Hari berikutnya aku pulang kerja pada waktu yang sama, berharap hari ini akan bertemu dengan Jaka lagi. Namun ternyata di dalam bus tak terdapat sosoknya. Begitu pula pada hari berikutnya, lalu hari setelahnya, dan hari-hari selanjutnya, aku tetap tak dapat menemukannya. Sepertinya memang kesempatan emas tak akan datang untuk kedua kalinya.
Hari minggu biasanya aku habiskan untuk lembur, aku selalu menyibukkan hari-hariku agar tidak ada waktu untuk berdiam diri. Berdiam diri selalu membuatku berpikir macam-macam. Namun hari Minggu ini aku tidak lembur karena semua pekerjaan sudah aku selesaikan. Mungkin karena terlalu sering lembur beban kerjaku menjadi cepat terselesaikan. Hari libur pun benar-benar menjadi hari libur. Sudah lama rasanya aku tidak di rumah untuk bersantai-santai. Namun seperti ada yang aneh apabila aku terdiam di rumah, maka kuputuskan untuk pergi jalan-jalan. Entah mau kemana aku pokoknya jalan aja.
Seperti keseharianku ke tempat kerja, jalan-jalan pun aku juga menggunakan BTS. Sepertinya BTS sudah menjadi bagian dari hidupku, hingga kondektur dan supir juga sudah hafal denganku.
"Hari ini lembur lagi mas?" tanya kondektur. Kondektur yang aku tumpangi kali ini adalah seorang wanita muda dengan rambut sebahu yang aku tahu namanya Elli.
"Enggak mbak, mau jalan-jalan aja. Bosen kalau di rumah terus." Jawabku.
BTS pada pagi hari memang sangat longgar, sehingga kodektur bisa santai dalam melayani.
"Tumben mas enggak lembur?" tanya kondektur lagi.
"Udah enggak ada beban tugas lagi mbak. Udah selesai semua." Jawabku.
"Mas itu kerajinan kali, masa tiap hari minggu lembur terus. Kasian tuh badan kalau di pakai buat kerja. Ngomong-ngomong nanti mau turun mana mas?"
"Enggak tau, pokoknya jalan aja dulu. Nanti kalau aku pengen turun ya tinggal turun aja kok." kataku.
"Oh..." dan seperti itu saja tanggapannya.
Dan pada akhirnya aku turun di depan kantorku seperti biasa. Ironis memang karena aku tidak ada tujuan mau kemana, libur pun juga malah ke kantor. Aku coba untuk memasuki kantor, tapi ternyata kantor benar-benar tutup. Satpam pun tidak ada. Sepertinya tempat kerjaku memaksaku agar aku benar-benar libur.
Aku terpaksa melanjutkan jalan-jalanku lagi. aku menunggu BTS di halte biasa aku pulang. Saat nait BTS aku mendapat sapaan yang sama lagi.
"Habis lembur lagi ya mas?" tanya kondektur. Kali ini yang jadi kondektur adalah mas Ali. Pria muda berpawakan kecil. Aku kadang mengira kalau dia masih remaja.
"Enggak kok. Habis jalan-jalan aja." Jawabku.
"Jalan-jalan kok naik BTS dari halte tempat kerja mas." Kata kondektur.
"Hehehe."
"Kok kesel ya." Kataku dalam hati.
Aku duduk di belakang supir yang posisi tempat duduknya agak di atas sehingga aku bisa memandangi jalan. Rasanya aku bingung mau kemana. Ku pandangi jalanan kota solo, lenggang, tanpa ada kemacetan. Saat melewati Paragon Mall aku tak sengaja melihatnya, Jaka sedang duduk di halte seberang jalan. Namun sayangnya BTS yang aku naiki tidak berhenti di Paragon Mall. Aku hanya bisa melihatnya berlalu. Mungkin ini belumlah saatnya.
"Apakah kesempatan kedua akan datang lagi? Apakah aku yakin membiarkannya begitu saja? Masih kuatkah aku untuk menahan penyesalannya?"
Tiba-tiba saja suara dalam diriku berbisik. Aku tersadar, tidak ada gunanya untuk ragu-ragu. Berhentilah untuk menjadi pengecut.
"Pak berhenti disini!" teriakku tiba-tiba.
"Turun halte depan aja ya mas nanggung." Kata sopir.
YOU ARE READING
Move On
Short StoryHendri selalu terbayang-bayang oleh kejadian yan dialaminya di masa lalu. Penyesalan akan yang dia perbuat selalu menghantui hari-harinya. Namun hari itu, pertemuan dengan Jaka, mantan pacar yang dia campakan. membuka semua keberaniannya. Hanya Jak...