Kaki Rusmini lemas, saat tahu siapa yang keluar dari dalam rumah tingkat bercat hijau itu. Rumah besar yang dikelilingi pagar tinggi, kelihatan sangat mentereng dibandingkan dengan rumah kanan kirinya. Jantung perempuan itu seakan mau lepas saat melihat pasangan yang keluar dari dalam rumah. Lelaki dan perempuan itu sangat dikenalnya dengan baik. Sang perempuan bergelayut manja pada lelaki itu, yang tak henti mencumbuinya. Laiknya pengantin baru.
Darah Rusmini mendidih. Berkali-kali ia mengucek-ngucek matanya, seakan tak mempercayai penglihatannya. Melihat Kang Parlan dan Yu Sasmi terlihat mesra menuju kemobil.Sepertinya mereka akan keluar.
Kemudian seorang pembantu rumah tangga tergopoh-gopoh membuka pintu ngerbang. Secepat kilat, dia langsung menerobos masuk, dan berdiri didepan mobil mereka.
Parlan dan Yu Sasmi terkejut dengan kedatangan Rusmini yang tiba-tiba.
Rusmini gelap mata, dia langsung menampar suaminya. Sakit hati dan rasa lelahnya mencapai ubun-ubun. Kemarahan yang ia tahan selama ini lepas tak terkendali. Semua begitu cepat, hingga Parlan tak dapat mengelak, saat Rusmini menamparnya.
PLAKKKKKKK......"ini untuk kekejamanmu, Kang."
PLAAKKKKKK......." dan yang ini untuk Raka"
Mata Rusmini berkilat-kilat marah. Dadanya rasanya tak muat memendam semua kekecewaan terhadap suaminya. Apa yang dilakukannya selama ini sia-sia. Bah!!! Menyakitkan hati.
"Satu lagi! Hebat sekali kamu kang, kamu tega menelantarkan istri dan anakmu hanya untuk wewe gombel itu.Oh....luarbiasa sekali! Silahkan saja kalian bersenang-senang. Tapi ingat Kang, Tuhan tidak tidur. Kalian tidak akan pernah tidur nyenyak!! Mata Rusmini menantang suaminya. Dia tidak takut lagi kepada lelaki yang amat sangat dia hormati. Rasa sesalnya menggunung. Kenapa selama ini dia masih bertahan dengan suami brengsek macam Parlan.
"Hahahahhahaha.....kenapa Rus, banyak nyamuk ya" kata Parlan setengah mengejek. Kepercayaan dirinya kembali, saat melihat selingkuhannya.
Mendengar jawaban suaminya, Rusmini melengos. Kemudian dia melihat kearah Yu Sasmi yang menatapnya datar. "Ternyata kamu perempuan yang selama ini melintrik suamiku...hatimu busuk Yu, lebih busuk dari comberan!" Perempuan itu tak menyangka sama sekali Yu Sasmi, yang selama ini baik dengannya ternyata menusuknya dari belakang. Rasa sakit hatinya tak tertahankan.
Yu Sasmi berkacak pinggang, memandang rendah Rusmini
"Jangan salahkan aku Rus, itu semua salahmu yang tak pandai menjaga suamimu. Lihat dirimu itu, heh...wajah bulukan dan ndeso" cibir Yu Sasmi tanpa perasaan.
Senyum Rusmini sinis.
"Kita lihat saja nanti, siapa yang lebih ndeso. Kamu atau aku Yu....." Rusmini menatapnya dengan getir. Sebenarnya tangannya ingin merobek mulut Yu Sasmi. Namun otaknya masih waras. Untuk apa juga berebut lelaki dengan wanita yang tak menghargai dirinya sendiri. Tak perlu dia membela diri lagi. Setelah itu Rusmini pergi tanpa menoleh dengan hati hancur. Setengah jiwanya telah pergi, membuatnya berjalan seperti orang melayang.Tak ada lagi yang perlu dipertahankan sekarang. Suaminya telah memilih wanita lain. Dan dia tidak berkeinginan untuk merebutnya kembali.
Lihat saja nanti, kang. Siapa yang akan menjadi pemenang. Dendam membara timbul dihatinya. Dia tak boleh kalah, dia tak boleh putus asa, sebab ada Raka anaknya. Dia harus bangkit dan membalas dendam.
Setibanya dirumah sakit, dia tersenyum melihat Raka disuapi Mba Paikuk.
"Ibu...kenapa lama sekali? Protes anak lanangnya. Dia memeluk ibunya erat. Raka semakin manja kepada dirinya.
"Ibu tadi banyak urusan nak, maaf ya....sudah menunggu lama." Jawabnya pilu.
"Bu....kata dokter, besok Raka sudah boleh pulang."
"Benarkah?" mata Rusmini membulat, ada kelegaan sekaligus kesedihan terpancar dari matanya. Lalu ia melihat kearah Mba Paikuk.
"Iya mba....tadi dokter bilang begitu." Paikuk menelisik Rusmini lama. Perempuan didepannya itu kelihatannya sedang kalut. Kemudian dia mengajak Rusmini keluar. Setelah selesai menyuapi Raka.
"Ada apa Mba.....? Pertanyaan mba Paikuk membuat Rusmini menangis. Ketegarannya ambrol saat melihat wajah polos anaknya tadi. Paikuk membiarkan Rusmini puas menangis. Tadi, dia cepat-cepat kerumah sakit, saat mendengar ibu-ibu tetangga Rusmini bergosip kalau Rusmini diusir dari rumahnya.
"Kang Parlan dan Yu Sasmi, mba....." Perempuan itu menangis lagi, Badannya sampai tergoncang hebat. Kejadian tadi menorehkan luka yang teramat dalam dihatinya.
***
Mendung menggelayut diatas langit. Rusmini menggandeng anaknya masuk ke dalam pasar. Ke Toko mereka. Orang-orang menatap mereka,sedih. Sehingga tak mampu mengucapkan sepatah kata.
Dengan bantuan Mba Paikuk dan suaminya, Rusmini mampu menyulap tokonya menjadi tempat istirahat yang nyaman. Rusmini tersenyum puas, tetapi tidak dengan Raka. Bocah itu kelihatan bingung. Melihat Rusmini menata kasur dan baju-baju miliknya pada sebuah kotak kayu yang bisa dipakai untuk tempat duduk.
"Ibu.....kenapa kita tidak pulang kerumah"
"Untuk sementara kita tidur disini, nak. Sebab, rumah kita sudah dijual bapakmu....." tangan Rusmini mengelus kepala anaknya. Lebih baik jujur pada Raka daripada dia mendengar dari orang lain.
"Iya le, ayo..bantu om pasang tivi, supaya Raka tidak jenuh" kata suami Mba Paikuk, menghibur Raka.
Sedangkan Mba Paikuk memalingkan mukanya. Setitik airmata menggenang di pelupuk matanya. Dia sangat kasihan melihat nasib Rusmini yang mengenaskan. Harus tinggal di toko yang sempit. Sedagkan suaminya malah hidup mewah dan berfoya foya dengan wanita yang selama ini akrab dengan istrinya. Rasanya hidup tak adil. Dia tahu persis, bagaimana Rusmini pontang panting ikut bekerja, membantu Parlan, sehingga sampai memiliki banyak rumah kos. Setelah sukses....Parlan malah membuang perempuan itu dan darah dagingnya sendiri. Oalah mba...apes nian dirimu. Dia cepat-cepat menghapus airmatanya sebelum Rusmini dam Raka melihat.
"Mba.....apa tidak sebaiknya mencari kontrakan saja. Kasihan Raka disini."
Rusmini tersenyum tipis. Ia mengerti kekhawatiran Paikuk. Namun.....saat ini, disinilah tempatnya yang paling aman. Disitu dia bisa berdagang dengan tenang sambil mengasuh Raka. Nantinya pelan-pelan dia akan membuat Raka mengerti.
Memang menyedihkan, tetapi setidaknya ada tempat buat mereka bernaung, tidak kehujanan dan kepanasan. Rusmini berusaha mengambil sisi baiknya. Allah maha baik, disaat kehidupannya terpuruk. Allah mengirim orang-orang baik untuk menolongnya. Tanpa diminta, Pak Burhan membayar biaya rumah sakit Raka. Mba Paikuk dan teman-temannya dipasar juga turut iuran membantunya. Uang itu dipakai Rusmini untuk membeli peralatan dapur dan kasur, juga televisi bekas ukuran 14 inchi. Sedangkan uang pemberian ibu tua di masjid, dia pergunakan untuk menambah modal toko kelontongnya.
Semangat hidup Rusmini terus tumbuh saat melihat wajah putranya Raka. Raka seperti api yang membakar jiwanya supaya tetap berdiri tegak dan tak memperbolehkan dirinya kalah oleh nasib. Parlan dan Yu Sasmi sudah dianggapnya mati. Sekarang hidupnya hanya untuk Raka. Pikirannya sibuk memikirkan bagaimana membuat anak satu-satunya itu bahagia.
Rusmini sudah memikirkan semuanya, Pelan-pelan ia ingin menata kembali hidupnya termasuk bercerai dengan Parlan. Beberapa hari ini hidupnya damai, tak ada lagi yang memukul, memakinya, membentaknya atau melecehkannya. Dia menyadari selama ini dia dungu mempertahankan perkawinan hanya untuk menutupi ketakutannya akan label janda. Padahal jelas, Parlan sudah menginjak-nginjak harga dirinya sebagai seorang perempuan, istri dan ibu. Kini dia tak takut lagi.
Hujan deras mengguyur disertai petir yang menyambar-nyambar. Rusmini membawa Raka dalam pangkuannya. Menciuminya dengan kasih. Hanya Raka harta yang paling berharga yang dimilikinya sekarang. Dia harus bisa menjaga dan mendidiknya dengan baik.
Suara petir terdengar keras, Raka memeluknya. "Ibu.....aku takut"
"Jangan takut nak. Selama ada ibu disampingmu." Bisiknya lembut ditelinga anaknya. Raka tersenyum menatap ibunya. Yach.....mereka tak boleh takut akan masa depan, selama melibatkan Allah dalam hidup mereka. DIA akan selalu menjaga mereka dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintrik
Historia CortaTik tak tik tak, suara jam weker, terdengar keras. Telinganya menjadi berisik. Dia Mengambilnya dan menindihnya dengan bantal. Namun tetap saja, suara jam weker itu tetap mengganggu istirahatnya. Perempuan itu kesal dan meletakkannya weker itu kemba...