Tentang Hati

14 2 2
                                    

Cinta dan Rahasia - Yura Yunita feat. Glenn Fredly.

Request yang kutunggu berhasil diputar untuk pertama kalinya. Mengikuti iramanya yang mengisi telinga, jatuh kehati, sampai meneteskan air mata bersih dipelupuk. Setiap nadanya kurasakan begitu pilu dengan apa yang telah dialami hati ini.

Sudah satu semester ini aku dan Ben menjadi sahabat sejak berstatus mahasiswa baru di kampus. Apalagi saat kami mengetahui kos tempatku tinggal tidak jauh dari rumahnya, kami menjadi lebih dekat setelahnya. Mungkin jaraknya seperti dalam lagu Lima Langkah. Kami sering belajar bersama di perpustakaan, berboncengan ke kampus, tambahkan berwisata alam juga berdua. Membuat jomblo-jomblo hanya menganga iri tidak mengetahui hubungan kami sebenarnya yang hanya sahabat.

Seiring telur ayam peliharaan ibu kosku telah menetas delapan, disitu pula hampir genap dua semester kami bersahabat. Jajan bersama, saling bertukar tugas masih langgeng kami lakukan. Hingga akhirnya Ben membuat wanita yang belum pernah mencicipi legitnya gula kasmaran ini mulai ketagihan tanpa ia ketahui. Berbulan-bulan memutuskan menjadi pengagum rahasianya, membuat diriku mantap menyatakan perasaan padanya yang ingin menjadi lebih dari sekedar teman akrab, teman makan. Begitu ingin. Ingin.

Sampai kemarin, hari kudengarnya salah satu anak ayam ibu kosku mati tertabrak motor suaminya sendiri. Surat kasmaran yang kubuat akan kuberikan pada Ben terang-terangan. Namun, saat kami bersantai dan bercengkrama renyah di taman ditemani awan gelap yang menggulung-gulung datang, "Ra, Apakah kau mengenal Zoy?" Kalimat itu mengawali remuknya hatiku. Mulai menceritakan wanita yang menjadikan dirinya terpukau. Aku semakin pilu mendengarkan pujian itu semakin memuncak. Sampai finalnya ia ucapkan persaannya yang telah lama terpendam pada Zoy, dan meminta pendapatku jika Zoy dijadikannya kekasih hidup bahkan sampai memiliki anak. Aku hanya mengangkat kedua bahuku tinggi-tinggi dengan bersimpul senyum setiap ditanya. Dan aku lupa, siapa yang tau tatapan hatinya? Maaf jika aku terlalu percaya itu untukku. Itu cukup menambah nilai pilu lebih dalam dihati  ini, mengetahui Zoy adalah sahabat baik sma-ku dikampung halaman yang akan jarang orang temukan sepertinya. Dan perlu diketahui, itu membuatku lebih sering termangu di atas kasur ditemani alunan lagu diradio sampai pagi ini.

Penantian Berharga - Rizky Febian.

Lagu silih berganti baru. Mentari juga ikut teralun sendu. Tapi kuping ini lambat laun panas mendengarkan. Hati pun ikut bergejolak makin ganas. Cukup. Sebelum terdengar suara radio pecah di kamar, kumatikan radio yang terpampang di meja rias itu. Mengingat pula, sudah pukul sembilan pagi untuk telat sampai di kampus--Karena Ben kusuruh jangan mengantarku mulai hari ini.

Tiba di kampus, tubuhku mencoba berlari. Satu dua anak tangga ternaiki, tiga empatnya aku merasa seluruh urin dalam tubuhku tidak sabar untuk keluar. Dan akhirnya, rasa kebeletku telah terbayarkan semuanya. Namun, telat jam kuliah pertama menuntutku untuk tetap tidak bersantai-santai. Toilet masih sepi, begitu pun koridor yang tak terdengar derap langkah walau hanya seorang yang lewat. Kubuka pintu toilet yang berdecit nyaring didengar. Tiba-tiba aku menabrak seorang pria yang terpagar di depan pintu toilet wanita. Kunaikan pandanganku pada wajahnya yang beralis tebal.

“Aira, maukah kau menemaniku untuk tak lebih dari sahabat?”

“Ben?”, tiba-tiba Ben memelukku.

“Maafkan aku yang tak pernah mengerti dan telah membuatmu kacau begini.”

“Cukup gurauannya Ben! Bagaimana dengan Zoy?”. Kujauhkan badannya dariku.

Ben melepas pelukannya. Ia menunjukkan sepucuk surat yang seharusnya kuberikan padanya kemarin. Oh tidak, pasti surat itu jatuh atau tertinggal atas kecerobohanku. Aku cepat-cepat mengambilnya, namun Ben justru memainkan surat itu seperti sedang menggoda kucing dengan benag wol.

