17. Memilih

1.1K 73 11
                                    

"Ri... aku masih sayang kamu."

Ucapan Sella membuat Ari membeku seketika.

Sella hendak meraih tangan Ari yang berada di atas meja, namun Ari segera menarik tangannya. Sella menatap Ari nanar.

Semua saraf Ari rasanya tidak sinkron dengan otak dan hatinya. Dan saat itu pula muncul sekelebat bayangan seorang gadis yang akhir-akhir ini sering muncul di kepalanya. Senyumnya, cemberutnya, omelannya, dan semua tentang gadis itu sekarang perlahan-lahan memenuhi otaknya. Atau bahkan hatinya juga?

Gadis itu... Nk.

Dan Ari baru menyadari satu hal yang membuat ia terlihat bodoh selama ini.

Suara Sella menarik Ari ke realita. Sella menatapnya dengan tatapan yang sulit Ari baca. Tatapan yang asing bagi Ari.

Ari sadar. Ini saatnya ia menentukan pilihan. Memilih tetap terjebak dengan masa lalunya, atau membuka diri untuk masa depan.

"Ari.."

Ari menggelengkan kepalanya dan tersenyum miring.

"Nggak. Gue gak bisa gini terus, Sell. Gue gak bisa selalu jadiin lo sebagai pusat dunia gue. Gue gak bisa terus melihat ke balakang, sedangkan di depan gue udah ada masa depan yang menanti gue. Gue bukan Ari yang dulu. Mungkin beberapa menit yang lalu gue emang masih berharap sama lo." Ari menjeda dan memasang tatapan tajam andalannya. "Tapi mulai detik ini gue sadar, selama ini gue cuma jadi pelampiasan lo doang."

Sella tertohok dengan ucapan Ari. Apalagi bahasanya yang Ari gunakan kini menjadi gue-lo.

Ari tertawa sinis. "Kalau diinget-inget, selama ini gue bego banget ya? Menyia-nyiakan dua tahun buat berharap sama orang yang cuma inget sama gue pas lagi berantem sama pacarnya doang."

Sella menundukkan kepalanya sambil terisak pelan tanpa berkata. Ucapan Ari sungguh melukai hatinya. Ari benar, Ari telah berubah. Tak ada tatapan hangat yang biasanya cowok itu berikan. Tak ada nada khawatir lagi disana.

"Gak usah nangis di depan gue. Lo tau, gue lemah sama cewek yang nangis depan gue. Tapi gue lagi males buat ngeladenin cewek yang lagi nangis," ujar Ari dingin.

Setelah mengucapkan itu, Ari langsung bangkit dari tempat duduknya dan melenggang keluar kafe dan meninggalkan Sella yang terus menangis sambil menatap nanar punggung Ari.

Ari menutup pintu mobilnya dengan kasar. Emosi menguasainya yang membuat dadanya naik turun. Tapi ada rasa lega setelah Ari meninggalkan kafe itu. Dan meninggalkan masa lalunya juga(?)

Ari menggenggam stir mobil kuat-kuat hingga buku jarinya memutih, lalu berteriak frustasi.

Setelah menumpahkan kekesalannya, Ari pun melajukan mobilnya.

***

Nk menghempaskan bokongnya di atas sofa empuk yang berada di ruang tengah. Tangan kanannya menggengam cangkir yang berisi coklat panas kesukaannya. Apalagi cuaca yang dingin sangat mendukung untuk menghabiskan dua gelas coklat panas. Sedangkan, tangan kirinya meraih remote tv dan menekan tombol on.

Seperti biasa, rumah nya sepi. Hanya ada ia dan seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumahnya.

Nk memilih Naruto the movie yang ditayangkan oleh salah satu stasiun tv nasional. Sebenernya sih, Nk gak terlalu suka sama Naruto atau anime Jepang yang lainnya. Tapi karena tak ada film lain yang membuatnya berselera, jadi ya Naruto aja. Nk sih udah males sama sinetron jaman sekarang. Gak semua juga sih. Tapi ya gitu lah...

Ketika sedang asyik melihat Naruto yang sedang mengeluarkan jurus seribu bayangannya, tiba-tiba bel rumah berbunyi. Berkali-kali bel itu berbunyi, tapi tak juga ada yang membukakannya.

"Ish, berisik banget sih," gerutu Nk.

Dengan sangat malas, Nk bangkit dan berjalan menuju pintu utama rumahnya.

"Iya, bentar!" Teriak Nk.

Hal pertama yang Nk lihat setelah membuka pintu adalah punggung tegap seseorang yang dibalut jaket bomber hitam. Sepertinya Nk familiar dengan postur tubuh ini.

Ketika orang itu membalikkan tubuhnya, Nk menaikkan sebelah alisnya. Orang itu langsung melingkarkan tangannya di leher Nk, sebelum Nk sempat mengeluarkan suaranya untuk berucap.

"Please, sebentar."

Nk meronta minta dilepaskan.

"Gue butuh lo Nk. Gue mohon, biarin gue meluk lo. Gue pernah bilang, kan, gue nyaman meluk lo."

Nk terdiam sejenak. "Meluk guling aja, sono!" ketusnya. Ia tetap meronta. Namun Ari semakin mengeratkan pelukannya.

"Gue gak punya guling yang senyaman lo kalau dipeluk."

"Please, Nk. Just for a while," ujar Ari dengan suaranya yang sedikit serak. Dan itu berhasil membuat Nk diam.

Ari menghirup dalam-dalam aroma rambut Nk. Wangi stroberi yang selalu berhasil membuatnya tenang.

Nk diam. Tak membalas pelukan Ari dan tak meronta lagi. Ego dan hatinya bertempur. Ego nya berkata, jangan dibales, lo masih marah sama dia. Dia dateng pas dia lagi butuh sama lo. Hatinya pun berkata, gak usah munafik. Lo kangen dia. Peluk aja. Kapan lagi dia meluk lo. Lo juga sebenernya seneng kan, dipeluk sama dia. Gak usah gengsi, nyesel baru tau rasa.

Nk bingung memilih mendengarkan yang mana. Pada akhirnya Nk tetap diam bergeming sampai Ari melepaskan kembali pelukannya.

Nk menatap Ari lamat. Nk sadar, ada yang tak beres dengan Ari. Berbagai emosi tergambar jelas di mata kelam Ari. Nk menghela nafas, "ayo masuk."

****

Author Note:

Haiii. Masih ada yang nungguin?

Lagi-lagi telat update. I'm so sorry. Bcs pertama, aku gak mood nulis. Kedua, aku sibuk sama tugas. dari hari pertama masuk sekolah udah banyak tugas😪 setiap hari pasti adaaaa aja tugas. And, aku lagi kena writer's block. Jadi makin lama deh updatenya.

Eta terangkanlah:'3

Ini part gaje banget ya. Pokoknya ini masih ngelarin masalah Ari-Sella gitu.

Yaudah gitu aja. Sekali lagi maafkan atas lamanya update ya.

Dimaafin gak nih?

Please, leave your vote and comment. Kangen bacain komen dari kalian:')

Komen dan kritik untuk part ini okey. Menurut kalian kali ini gimana.

Sekian, bye💙

(AIS-1) Because of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang