"Alvin, kamu mau apa?"
Gadis itu beringsut, menjauh dari tempat Alvin duduk manis sejak tadi. Pria itu berdeham, mengikis jarak di antara mereka dengan cepat.
Tangannya menyingkap rambut yang munutupi telinga gadisnya, bibirnya berbisik, "Aku mau kamu, Dit."
Gadis itu mematung. Tubuhnya menegang seketika. Suara pria itu bagai bayang-bayang yang membuat tubuhnya meremang.
Gadis itu meringis. "Aku ... ambil minum dulu, Vin." Ia pamit dan beranjak dari tempat duduknya.
Terlambat. Cekalan tangan Alvin menahan pergerakannya. Memaksa gadis itu kembali duduk dan menatap Alvin keheranan. "Kenapa?" Ia bertanya tanpa dosa, menatap wajah Alvin yang kini balik menatapnya sarat makna.
"Aku mau kamu, Dita!" Ia bergumam hal yang sama.
Dita, bukan gadis yang polos. Dia tahu ke mana arah perkataan kekasihnya ini. Dengan kesadarannya, ia mendorong dada Alvin yang berusaha mendekat.
"Nggak, Vin!" Dita menyangkal, ia tak boleh melemahkan pertahanan.
Alvin menatap manik mata gadis di hadapannya, membuat Gadis itu terlarut dalam tatapan hangatnya.
"Aku kasih apa yang kamu mau, asal kamu kasih yang aku mau." Nyalang. Tubuh Alvin mulai berang, berontak dengan keadaan yang menyiksanya saat ini.
Dita termenung. Semuanya?
"Semua, Vin?" Gadis itu menatap penuh harap, menanti anggukan dari pria di hadapannya.
Alvin mengiyakan, membuat jantung Dita berdebar hebat. Yang dirinya inginkan, hanya sebatas teman berbagi dan biaya hidup sehari-hari.
"Kamu ... janji? Bakal penuhin apa yang aku mau?" Alvin tersenyum manis.
"Janji."
Tatapan Dita menggelap, dirinya memilih untuk tersesat, dibawa oleh ketidakpastian yang kini tampak memikat. Mengesampingkan risiko yang sewaktu-waktu dapat membuat dirinya terjerat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Gadis 2
Teen Fiction(Follow sebelum membaca) "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung." Miris. Gadis itu hanya bisa tersenyum manis, untuk menutupi setiap senyum sinis. Kometar kritis terlontar dari para elitis. Bahkan, gadis itu tak perlu premis. Kisahnya sudah...