“Aira, cukup. Perasaanmu padaku itu lebih dalam dari rasaku padanya. Aku telah memilihmu. Dan lihatlah matamu yang membekas tangisan! Apakah aku masih bergurau?”. Cepat-cepat kuusap mataku. Ben mulai menatapku serius.

“Jadi?” Tak menunggu jarum detik tergerak, aku sudah mengangguk mengiyakannya.

Begitu bahagia yang kurasa. Dan lagi, maafkan aku masalah hati. Siapa yang tau hatinya membalikkan tatapannya? Meyakikan kepercayaanku. Walau, kebahagiaanku terlahir dari depan toilet wanita yang bau anyirnya masih tercium.

*

Setiap harinya aku dipenuhi rasa ini. Rasa akan bahagianya aku untuk terus bersamanya. Ditambah alunan lagu-lagu radio yang setiap kuputar menyuarakan kebahagiaan. Tapi sebahagianya aku kali ini tidak manghasutku untuk me-request lagu sesuai kata hati berkata. Karena kebahagiaan itu hanya singgah sementara. Tak lebih dari 2.928 jam saja.

Kedua Kalinya - Sheryl Sheinafia.

Anak-anak ayam peliharan ibu kosku digiring masuk olehnya. Hujan datang mengacaukan aku dan Ben yang sedang asik bersantai di taman. Aku segera beranjak. Tapi Ben lebih cepat menyergahku, berteriak mengalahkan suara hujan.

“Ra, jangan pergi! Ayo main hujan bareng.”

“Em… Ok. Tapi gak lama-lama yah”. Hal ini membuat senyum lebarku enggan untuk terlepas.

“Hahaha…. Ben ini seru.” Kataku yang tengah menari-nari layaknya anak kecil. Berkejar-kejaran melintasi taman kota yang indah.

“Aira, tetap disitu! Aku mau kasih kamu kejutan yang lebih seru, bahkan sampai kamu gak akan melupakannya​. Sekarang merem yah.”

Oke, kuikuti permintaannya. Tangan mungilku segera menutup mata yang kuyup ini. Tapi, saat mata terpejam tak lebih dari detik jarum ketiga, hal nahas terjadi. Suara klakson keras terdengar menyeruak bersama teriakan yang kukenal. Dalam tatapanku yang terbuka perlahan aku melihat sendiri bagaimana Ben tertabrak mobil yang melaju cepat tanpa kendali mengararah ke tengah taman, tepat menyeruduk Ben. Dan takdir Allah memang siapa yang tau. Bertempat di  taman yang terlihat aman dari jangkauan kecelakaan saja masih tak bisa menghalangi rencana-Nya sore ini. Segala cara memang bisa terjadi bagi empunya seluruh alam. Aku teriak sejadinya. Menghampiri Ben dengan cepat seperti warga sekitar yang segera menyemutinya. Sungguh kejutan yang tidak lebih seru, walau memang kuakui aku tak akan pernah melupakannya.

Dari Mata - Jaz.

Hujan dibulan lain masih menderu. Lagupun silih berganti baru, mencoba menyanyikan tiap liriknya. Tapi hei, aku masih berduka! Orang yang begitu kusayangi telah tiada berbulan-bulan lalu. Dan akhirnya, terdengar suara radio pecah dari kamarku. Hati ini benar-benar masih merindu pada Ben.

Tiba-tiba terdengar bunyi ketukan keras berkali-kali dari luar pintu kosku. Dan bunyi itu tak disahut satupun orang dari tujuh orang yang berkos disini. Sedangkan si tuan rumah sedang tidak di rumah. Apa harus aku? "Sebentar", kataku agar ia tidak mengetuk lagi. Saat kubuka, aku tertegun melihat siapa yang datang. Aku perlu mengucek kembali mataku untuk sekedar memastikan ini bukan hanya sekedar ilusi. Waw, lelaki beriris mata cerah, dan bulu mata yang menawan dengan bibir kelopak matanya yang hitam legam terbungkus apik wajahnya yang bercorak arab. Dan disanalah tatapan kami saling berbicara. Hati saling bertatap. Menyulam indah senyum diwajahnya.

"Tempat kos saya yang dulu sering bocor, dan apakah saya bisa pindah disini?", Suaranya hangat penuh keakraban. Aku tak tau, tapi aku merasakan kembali apa yang pernah kurasakan terhadap Ben. Aku juga tak pernah tau, bahwa rasa cinta yang Ilahi berikan bisa sekehendaknya datang dan pergi, menghiasi dan mengacaukan. Semoga saja aku tak salah dengan tatapan hatiku kali ini, juga hatinya. Dan sepertinya aku salah telah memecahkan radioku.

---
Ini short storyku yang kuposting pertama, bagiku Alhamdulillah.
Mohon lanjut

Pilih AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang