1

98 12 25
                                    

Please don't lie.
.
.
.
Cahaya dan asap putih tebal  mulai menghilang dari pandangan bocah itu, bisa terlihat dengan jelas anak laki-laki itu ketakutan.
Terdapat gambar pentagram  dengan bahasa-bahasa yang aneh  dilantai tepat dihadapannya, perlahan terlihat 2 sosok yang sedang berdiri berdampingan diatas gambar pentagram. Kedua sosok itu hampir menyamai tinggi anak laki-laki itu, keduanya tampak memiliki sepasang tanduk dikepala mereka.

"Siapa yang memanggil kami ?" Tanya salah satu sosok itu.

Anak itu tidak menjawab, rasa takut menyelimuti dirinya. Asap yang menghalangi pandangan kedua sosok itu dan anak itu akhirnya menghilang, mereka bisa melihat satu sama lain dengan jelas.

"Kau pasti bercanda, yang memanggil kami adalah anak kecil sepertinya." Kata salah satu dari sosok tadi dengan nada mengejek.

Anak itu langsung merasa kesal setelah disebut anak kecil,

"Hei, dasar iblis tidak tahu diri. Aku yang memanggilmu, jadi aku adalah tuanmu. Dan umurku sudah 12 tahun, jadi aku bukan anak-anak lagi." Anak itu mulai meninggikan suaranya, wajahnya  sedikit memerah karena kesal.

Kedua iblis itu saling bertatapan kemudian mulai tertawa, wajah anak itu semakin memerah.

"Kalian menertawakan aku, lalu bagaimana dengan kalian. Berapa umur kalian ?" Anak itu menggeram kesal, semua rasa takutnya seakan lenyap begitu saja.

Iblis yang sama tersenyum mengejek.

"Umurku 120 tahun dan adikku 119 tahun." Jawabnya angkuh.

"Pfft- hahahaha."

"Hei, apa yang lucu ?"

"..Hahahaha. kau tentu saja, jadi kau itu adalah kakek tua dengan wujud anak-anak."

"Aku bukan kakek tua."

"Jangan bercanda, umurmu melebihi umur kakek dan nenekku yang sudah meninggal."

Iblis itu tidak membalas, dia hanya mendengus kesal. Dia kemudian menatap adiknya yang berdiri disebelahnya kemudian kembali menatap anak dihadapannya.

"Sudahlah, hentikan. Ini bodoh, umur iblis dan manusia tidak bisa disamakan satu sama lain. Jadi, bagaimana kalau kita ulangi dari pertama. Hem... oke. Siapa namamu ?"

Anak itu menatap iblis itu tajam sebelum menjawab.

"Namaku Jesse. Jesse keegan. Dan kalian, siapa nama kalian ?"

Anak itu atau Jesse menatap 2 iblis dihadapannya. Keduanya kembali bertatapan satu sama lain, sebelum akhirnya menjawab.

"Namaku Shax da-.."

"Zalrei. Kau bisa memanggilku Zal atau Rei."

Jesse melihat kearah Zalrei yang akhirnya bersuara.

"Baiklah. Sekarang, bisakah kau katakan kenapa kau memanggil kami ?" Shax menatap jesse dengan tatapan tajam,
Jesse melihat kelantai kemudian menjawab." A-aku hanya ingin teman. Sejak ayah dan ibu meninggal, tak ada seorang pun yang bisa menemaniku." Kata jesse.

"Kau tidak punya keluarga yang lain ?" Tanya Shax.

"Sebenarnya ada paman ku, tapi dia tidak bisa dipercaya."

"Kenapa ?"

"Aku mendengar apa yang dikatakanya, dia bilang akan melenyapkanku untuk mendapatkan warisan."

"Jadi kau ingin, kami menemanimu dan memastikan rencana pamanmu tidak berhasil begitu ?"

"Iya."

Shax dan Zalrei saling bertatapan.

"Keinginanmu adalah perintah bagi kami." Kata mereka sambil tersenyum.

------------------

"Aku pulang. Kak, Jesse dimana kalian ?" Zalrei menutup pintu dengan pelan.

Sudah 9 tahun sejak mereka dipanggil kebumi, Zalrei sekarang sudah seperti remaja berumur 13 tahun dan Shax seperti berumur 14 tahun.  Shax dan Zalrei mulai bertumbuh sejak 6 tahun setelah dipanggil, mereka menjadi seperti manusia biasa setelah terlalu lama dibumi dan tidak pernah kembali ke neraka.
  Keduanya tinggal di rumah Jesse, paman Jesse sendiri sudah keluar dari rumah itu setelah Shax dan Zalrei menunjukan sisi iblis mereka.

Zalrei mulai mencari ke lantai atas dan nihil, mereka tidak ada disana. Zal turun dan kembali mencari di lantai bawah sambil memanggil keduanya dengan hasil yang sama.

"Aaaaagh."

Zal terlonjak kaget saat mendengar teriakan dari ruang bawah tanah. Tempat itu jarang di kunjungi oleh Zal, kakaknya, maupun Jesse. Namun suara yang baru di dengarnya sama persis dengan suara kakaknya, Zal dengan cepat lari menuju ruang bawah tanah.
Di bawah sana tidak ada apa-apa kecuali barang-barang bekas, Zal berjalan kearah sebuah lemari yang sedikit berdebu. Dia mendorong lemari itu kesamping dan memperlihatkan sebuah pintu dibelakangnya, Zal membuka pintu itu dan benar-benar terkejut dengan apa yang ada dibaliknya.

Shax tampak berdiri ditengah pentagram yang memendarkan warna merah darah, dan Jesse tampak berdiri di luar pentagram dan mulutnya tampak sedang merapalkan sesuatu.

"Jesse, apa yang kau lakukan ?" Seru Zal.

Jesse menatap Zal dingin dan kembali melanjutkan kegiatannya.

"Jesse kau berjanji. Kita akan menjadi teman, bukan tuan dan pelayan. Kenapa kau mengkhianati kami ? Kami mempercayai mu." Zal mencoba untuk mendekati Shax tapi terhalang dengan pelindung yang dibuat oleh pentagram.

"Kalian tertipu oleh manusia sepertiku. Aku menggunakan kalian untuk mengusir pamanku dan berhasil. Sekarang kalian hampir seperti manusia biasa, aku bisa mengendalikan kalian. Tapi, karena ritualnya cukup melelahkan aku memutuskan untuk mengendalikan Shax saja."

"Pembohong, kenapa kau melakukan ini ?"

"Kau tahu, aku harus pintar jika berurusan dengan iblis. Jika aku cukup pintar, aku bisa mengendalikan mereka."

"Yang kau lakukan lebih keji dari apa yang kami lakukan."

"Aku tahu."

Zal mencoba menyerang Jesse tapi dihentikan Shax, pentagram itu tidak lagi memancarkan cahaya merah.

"Bawa dia ke tengah pentagram."

"Baik, Tuan."

Shax patuh kepada Jesse dan membawa Zal ke tengah pentagram, Zal terus meronta dan berkali-kali memanggil  Shax tapi tidak berhasil. Jesse mengucap mantra dan rantai berwarna hitam mulai terbentuk di leher dan kedua pergelangan tangan Zal, rantai itu terhubung pada lantai membuat Zal tidak bisa kemana-mana.

"Kenapa ?"

"Mudah saja. Aku ingin kau merasakan apa yang lebih buruk dari pada kematian. Penderitaan."

Zal menatap Jesse dengan tatapan tajam kemudian mengalihkan pandanganya kesamping.

"Aku benci Pembohong." Kata Zalrei.

Jesse menatapnya kemudian tertawa kecil.

"Heh, memang seharusnya."

Jesse dan Shax keluar dari sana kemudian menutup ruangan itu, Zal dapat mendengar suara benda berat yang bergeser. Mereka kembali menutup pintu itu dengan lemari.

Penderitaan.

Zal tidak akan mati hanya karena kelaparan, bagaimanapun juga dia adalah seorang iblis. Jesse membohonginya dan mengambil semua yang dia miliki, kebebasanya, kakaknya, dan kepercayaanya.

Zal sendirian dalam kegelapan, terikat dengan rantai yang tidak akan pernah berkarat ataupun rusak. Jesse atapun Shax tidak pernah kembali.
.
.
.
.
.
.
.
.
Lie is pain
Lie is agony
.
.
.
.
.
.
Please don't lie

DEVIL LIE (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang