“Perintah? Mereka memerintahmu?” Stella terlihat kesal. “Tenang. Mereka memerintahku untuk libur hari ini. Hari ini mereka akan mengecek ulang dokumen-dokumen yang ada, dan akan menunjukkan kembali besok padaku. Tetapi tetap saja aku akan menghukum mereka karena memberi perintah seenaknya padaku,” ucapku. Stella kemudian mengerti, lalu berkata, “Baguslah kamu bisa istirahat”.
Terbentang luas taman kerajaan dibawah kami. Lautan terhampar bebas nan jauh jika melihat kearah kanan dari balkon. Sedangkan lurus kedepan, bukit tinggi selalu menunjukkan matahari dikala pagi hari. Aku menggenggam tangannya dan tangan yang lain memegang pondasi balkon. “Kurasa ini pertama kalinya aku melihat matahari terbit bersamamu,” kata Stella. “Maaf, karena aku sering pergi dan ketika di Istana, kamu selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan segala sesuatu untukku,” jawabku menyesal. “Tidak, kamu tidak harus mengatakannya. Aku mengerti,” Stella membalas.
Aku berdiri dibelakangnya, dan memeluknya dari belakang. Mengunci kedua tanganku didepan perutnya dan meletakkan kepalaku diatas bahu kanannya. Aku sangat suka memberinya pelukan dari belakang. Dengan begitu aku akan belajar lebih mengerti dirinya tanpa harus melihat raut mukanya. Dia juga meletakkan kedua tangannya didepan perutnya, yaitu diatas tanganku.
“Pejamkan matamu, akan terasa lebih hangat ketika matahari terbit,” kataku. Dan tanpa sepengetahuanku, dia memejamkan matanya. “Tidurlah, aku akan mengangkatmu nanti,” ucapku lagi. “Tidak, tidak perlu,” katanya dengan cepat. “Tidak tidak tidak, jangan melakukannya,” lanjutnya. Stella melepaskan pelukanku dan menghadapku.
“Kenapa?” tanyaku heran. “Tidak jangan lakukan itu,” jawabnya. “Kenapa?” tanyaku lagi. “Bagaimana jika ada yang melihat? Tidak tidak. Jangan lakukan itu,” ucap Stella lalu menjaga jarak dariku. Aku tertawa mendengarnya, “Kamu lucu Stella”. Stella heran denganku yang malah menanggapi dirinya dengan tertawa. “Ke-kenapa kamu malah tertawa?” tanyanya dengan wajah polosnya yang terlihat seperti anak kecil.
“Kemari,” pintaku sambil menggerakkan tanganku. “Ada apa?” tanyanya lagi. Aku tidak sabar lagi dan berjalan kearahnya yang sekarang berada tepat didepan pintu balkon. “Stella, ada apa denganmu? Bukankah semuanya akan bahagia jika melihat kita bahagia? Bahkan jika kita seperti anak kecil? Lalu, kenapa kamu merasa malu? Jawab aku,” tanyaku.
“Noct,” katanya. Jika ia merasa kesal padaku, maka dia akan memanggil nama kecilku itu. Aku tersenyum, “ya? Apa yang kukatakan salah?”
“Bukan begitu, hanya saja--- entahlah!” katanya sambil berusaha melepaskan tanganku. Tidak semudah itu aku melepasnya. “Jadi, aku menang?” tanyaku menyombongkan diri. “Baiklah.... kalau begitu, kemarilah,” aku mengajaknya ketempat semula dan aku kembali memeluknya dari belakang.
Cahaya kemerahan keluar dari bukit tinggi didepan kami. Perlahan dimulai dengan warna oranye, lalu kuning yang perlahan keluar seperti emas. Dalam sekejab, semuanya menjadi sangat terang.
“Sudah mulai terbit,” kataku santai. Dia tidak menjawab dan dia tidak menggenggam tanganku. Aku sedikit melonggarkan tanganku dan mencoba menatapnya. Mulutnya terkunci dan dia hanya melihat lurus kedepan. Seperti itulah jika ia merasa kesal pada dirinya sendiri atau padaku. Tapi jika ia merasa kesal pada orang lain, tatapannya akan kosong dan telapak tangannya terbuka, setelah itu rune emasnya akan keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Morning (FF Noctis Stella)
RomanceNoctis dan Stella telah menikah. Suatu pagi, Stella merasa begitu sedih dan mengingat ayahnya yang telah meninggal. Lalu, apa yang akan Noctis lakukan? Note : Saya bukan pemilik asli dari 2 tokoh ini. Saya hanya menyalurkan kesedihan terpendam saya...