Langkah Awal si Ambisius [1]

5.5K 478 43
                                    

Langkah tergesa-gesa Sakura itu menggema dengan jelas di koridor lantai dua. Karena kebiasaan guru kelas bahasa yang amat sangat cerewet itu, membuat Sakura hampir terlambat untuk melaksanakan makan malam bersama kali ini.

Mentang-mentang guru bahasa, memangnya dia bebas untuk mendongeng sepuasnya? batin Sakura mendumel habis-habisan dalam hati.

Karena terus-terusan sibuk dengan gerutuannya, Sakura bahkan sampai tidak menyadari kalau ada orang yang tengah berjalan berlawanan arah dengannya di depan sana.

Dan tentu saja, mereka pun bertabrakan. Entah ini salah Sakura atau orang itu yang memang sengaja berniat menabrak Sakura. Hingga membuat buku-buku yang dipegang Sakura itu jatuh semua.

"Eh, maaf-maaf! Aku tidak li- Sai?" Sakura membulatkan matanya terkejut ketika mengetahui siapa yang ia tabrak beberapa detik yang lalu.

"Hai, bagaimana kabarmu?" Sai menyunggingkan senyum semanis mungkin pada Sakura. "Lama tidak berjumpa."

Sakura menatap pemuda berkulit pucat itu dengan sengit. Sial, kenapa hari ini terasa seperti neraka!?

Pertama, guru bahasa yang amat cerewet nan menyebalkan. Kedua, mantan sialan yang tiba-tiba muncul di depannya.

Mungkin nanti dia akan bertemu dengan si Uchiha lalu bertengkar dengannya. Cocok, menambah kelengkapan hari yang buruk bagi Haruno Sakura.

"Mau apa kau?" desis Sakura tajam. Ia melihat ke sekitar, koridor mulai ramai.

"Um, aku hanya ingin berjalan-jalan," jawab Sai, masih tersenyum. "Dan mungkin, Tuhan ingin mempertemukan kita di sini."

Sontak, Sakura langsung berlagak seolah-olah ingin muntah. Menjijikkan!

"Pergilah, aku tidak ingin melihat wajahmu," ujar Sakura yang kemudian berjongkok, hendak mengambil buku-bukunya yang tergeletak di lantai.

"Biar kubantu." Sai ikut berjongkok, hendak membantu Sakura. Namun perempuan itu langsung mendorong Sai jauh-jauh.

Merupakan sebuah kebiasaan bagi Sakura yang suka mendorong orang-orang yang menurutnya menyebalkan, jangan heran.

"Tidak usah! Sana pergi!" Sakura hendak pergi, namun tangannya ditahan oleh Sai agar dia tidak pergi.

"Sakura, aku tahu kau masih mencintaiku," ujar Sai yang terdengar seperti ejekan. "Aku tahu itu."

Sakura berusaha melepaskan tangannya dari Sai, namun semua sia-sia. Karena tenaga Sai jauh lebih besar dibanding tenaganya.

"Lepas, Sai!" pekik Sakura keras, membuat murid-murid yang berlalu-lalang di koridor ini menatap mereka berdua dengan tatapan ingin tahu.

"Bahkan kau tidak sanggup menjalani hari-harimu setelah putus dariku, 'kan?" Sai menyeringai.

"Sok tahu." Sakura berusaha mati-matian untuk menenangkan dirinya yang mulai gugup itu.

Sai terkekeh pelan, lalu menggeleng keheranan. "Masih bisa berbohong juga kau, Sakura."

Sakura ikut-ikutan terkekeh, padahal jantungnya berdegup sangat kencang. "Haha, karena memang itulah realitanya, Sai. Terima sajalah, aku sudah tidak memiliki perasaan padamu."

"Wah, secepat itukah?" Sai menatap emerald Sakura lamat-lamat.

Sakura menelan ludahnya mati-matian. Jika boleh jujur, dirinya memang masih memiliki perasaan pada Sai. Tapi demi harga diri, tentu saja Sakura tidak akan jujur pada mantannya itu.

"Ya, secepat itu," jawab Sakura dengan suara yang tegas, agar bisa meyakinkan Sai kalau dirinya memang sudah tidak punya perasaan lagi padanya.

"Baiklah kalau begitu." Sai tersenyum, ia pun melepas tangan Sakura. "Tapi kau harus buktikan padaku, kalau kau benar-benar sudah move on dariku. Bisa?" Sai menyeringai.

HIV-Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang