Part 02

67 2 0
                                    

23Juni2017

Ku tebak. Itulah ibu Dryas.
Pakaianya menampilkan kesan mewah dan elegan membuatku muak, dia seperti sengaja memperlihatkan kemewahan itu. Heh,

PLAAK!

Suara dentuman keras yang berasal dari tamparan di pipi ku. Rasa nyeri menyergapku, aku merasakan tangan wanita itu, begitu sengaja menamparku lalu raut kesedihan tergambar jelas di matanya.

“Kau apakan anakku?!!”

Dulu..

Dulu sekali, mungkin 7 tahun yang lalu.

Aku melihat kemarahan seorang ibu yang meraung keras dengan tangis yang begitu memilukan untuk di dengar. Mungkin lebih memilukan darinya

DEG

Sebuah rumah besar berdiri dengan angkuhnya dengan penerangan lampu agak remang-remang. Seorang anak lelaki yang cengeng sedang menangis yang selalu mendengar pertengkaran kedua orang tuanya.

Matanya yang berwarna biru laut indah kini terlihart begitu sembab. Ia selalu menangis dan menangis bersembunyi di kegelapan yang berada di ujung ruangan.

Tangan mungil pucat itu, menutupi telinga mungil yang sudah mulai terasa panas mendengar umpatan tak berguna yang dilontarkan oleh sang ayah, lalu matanya bening birunya ia penjamkan sekuat-kuatnya. Cairan bening itu pun belum berhenti sedari tadi
Suara tamparan memilukan terdengar begitu jelas. Tepat saat itu terjadi sebuah pintu bercat coklat terbuka lebar secara paksa, memperlihatkan seorang gadis perempuan yang terengah-engah. Seketika mata biru sang lelaki kecil terbuka lebar menatap kakanya yang terburu-buru menghampiri tempat dimana sang ayah dan ibunya yang sedang bertengkar tadi.

Terlihat dari mata birunya yang begitu bening, melihat sang ibu tersungkur dilantai dengan isak tangisnya yang membuat siapa pun itu yang mendengarnya akan merasa teriris juga.

Dan dengan bodohnya sang lelaki kecil itu masih terdiam disana, menyaksikan kakanya yang sedang membentak keras sang ayah.

“DIAM!!! TELINGAKU PANAS!! AKU TAK PUNYA URUSAN DENGAN MU”

Bentakan sang ayah yang menyeramkan, membuat keheningan meliputi ruangan itu, yang hanya terdengar angin kencang yang menggebu. Tanda bahwa akan terjadi hujan lebat yang besar.

Tangan besar sang ayah, langsung mendorong dada sang kaka dengan kasar hingga, si gadis yang dipanggil kaka itu terlihat tak seimbang dan terkejut dengan dorongan kasar tak berperasaan. Tepat detik setelahnya ia terjatuh, dengan hantaman yang terdengar kencang sekali.

DEG !

Sangat terdengar sekali, jantung lelaki cengeng itu berdetak begitu kencang, apalagi saat sebuah darah dari kepala sang kakanya terlihat dan menodai lantai putih bersih.

Darah.

DEG ! DEG ! DEG !

“BAJINGAAAN!!” desis sang ibu lalu menangis kencang diiringi dengan menghampiri sang anak gadisnya yang terjatuh dengan mata yang mulai terlihat sayu.

Mata hitam sang ayah membulat, hingga sebuah rasa bersalah hinggap di dadanya terasa sesak dan terkejut. Sang ayah berdiri kaku dengan tangan gemetar hebat.

“Kamu berdarah... nak!” dan sebuah isak tangis yang lebih kencang suaranya memenuhi rumah besar yang sedang berdiri angkuh di tengah hujan deras yang turun disertai kilat yang menyeramkan.

Dan lelaki kecil yang biasanya akan diam saja melihat hal itu terjadi. Tapi... kali ini berbeda.
Adrelinanya... mungkinkah??

Ya..

Lelaki cengeng itu.

Mendekat dengan aura hitam.
Dengan sebuah......

BRAAAAK !!!

PRAANGG !!

“He....He..hentikan Rhea!”

“AAAHH!!”

“ALFINOOO!!!!”

“AAAAARRGGHHH!!!!!”

PLAAAK !!

JDERRR!!

Darah?!!!

Mati


AKU TAK MAU MENGINGATNYA

SUDAH KUKATAKAN AKU TAK MAU LAGI MENGINGATNYA!!


“AAAARRRGGGHHHHH!!!!” Aku merasakan suaraku terdengar di seluruh penjuru sekolah. Hingga begitu berisik. Cairan bening yang sama sekali tak kuizinkan keluar, kini menetes membuat mata biru ku memerah. Aku bertekuk lutut dibawah lantai dengan wajah menunduk tanpa berniat mendongak menatap mereka siapapun itu! Terlihat terkejut menatapku.

“Ka..Kau... Ada apa denganmu?”
Entah ucapan siapa itu, aku tak peduli. Tubuhku bergetar ketakutan mengingat itu. Sebuah hal yang tak ingin ku ingat!! AKU TAK MAU MENGINGATNYA!!!

Dan yang aku tau, kaki ku melangkah pergi meninggalkan Ruang Bk bodoh itu. Aku mendobrak kasar pintu itu dengan nafas terburu-buru. Langkah yang sedikit gontai lalu pergi begitu saja tanpa peduli teriakan ibu itu yang memanggilku berkali-kali.

Dada ku sesak. Sesak sekali. Tangan ku terkepal untuk memukul dada ku yang terasa menyesakkan. Telingaku dapat mendengar jantung ku yang berdegup kencang. Kencang sekali. Mataku terasa buram oleh cairan bening yang tak kunjung berhenti sedari tadi. Rekaman teriakan ibu terdengar begitu memilukan untukku. Aku takut.

Ku gigit dengan kasar bibir ku berniat untuk meredahkan cairan bening yang tak kunjung berhenti ini. Dan yang kurasakan adalah rasa darahku yang begitu manis. Darah itu mulai menetes perlahan menodai rerumputan yang kuinjak sekarang. Mataku mengamati darah merah itu. Reflek ku jilati darah ku yang mengalir di daerah dagu ku. Manis. Mataku menatap sinis mereka yang menatapku dengan ketakutan Kemudian aku jatuhkan diriku tepat di tetesan darah yang mulai mengering, dan terdiam mematung. Terduduk. Dengan hembusan angin sejuk menerpa tubuhku. Peduli setan dengan mereka para orang tolol yang menatapku itu!

Dan memori itu mulai hadir lagi dengan serpihan-serpihan tak beraturan. Membuatku muak dan.... sejujurnya takut.

“AARRGGHHH, To... TOLOL!!!”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang