Ia memang bisa saja jatuh hati pada Tomi, tapi ia juga bisa membenci laki-laki itu sedetik setelahnya.
-Arin.
●●●
Arin melipat tangan di depan dada, bertingkah angkuh, "Gue gak mau berangkat bareng lo." Tuturnya dingin pada cowok jangkung yang merupakan tetangga sekaligus teman sejak kecil yang bahkan sudah seperti saudaranya.Tomi mengangguk, "Oh, oke." Balasnya singkat, lalu masuk ke dalam mobil.
Brengsek. Cerca Arin membatin.
Deruan mesin mobil terdengar dan perlahan menjauh, meninggalkan Arin yang berdiri seorang diri di depan gerbang rumahnya. Arin tak habis pikir, bagaimana bisa Tomi menyebut dirinya lelaki saat membiarkan cewek cantik sepertinya menunggu kendaraan lewat tanpa kepastian?
Baiklah, itu memang keahlian Tomi. Membuat Arin tak pernah menikmati yang namanya kesenangan dan kenikmatan hidup.
Misalnya saja tadi malam, Reza datang ke rumahnya. Untung saja Arin segera ingat bahwa ia memiliki janji untuk menemani Reza memilih kado buat adik perempuannya yang dalam minggu ini akan berulang tahun. Tapi, disaat dirinya selesai mengganti pakaian dan turun ke bawah. Tomi yang sedang menonton TV di ruang tengah, tiba-tiba saja menghentikan dan menginterogasinya seakan-akan ia adalah orang tuanya.
Arin terburu-buru, ia tak ingin memulai pertikaian, makanya dengan baik-baik Arin menjelaskan siapa itu Reza yang tak lain dan tak lebih adalah temannya di klub Taekwondo dan alasan mengapa mereka akan keluar. Tapi apa? Tomi tetap tidak membolehkan. Mama dan papanya bahkan tidak seketat itu, karena mereka sadar Arin sudah dewasa, sudah tahu mana yang benar dan salah.
"Lo itu cewek dan Reza itu cowok. Lo keluar malem berduaan. Kalo ada apa-apa, yang disalahin mama lo siapa? Tante Arsi, udah mercayain lo sama gue. Jadi, jangan keluar. Apalagi sama Reza-reza itu." Begitu kata Tomi.
Sayangnya, Arin tetap ngotot ingin keluar soalnya janji tetaplah janji. Disitulah emosi Tomi memuncak sampai-sampai Arin nangis karena Tomi membentaknya. Pada akhirnya, Arin mengingkari janjinya. Arin sungguh merasa bersalah pada Reza.
Dan terpaksa, hari ini Arin akan berjalan kaki ke sekolah.
"Sial.." Tomi memutar balik kemudinya ketika tak tahan melihat Arin melalui kaca spionnya tengah berjalan kaki sambil menghayal, entah apa yang ia hayalkan. Sejak tadi pula, ia sengaja memperlambat jalannya mobil dengan harapan Arin akan memanggilnya atau mengejarnya.
Nyatanya, tidak. Mana bisa keinginannya terealisasikan jika Arin menatap ke bawah, bukan ke depan.
Biipp.. Piip..
Bunyi klakson itu menghentikan langkah Arin beserta lamunannya.
"Bikin kaget aja! Siapa lagi yang ngajak ribu--" Seru Arin tak selesai setelah melihat penampakan mobil silver di depannya dengan penuh selidik. Dan ia tentu tahu siapa pemiliknya. Arin memalingkan wajah dan berjalan acuh, anggap saja lalat yang hinggap.
Tomi segera keluar dari mobil dan menghampiri Arin dengan langkah besar, "Rin, lo jangan kekanak-kanakan. Buruan masuk." Ia sudah membuang banyak waktu demi acara ngambek-ngambekan Arin, kalau sampai terlambat, dirinya dan Arin akan upacara pada hari ini, hari kamis atau mungkin melakukan tawaf di lapangan bola.
Arin geram, "Kekanak-kanakan lo bilang?!" Semestinya Tomi berkaca di cermin.
Tomi mengiyakan dengan sebuah gerakan kepala.
Arin jadi gregetan sendiri karena sikap laki-laki itu yang adem-adem saja padahal amarah Arin sudah meluap-luap, "Lama-lama gue makin kesel tau gak sama lo, Jer?! Lo itu yang kekanak-kanakan! Lo ngelarang gue keluar malem, lo ngelarang gue keluar sama cowok, ngelarang gue ini, itu, padahal gue udah gede! Gue bukan anak-anak lagi! Kalaupun lo ngelarang gue dengan alasan perbedaan gender, yang paling gak bisa dibiarin adalah lo yang cowok dan masuk ke kamar gue semaunya." Papar Arin berapi-api, "Dan inget lo bukan siapa-siapa gue!!" Sambungnya dengan penuh penekanan di setiap katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTSHIT
Teen FictionTomi tidak pernah menganggap Arin sebagai perempuan. Di matanya, Arin hanyalah seorang adik kecil yang harus ia jaga sepanjang waktu. Jika berbicara tentang hati, miliknya sudah terisi oleh orang lain. Perlahan hubungan mereka berubah ketika Arin me...