part 2

142 42 76
                                    

Sebuah Taman Bunga Lavender terhempas luas di sana.

Terdapat air mancur yang patungnya adalah 2 burung merpati putih yang sedang mengangkat sayapnya. Saling berhadapan dan memancurkan air, dan juga sebuah danau buatan di bagian timur taman.

Tika perlahan lahan melangkahkan kakinya memasuki taman yang hanya di temukan warna ungu, hijau dan beningnya air tawar danau buatan itu.

Ia menatap kosong taman yang masih sepi oleh pengunjung itu.

Hanya 1 atau 2 pengunjung yang mendatangi taman ini, sekedar untuk berfoto - foto.

Karena jam 08.30 masih terlalu pagi bagi warga Jakarta untuk mengunjungi taman ini.

Masih banyak yang bekerja atau bersekolah. Karena memang hari ini hari Kamis! bukan hari libur.

Tika masih perlahan lahan melangkahkan kakinya dengan berlinang air mata menatap kosong ke depan entah apa yang ia pikirkan.

Tika masih berjalan terus menuju sebuah danau buatan yang di batasi oleh pagar kayu yang tingginya kira - kira 3 meter dan di beri hiasan Bunga Lavender.

Jika akan memasuki danau buatan itu, tentunya harus memasuki gerbang nya kan?.

Pihak pengelola juga tidak lupa memberikan taman ini fasilitas yang terbaik untuk mengambil hati para pengunjung agar selalu datang kemari untuk sekedar bersantai dan mengobrol sambil menikmati keindahan taman ini.

Setelah melewati pembatas antara taman Lavender dengan Danau buatan, Tika menatap air danau yang tenang.

Perlahan - lahan ia mengeluarkan suara isakan dan tangisanya makin lama suara tangisan Tika mulai keras.

Ia tak peduli dengan sekitar, yang penting sekarang ia harus melepas semua keperihan hatinya.

Ini bukan kisah nyata. Namun, ini kisah yang menceritakan kehidupan yang berisi dengan keperihan, kepedihan akan menerima kenyataan, tentang melepaskan walau ingin memiliki.
Semoga bisa mengambil pelajaran dari kisah ini.

Tika berlutut.
"Aaaaaarrghhhhh! kapan gue bisa bahagiaaaaaaaa?" Di sela isakan dan tangisannya, Tika memegang dadanya yang terasa sakit dan sesak.

"Kapan gue keluar dari kehidupan yang menyakitkan dan selalu ngikat gue???" Tika berteriak.

"TUHAN!! GUE PENGEN PULANG...
GUE UDAH GAK KUAT SAMA INI SEMUA TUHANN!!" Tika masih berteriak frustasi ia mengeluh kesahkan kepenatan hatinya.

Biarkan! biarkanlah ia melepas semua keperihan yang membelenggunya.

Tika memegangi rambutnya sambil menunduk. masih dengan air mata yang terus keluar dari sudut matanya.

Wajah Devandra yang tergambar di otaknya sekarang, ia mengingat semua. SEMUA kejadian yang pernah ia lewati bersama denganya.

Di danau inilah Tika pertama kali bertemu dengan Devandra.

Tika berdiri seraya mengedarkan pandanganya kesekitar danau.

Perlahan lahan kenanganya dulu, mulai tergambar. Seakan - akan ia terseret lagi ke dalam kenanganya itu.

Menampakan secara jelas waktu kebersamaanya dengan Devandra di danau ini.

Tika memegangi kepalanya matanya mulai berkunang - kunang ia merasa pusing nafasnya mulai memburu, tak beraturan.

"Arrrrghh!!! cukup!!!! gue udah muak!" Tika berteriak.

Danau itu lengang sejenak.

Mata Tika memerah, wajahnya terlihat berantakan rambutnya sedikit kusut.

Tika jatuh terduduk di atas rumput hijau di tepi danau. Air matanya masih tak berhenti - berhentinya keluar.

Entah kenapa ia tak memiliki rasa benci kepada Devandra atau sahabat karibnya, Ia hanya membenci dirinya sendiri dan merasakan kecewa kepada dirinya sendiri.

"Sampai kapan pun gue tetep sayang sama lo ndra!"
"Gue titipin lo ke Amel! mungkin tuhan punya alasan lain kenapa ia gak nge ijinin lo sama gue" Tika berkata lirih sambil menunduk.

"Cinta gue udah sederes hujan! tapi lo malah makek payung..
mayungin orang lain" Tika berkata lirih lagi.

Tika menarik ingusnya yang sebentar lagi akan keluar ke dalam hidungnya lagi.
Mengusap dengan paksa air mata di pelupuk matanya.

"Sorry, gue terlalu nyaman ama lo ndra! sampe - sampe gue lupa kalo lo mencintai orang lain! gue bakal berusaha buat nerima semuanya" Sekali lagi Tika menarik lagi ingusnya ke dalam hidung.

Entah kenapa Tika mulai merasakan tenang ketika hatinya mencoba untuk menerima kenyataan.

Nafasnya pun perlahan - lahan mulai stabil. Namun matanya masih menunjukan wajah yang terluka, Tika masih mencoba terlihat normal seperti biasanya.

Walau ia duduk sendiri menatap air danau yang tenang.

Terlihat daun pohon - pohon besar di sekitar danau jatuh berguguran tertiup angin dan jatuh di danau, terlihat mengambang ke kanan dan ke kiri membiarkan air dan angin membawanya.

Tika menekuk kedua lututnya, menjatuhkan kepalanya di sana sambil menatap danau, dan kedua tangan memeluk kedua lututnya.

Ia sedang berfikir merumpamakan bahwa ia adalah pasir.

Sekuat apa ia bertahan, karena pasir yang terlalu erat di genggam pun akan lolos dari sela sela jari tangan.

Seperti ia, sekuat apa ia bertahan mencintai Devandra, suatu saat cintanya yang kuat itu akan lepas dengan sendirinya! lolos dari sela sela hatinya yang pernah rapuh.

Walau ingatan ingatan itu.......

Tetap teringat di otaknya.........

Biarkanlah!.

Biarkan! itu jadi sebuah kenangan!.

Kenangan masa lalu yang selalu di simpan di belakang.

Dan jangan pernah di seret seret ke masa depan.

Masa lalu tak perlu di kenang! ia bukan pahlawan atau semacamnya.

Itu hanyalah pengalaman hidup yang di buat pelajaran atau pengenalan saat kita baru memasuki area yang asing.

****
PERIH..

PERIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang