club malam dikota ini, menghabiskan malam dengan bersenang-senang namun Alden sama sekali tak menikmati kesenangan yang mereka berdua dapatkan. Mulai dari alkohol mahal yang mereka teguk hingga wanita-wanita cantik yang tengah menempel bak prangko pada mereka berdua, bergelayut dengan menggoda disana.
"Sebenarnya kau kenapa sih? Kau terlihat frustasi. Ralat! Sangat frustasi!!" Rawi menatap Alden serius.
Yang ditanya hanya diam kemudian menggerakkan jemarinya sebagai tanda menyuruh wanita-wanita yang ada disekelilingnya dan Rawi untuk meninggalkan mereka sendiri, wanita-wanita itu memasang raut kecewa kemudian dengan serentak berdiri dan keluar meninggalkan Alden dan Rawi sendirian diruang VIP club malam itu.
"Dia menolakku." Alden membuka suara.
"Menolakmu?" Rawi mengernyit, "siapa? Siapa yang menolakmu? Bicaralah dengan jelas."
"Gadis itu, Sedify Wagara. Dia menolakku." Alden mencengkram gelas ditangannya erat.
"Bagaimana bisa?" kerutan didahi Rawi semakin dalam, "dan hey! Lepaskan gelas itu! Kau bisa menghancurkannya dan tanganmu akan terluka, bodoh!" Rawi mencoba mengingatkan Alden.
"Aku tak peduli!" Alden tak mengubris peringatan dari Rawi, Ia menggenggam gelas itu semakin erat seperti siap untuk meretakkannya atau menghancurkannya bila perlu, "aku tak peduli dengan tanganku yang akan terluka atau tidak. Hatiku saja sudah terluka karena mendapatkan penolakan darinya jadi untuk apa aku memikirkan tanganku?! Untuk apa, hah??!!!" pekik Alden frustasi dan sekejap gelas tadi sudah retak dalam genggaman tangan kirinya, menghancurkannya hingga darah segar mengalir dari sela-sela jarinya, Ia masih terus menggenggam gelas yang sudah pecah itu dalam telapak tangannya.
Rawi terbelalak dalam duduknya, menatap Alden dengan raut wajah yang tak jelas. Sejujurnya Ia prihatin melihat sahabatnya yang seperti orang gila saat ini.
"Apa kau bodoh? Jangan bertingkah konyol yang akan melukai dirimu. Apa dengan begitu gadis itu akan melirikmu dan berlari kedalam pelukanmu?! Aku tidak menyangka bahwa kau bisa sebodoh ini. Cepat berdiri dan kita obati lukamu itu!" Rawi menarik Alden berdiri, membalut tangan kiri Alden dengan sapu tangan miliknya untuk sementara agar tak mengeluarkan banyak darah.
Kedua lelaki super tinggi dan luar biasa tampan itu bergegas ke rumah sakit terdekat untuk segera mengobati luka ditangan Alden karena tingkah bodohnya barusan, sesampainya dirumah sakit dengan sigap suster yang tengah bertugas malam itu mengobati luka ditangan Alden dengan telaten dan yang diobatinya hanya memandang kosong kedepan.
Rawi yang melihat itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
• • •
Sebulan berlalu sudah sejak kejadian penolakan yang dilakukan Sedify pada Alden dan sejak saat itu Alden tak pernah muncul lagi dihadapannya dan Sedify tak peduli akan hal itu. Itulah yang Ia mau. Tak ada lagi Alden disekelilingnya yang selalu berusaha untuk menarik perhatiannya dengan segala tingkah laku yang lelaki tampan itu lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wild World
RomanceTak ada yang lebih menyedihkan ketika dianggap 'pelacur' oleh keluarga Ibu sendiri karena lahir diluar nikah tanpa Ayah. Tak ada yang mau mengakuinya, bahkan ibunya sendiripun lebih memilih meninggalkannya karena tak siap untuk menahan malu. Ia sela...