Dimas
-
Aku kembali ke tempat semula, duduk dan menunggu Yusa menyelesaikan semuanya bersama Roy. Aku tahu siapa Roy, dan kedudukannya di hati Yusa. Bahkan dulu saat mendekati Yusa, aku harus bersaing dengan Roy yang nyatanya dulu sama sekali tidak ada di sekitar Yusa. Tapi Yusa selalu memikirkannya.
Sekarang Yusa sudah mendapatkan apa yang dia inginkan. Dia sudah mendapatkan hati Roy. Ya, aku mendengar semua yang dibicarakan Yusa dan Roy. Aku tidak berniat menguping atau apapun. Aku hanya ingin pergi ke toilet. Setelah bertanya pada Tante Ira dimana letak toilet, aku pergi mencari sendiri. Keluar dari toilet aku mendengar suara Yusa yang sedikit meninggi. Saat aku mendengar mereka, aku tahu percakapan itu nantinya akan berdampak pada hubunganku dan Yusa.
"Hai Dimas," sapaan seseorang membuatku berhenti memikirkan Yusa dan Roy. Aku tersenyum dan membalas sapaan salah satu teman Yusa yang aku ketahui bernama Hadi.
"Yusa nya kemana?"
"Tadi pergi sama Roy," jawabku santai.
Hadi sepertinya heran mendengar apa yang baru saja aku katakan. "Serius lo gakpapa biarin Yusa berdua sama Roy?"
"Emangnya kenapa?"
"Awal masuk kuliah Roy kelimpungan sana sini nyari kontaknya Yusa yang bisa dihubungi, dari gelagatnya aja udah kelihatan kalau Roy ......" Hadi menggantungkan kalimatnya terlihat enggan meneruskan ucapannya.
"Roy suka sama Yusa?" lanjutku dengan nada bertanya.
"Eh.. Sorry."
"Gakpapa gue udah tahu," sekilas aku menoleh lagi ke arah taman samping tempat Yusa dan Roy bicara tadi.
"Serius? Berarti lo juga tahu kalau Yusa ..." Hadi kembali menggantung ucapannya. "Eh gak jadi," ujarnya lagi.
"Kalau Yusa dulu suka sama Roy?" lagi-lagi aku yang meneruskan dengan menekankan kata dulu. Roy hanyalah masa lalu Yusa, aku tidak akan melepaskan Yusa hanya karena dulu Yusa mencintainya. Meskipun aku juga tidak tahu bagaimana pastinya perasaan Yusa sekarang, aku akan tetap mempertahankannya di sisiku.
"Jadi lo udah tahu semua?"
Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Melihat Yusa yang sedang berjalan kemari, Hadi langsung permisi dan meninggalkanku.
***
Yusa
-
"Dimas asal mana?"
"Semarang, Kek." Aku hanya memperhatikan interaksi Dimas dengan keluargaku. Dimas menjawab semua pertanyaan yang kakek ajukan, sesekali ibu atau nenek juga ikut menimpali.
"Wah jauh ya. Dulu kakek pernah ke sana, terus nyasar. Tahu-tahu udah sampe di Simpang Lima." Kakek terkekeh sedikit diujung kalimatnya. Aku rasa aku harus menghargai usaha kakek untuk mencoba ramah sama Dimas, meskipun sedikit kaku.
Dimas tertawa kecil menanggapi kakek. "Wah nanti kalau kakek sama nenek ke Semarang boleh mampir rumah saya dulu."
"Kok kuliahnya jauh, Dimas?" kali ini pertanyaannya berasal dari tanteku.
"Pinginnya udah di sana, Tante." Begitu tadi Dimas datang, kakek, nenek, dan ibu langsung menyambut Dimas ramah. Tidak lama kemudian, tanteku juga ikut bergabung. Dimas selalu berusaha mencoba memhami dan mengimbangi obrolan kakek, tentu tidak mudah menemukan topik obrolan yang cocok bagi beberapa orang yang berbeda generasi. Apalagi kakek tipe orang yang bisa dibilang sedikit unik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Memory [5/5 END]
Short StoryJangan pernah membandingkan kamu dengan orang lain di masa lalu. Jangan pernah memintaku memilih antara kamu atau masa lalu. Karena jawabanku tidak akan pernah berubah. My choice is you. -Yusa