02

4 0 0
                                    

  Mentari tersenyum begitu manis pagi ini. Ia memeluk bumi dengan begitu hangatnya, memancarkan kebahagiaan di setiap hadirnya. Namun orang-orang terlalu sibuk dengan dunia nya sendiri hingga mengabaikan energi positif yang tersaji pagi ini.
"Selamat pagi, Can." Dhiey tersenyum melihat Candice yang menggosok-gosok matanya.
"Pagi.. kau nampak lesu Dhiey. Eh? Kau tidak tidur ya? apa gara-gara aku tidur di dada mu sehingga kau tidak bisa tidur?." Dhiey menggeleng.
"Sudah tak apa-apa. Lebih baik sekarang kau bersiap-siap lalu kita ke rumahmu untuk mengambil seragam. Kau bilang siap menginap tapi pakaian tak bawa. Kau ini bagaimana?," tanya Dhiey heran. Candice terkekeh.
"Sebenarnya.. aku belum izin pada ayahku. Ku rasa saat ini ia sedang kebingungan mencari ku. Maafkan aku, ayah." Ucapan Candice membuat Dhiey tersentak.
"Jadi.. jadi.. kau belum izin. Astaga.. kasihan ayahmu pasti khawatir setengah mati mencari mu. Kenapa kau melakukan itu?," tanya Dhiey sedikit emosi.
"Aku hanya bosan saja terus-terusan diatur. Aku sudah besar. Aku tahu mana yang benar dan salah. Aku bisa mengatur hidupku sendiri," ucap Candice.
"Aku sekarang tanya padamu. Apa ini tindakan benar saat kau menginap di rumah seorang pria yang bahkan bukan suami mu tanpa memberi tahu orang tuamu? karena tadi kau bilang kau mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, hm?." Candice terpojok dengan pertanyaan Dhiey.
"Salahmu juga kenapa kau mengizinkan ku menginap di sini. Sudahlah ceramahnya nanti saja. Aku mau bersiap-siap dulu," ucap Candice ketus sembari bangkit dari tempat tidur. Dhiey hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
   Setelah siap, Dhiey berencana mengantarkan Candice pulang untuk mengambil seragam. Namun saat membuka pintu..
"BUUUAAkkk!!
Sebuah tinju keras mendarat di wajah Dhiey membuat ia terdorong mundur. Candice begitu terkejut melihat ayahnya yang begitu murka.
"A-ayah?!"
Dengan kepala yang terasa pening dan pandangan yang mulai gelap, Dhiey mencoba meminta maaf.
"Maafkan aku, om." Ayah Candice menarik kerah baju Dhiey.
"Dengarkan aku anak muda, jika sesuatu terjadi pada Candice kau yang pertama yang harus bertanggung jawab." Ayah Candice melempar tubuh Dhiey ke meja hingga meja itu hancur. Tubuh Ayah Candice memang berisi dan tegap, wajar saja ia memiliki tenaga yang besar untuk menghempaskan Dhiey begitu saja. Itu berkat latihan-latihan yang ia lakukan dulu saat ia menjadi seorang anggota tentara. Melihat hal yang terjadi, Candice hanya bisa diam. Ia bingung harus melakukan apa. Ingin hatinya menolong Dhiey yang nampak kesakitan namun di sisi lain nampak ayahnya yang begitu murka karena ulahnya.
"Candice ayo pulang." Ayah Candice menarik lengan Candice memaksanya pulang. Dhiey mencoba bangkit perlahan lalu duduk di sofa. Sesekali ia menghela napasnya mencoba meredam rasa sakit di punggung nya.

  Setelah rapi memakai seragam, Candice pun bersiap pergi sekolah. Di depan rumah, ayahnya sudah di dalam mobil siap mengantarkan putri kesayangannya itu.
"Kau mau kemana, ayah?," tanya Candice keheranan.
"Mengantarkan mu tentu saja. Mulai hari ini aku akan mengantarkan sekaligus menjemputmu setiap hari, memastikan kau tidak berdekatan dengan anak itu lagi. Terserah kau suka ataupun tidak. Sekarang masuk mobil, Candice." Candice nampak enggan memasuki mobil.
"Masuk, Can," ucap ayah Candice dengan tegas. Candice pun menghela napas nya lalu menuruti perkataan ayahnya.
   Tibalah mereka di sekolah. Candice turun dari mobil.
"Ingat, nanti ayah akan menjemputmu." Candice tidak menghiraukan ucapan ayahnya dan pergi begitu saja. Nampak Dhiey berjalan menahan sakit di hadapan Candice. Ingin ia menyapa nya namun ia tahu ayahnya masih memperhatikannya. Jadi ia memilih berjalan berjauhan walau rasanya ingin ia memeluk lengan Dhiey dan jalan bersama. Candice berjalan melewati Dhiey. Dari belakang Dhiey hanya memperhatikan.
Dhiey memasuki kelas astronomi sementara Candice memasuki kelas design. Kebetulan kelas mereka bersebelahan. Sebelum memasuki kelas mereka sempat bertukar pandang. Terlihat jelas Candice meminta maaf tanpa suara dari gerak bibirnya. Dhiey hanya tersenyum.
Pelajaran pun dimulai. Dhiey memperhatikan apa yang disampaikan pengajar dengan seksama. Sampai tiba di tengah pelajaran, tiba-tiba Dhiey merasakan sakit di kepalanya. Pusing yang tiada tara. Ia memegangi kepalanya.
"Pak, boleh aku izin ke toilet sebentar?," tanya Dhiey dengan suara parau.
"Kau tak apa, Dhiey?," tanya sang pengajar. Dhiey mengangguk mantap dan langsung pergi meninggalkan kelas setelah mendapat izin. Entah kebetulan atau memang sudah begitu seharusnya. Candice terlihat sedang berjalan tak jauh dari tempat Dhiey berada. Ia melihat Dhiey yang berjalan sempoyongan.
"Dhiey?!" Segera ia menghampiri Dhiey.
"Hey, kau tak apa?," tanya Candice panik. Dhiey melirik Candice sejenak. Entah apa yang merasukinya tiba-tiba ia mendorong tubuh Candice ke tembok dan mencium bibirnya buas. Candice begitu terkejut dengan apa yang terjadi namun ia juga begitu menikmatinya. Mereka saling melumat bibir satu sama lain. Sesekali Dhiey menggigit bibir Candice membuat nya meringis. Detak jantung Dhiey berdegup kencang, setelah cukup lama mereka berpagutan tiba-tiba Dhiey tersadar.
"???!!"
Ia segera menghentikan ciumannya dan menarik tubuhnya.
"Candice.. Can, a-aku aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. Maafkan aku," ucap Dhiey terbata-bata. Candice hanya terdiam dengan wajah yg memerah sembari memegang bibir tak sanggup berkata-kata.
"Sekali lagi maafkan aku." Dhiey segera berlari kembali ke kelas. Candice hanya mengedipkan matanya beberapa kali mencoba mengerti apa yang baru saja terjadi.
"Apa yang sebenarnya terjadi padaku?," tanya Dhiey dalam hati sembari melihat telapak tangannya. Dari balik kegelapan nampak seseorang memperhatikan.
"Tidak salah lagi dia orangnya," ucap seseorang yang sedari tadi memperhatikan Dhiey.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 02, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Devil's Script [On going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang