[6] 𝘙𝘦𝘷𝘦𝘢𝘭𝘦𝘥

1K 147 20
                                    

"Seperti yang kau inginkan, Dad."

Suara rendah seorang pemuda dengan setelan kemeja dengan balutan jas hitam dan juga celana kain berwarna hitam seakan menginterupsi keheningan di lorong apartemen yang baru saja ia lewati. Dengan sebuah ponsel yang dia dekatkan ke telinga, pemuda itu terus berjalan di sepanjang lorong hingga berhenti tepat di depan salah satu pintu.

"Jangan melibatkanku lagi dengan orang-orang seperti dia. Itu sangat memuakkan."

Suaranya kembali terdengar. Kali ini dia menggerakkan telunjuknya untuk menekan tombol-tombol angka di dekat pintu demi bisa masuk ke dalam sana. Tak lama setelahnya terdengar suara dentingan halus bersamaan dengan panggilan teleponnya yang berakhir. Dengan cepat jemari rampingnya meraih gagang pintu lalu memberikan sedikit dorongan.

Begitu dia masuk hal pertama yang ia lihat adalah keadaan apartemennya yang sangat terang—tidak seperti biasanya. Kaki jenjangnya pun kembali melangkah, melepas jas yang masih melekat di tubuhnya kemudian melemparnya ke sofa dengan serampangan. Samar-samar ia dapat mendengar suara wanita dari arah dapur, membuat hatinya tergerak untuk sekadar memastikan.

"Kirimkan aku beberapa bukti dan aku akan menghentikan semua transaksi dengannya."

Alisnya tertaut.

Tidak biasanya dia berada di sini?

Jevin masih berdiri di ambang dapur karena langkahnya terhenti begitu mendengar percakapan yang terjadi antara ibunya dengan seseorang di seberang telepon. Dengan rasa penasaran yang meluap akhirnya dia berjalan mendekat—tepatnya menghampiri kulkas di sebelah sang ibu.

"Apa kau tahu keberadaan anak i—" ucapan wanita setengah baya ini pun terpaksa terhenti dan buru-buru memutuskan panggilan kala netranya menangkap sosok sang anak yang telah berada di sebelahnya.

"Kenapa ibu menutup teleponnya?" tanyanya dingin sambil membuka pintu kulkas, mengambil sebotol air dingin.

"Tidak apa-apa. Ibu sudah menyiapkan air hangat, mandilah terlebih dahulu."

Jevin mengangguk singkat tanpa ingin bersuara, memilih untuk segera menuntaskan dahaganya dengan beberapa tegukan.

"Jevin!" panggil sang ibu yang dijawab dengan dehaman.

"Bagaimana dengan hasilnya?"

Jevin mengelap bibir bawahnya dengan punggung tangan, sedikit menghadap pada ibunya, "Seperti yang kalian inginkan. Dia menyetujui kontraknya."

Bisa Jevin lihat perubahan raut yang terjadi pada sang Ibu begitu dia mengabarkan berita yang bisa dikategorikan termasuk kabar baik. Ya, istri dari Charles Andreas itu terlihat senang dengan kabar yang ia bawa—sangat berbanding terbalik dengan rasa penasaran Jevin yang tersembunyi di balik wajah tegasnya.

Iris matanya pun mengikuti pergerakan sang ibu yang menghampiri dirinya, menepuk pelan bahunya, "Kau telah bekerja keras hari ini, Ibu menyayangimu."

Jevin masih memerhatikannya hingga tubuh wanita berusia hampir setengah baya itu berlalu dari pandangannya.

Apa yang sebenarnya sedang kau sembunyikan, Ibu?

Setelah menyaksikan pertunjukan yang kurang lebih selama dua jam tersebut Kyra langsung saja menarik lengan Jungkook untuk mengikutinya bersinggah sebentar di salah satu kafe yang kebetulan sangat ingin dia kunjungi dari beberapa minggu lalu. Dan di sinilah Jungkook—duduk di sebuah bangku dan terjebak dalam euforia yang terbilang cukup canggung. Hanya menatap Kyra yang sedang asik dengan dunianya itu dengan malas, bahkan dia heran, bagaimana seorang wanita lebih memilih untuk sibuk memfoto makanan daripada menyantapnya?

UNEXPECTED PURPOSE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang