Chapter two

15.5K 1.2K 34
                                    

"Gimana rasanya jadi bottom ?" Tanya Anthony membuat Bryce tersedak makanannya sendiri. Dengan cepat Bryce mengambil gelas berisi air minum dan diteguknya air dalam gelas tersebut.

"Sialan kau ! Aku sedang makan bodoh !" Maki Bryce.

"Cerita cepat ? Kita penasaran."

"Tidak akan !"

"Sudah guys. Lebih baik nanti malam kalian semua datang kerumahku." Ujar Steven melerai perdebatan antara teman-teman bodohnya.

"Kenapa ?"

"Hari ini kakakku tungangan. Dia mengundang kalian. Maaf aku lupa beritahu kalian lebih awal." Jawab Steven.
Semua mengangguk dan akan datang keacara pesta pertunangan kakak Steven.

Beruntung bagi Bryce karena Steven bisa mengalihkan pembicaraan. Sungguh ia sedang tidak mau membahas kejadian yabg membuatnya sukit berjalan. Bahkan ia harus rela menginao di hotel satu hari agar dapat berjalan normal. Tidak mungkin kan dia pulang dengan jalan yang sedikit aneh. Bisa-bisa kalau kakaknya menyadari cara jalannya, pasti akan disidang habis-habisan dirinya. Tetapi ia tak bisa pungkiri kalau kejadian itu adalah pengalaman yang menarik baginya. Bahkan sekarang Bryce seperti sedang meragukan orientasi seksualnya. Tidak mungkin dia menikmati kejadian tersebut kalau dia seorang straight sepenuhnya.

*****

Lima tahun kemudian....

"Papa Blady mau mainan balu !" Seru anak laki-laki kecil dengan cadelnya. Ia meloncat-loncat digandengan pria sebelahnya.

"Sabar sayang. Tunggu papa gajian nanti papa belikan mainan." Jawab pria yang dipanggil papa tadi. Anak kecil tersebut mengerucutkan bibirnya.
Sakit dan sedih saat mendengar keinginan anaknya yang belum bisa ia wujudkan. Padahal hanya sebuah mainan. Tapi dia belum bisa membelikannya. Dia harus berhemat demi kebutuhan sehari-hari dirinya dan anaknya. Sungguh pilu sebenarnya mengingat hal tentang kehidupannya sekarang.
Kehidupan yang gemerlap sudah hilang. Hidup yang penuh dengan kemewahan sekarang sudah tidak ada. Jangankan itu. Bahkan teman-temannya yang dulu selalu bersama-sama sekarang meninggalkannya. Bukan meninggalkan. Lebih tepatnya jijik pada dirinya yang aneh. Ya, mungkin aneh kalau kalian mendengar fakta tentangnya.
Dulu ia benci pada dirinya sendiri. Bahkan ingin rasanya mengakhiri hidupnya. Menganggap dirinya aneh. Jijik pada dirinya sendiri. Apalagi dengan masalah yang selalu muncul padanya pada dahulu. Hingga waktu terus berlalu dan dia menerima takdinya. Menerima segala konsekuensi atas perbuatan yang ia perbuat.

Sekarang, ia tidak terlalu sedih. Karena selalu ada orang yang menjadi penyemangatnya. Brady, ya anak kecil lima tahun yang menggemaskan itu adalah penyemangatnya. Pipi gembulnya serta lincah. Rasa lelahnya bekerja terasa hilang saat melihat wajah anaknya.

"Papa !" Dia tersadar. Ternyata mereka sudah sampai. Bagaimana bisa dia terhanyut dalam kenangan pahitnya. "Dali tadi Blady panggil papa. Papa kenapa ?" Ia tersenyum melihat muka cemas anaknya.

"Tidak apa sayang. Kita sudah sampai ? Yasudah. Ayo kita panggil bibi." Dengan semangat Brady memanggil bibi kesayangannya. Dia sungguh tak sabar ingin bertemu bibinya.

Tak lama mereka memanggil, pintu rumah didepan mereka terbuka dan menampilkan seorang wanita yang masih terlihat muda. Walaupun ada sedikit helaian rambut putih. Wanita tersebut tersenyum dan langsung menangkap Brady yang berlari kearahnya. Ia memeluk Brady dan menciumnya. Sungguh anak yang menggemaskan, batinnya.

"Ah lihat anakmu Bryce. Sungguh menggemaskan." Ucap wanita tersebut sembari mencubit pipi gembul Brady.

"Aw ! Sakit bi. Ugh !" Seru Brady sambil mengelus kedua pipinya yang terasa sakit. Sebenarnya wanita yang memeluknya itu hanya mencubit pelan. Kedua orang dewasa tersebut tertawa melihat tingkah Brady.

Impossible (m-preg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang