Amarah langit tidak membuatnya gentar. Mata gelapnya semakin nyalang bersamaan dengan guyuran air hujan di pergantian musim. Dingin mencekam. Tidak bagi Jeon Jungkook. Tubuh anak lelaki berusia lima belas tahun itu justru mengeluarkan uap. Langit seolah-olah memohon agar bocah itu berhenti melakukan perbuatannya.
Satu.
Dua.
Tiga.
Empat.
Belum. Dia belum puas.
Jeon Jungkook tetap memberikan tinjuan mematikannya ke titik yang sama. Objeknya sudah tak sadarkan diri. Terkulai lemas di lantai dengan darah menggenang di sekujur tubuhnya. Dia tidak peduli kalau orang tersebut sudah mati atau belum. Putra bungsu sekaligus generasi terakhir keluarga Jeon itu telah berhasil melaksanakan tujuan utamanya untuk bertahan hidup.
Di salah satu sudut ruangan, terdapat dua orang lain yang mengamati bagaimana prosesi balas dendam itu berlangsung. Salah satunya duduk di kursi kayu yang rapuh dengan sebatang rokok di tangannya. Sedangkan yang lain berdiri di sampingnya, meminum sekaleng bir dengan kadar alkohol rendah.
Orang yang berdiri menjulang dengan tinggi seratus delapan puluhan itu menoleh pada lelaki berkulit putih pucat di sampingnya.
"Bagaimana sekarang?" tanyanya.
Tak ada jawaban. Orang yang ditanyai tersebut justru menyentil puntung rokok yang tersisa setengah, kemudian menyalakan lagi yang baru.
"Suga," panggil lelaki bernama Namjoon itu.
"Terserah," jawab Suga dengan rokok terselip di antara bibirnya. "Aku di sini hanya untuk membayar hutangku."
Mendengar obrolan Suga dan Namjoon, Jeon Jungkook berhenti menghantam salah satu manusia yang paling dia benci di muka bumi. Detik itu, dia baru tersadar bahwa tangannya terasa kebas. Lebam dan terluka karena terlalu banyak meninju wajah korbannya yang sudah tak berbentuk lagi. Darah melumuri tangannya yang terasa seperti batu.
Dia perlahan bangkit dari posisinya dan berdiri tegap. Dengan tangan yang lain, Jungkook membersihkan bekas darah yang mengotori wajahnya, lalu menoleh ke arah di mana dua orang itu berada.
Dari tempatnya berdiri, dia berkata, "Saya ikut kalian."
Namjoon mengangkat sebelah alisnya. Dia membuang asal kaleng bir yang masih tersisa seperempatnya. Bunyi hantaman tersebut menggema ke seluruh sudut gudang gelap di mana mereka berada. Bir yang dinikmatinya beberapa saat lalu itu pun membanjiri lantai. Namjoon berjalan menghampiri Jungkook. Kaki panjangnya bergerak santai dan membuatnya nampak angkuh. Dia berhenti sekitar lima meter dari tubuh-tubuh tak bernyawa yang berjejer di depan Jeon Jungkook.
"Sialan. Kamu belum mengerti?" Namjoon terkekeh sinis. "Seperti yang kamu dengar tadi, kita di sini hanya melunasi hutang. Membantu kamu hidup dan memberi sedikit ilmu untuk bertahan. Sekarang, semua sudah selesai."
Jungkook terdiam. Dia menatap lelaki berkulit putih pucat yang duduk santai dengan sebatang rokok di sana. Laki-laki muda berumur sembilan belas tahun yang melatih dan mengajarinya segala hal. Semua yang dilakukan Jeon Jungkook malam ini. Hal yang harus dia lakukan demi harkat dan martabatnya sebagai penerus terakhir keluarga Jeon.
"Izinkan saya."
Kim Namjoon mengangkat kedua alisnya. Ini merupakan kali pertama baginya untuk menyaksikan sendiri bagaimana seseorang dengan sukarela menjerumuskan diri ke dunia gelap yang mengikat dan membelenggu. Tanpa paksaan. Orang-orang yang berurusan dengan Min Suga selalu berupaya untuk melarikan diri dan terlepas darinya. Namun, bocah ini....
"Sa-saya sudah tidak punya tujuan untuk hidupㅡ"
"Kemarilah."
Jungkook tersentak. Tidak menyangka bahwa pria yang telah menyelamatkan nyawanya dan mengajarkannya cara bertahan hidup itu memintanya untuk mendekat. Dia menatap lekat Min Suga, pria yang tidak dia ketahui asal-usulnya tersebut. Bak terhipnotis, dengan langkah gontai bersama tenaganya yang tersisa, Jeon muda pun bergerak menghampirinya.
Lelaki remaja itu berdiri sekitar tiga meter dari Suga. Kedua matanya melebar ketika melihat tangan Suga yang terulur, menawarinya sekotak rokok.
"Ambil."
Jungkook menurut. Dia mengambil salah satu batang rokok. Perlahan, tangannya naik dan meletakkan rokok tersebut ke sela bibir. Suga mengeluarkan sebuah pemantik klasik berwarna keemasan dan menyalakannya. Lalu dia menyuruh Jungkook untuk mendekat dan ingin menyulutkan rokok tersebut untuknya.
Jantungnya terasa berdegup lebih cepat. Dada berdebar keras. Napas pun tertahan. Jeon Jungkook mendekatkan ujung rokoknya pada api yang menyala di ujung pemantik. Terlintas sebuah pertanyaan di benak lelaki muda tersebut.
Apakah dia juga akan dihabisi dengan sebuah pemantik karena telah bersikap lancang pada pria bermarga Min itu?
Tidak.
Setelah rokok tersulut, Min Suga justru berkata;
"Selamat datang di Triptych, saudaraku."
Dari belakang punggungnya, Jungkook mendengar Namjoon menambahkan dalam bahasa Inggris, "Once you're in, there's no way out, brother."
Detik itu merupakan momen untuknya. Jeon Jungkook yang baru. Jeon Jungkook dari Triptych.
🔥
eri's note :
Hellooo, gengs!
Apakah ada yang rindu dengan cerita ini?Well, this story will be my new project.
Bagaimana dengan cover barunya?
Apakah kalian berminat?
KAMU SEDANG MEMBACA
JEON'S ETHEREAL
Fanfiction[Telah dibukukan] Insiden mengerikan di hari istimewa Jungkook mengubah kehidupannya. Kala Jeon muda hampir menyerah, takdir mempertemukan dirinya dengan seorang lelaki bernama Min Suga. Pertemuan itu menyelamatkan hidup Jeon Jungkook. Namun, tanpa...