Ketika Malam di Temani Sebungkus Kopi

75 1 1
                                    

Gelapnya malam yang berselimutkan angin dingin serta berlapiskan cahaya bulan yang tak kunjung redup menghadirkan suasana tenang nan syahdu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gelapnya malam yang berselimutkan angin dingin serta berlapiskan cahaya bulan yang tak kunjung redup menghadirkan suasana tenang nan syahdu. Kuberjalan ditemani rekanku menapaki jalanan aspal yang selalu berwarna abu-abu. Gerakan leher dan lirikan mata kiri kanan mengiringi sepanjang jalan kami. Tak kunjung ku temukan tempat tuk sekedar duduk dengan temanku demi mengerjakan setumpuk kertas yang mesti kukumpulkan besok pagi.

" Woi, kurasa kita bisa duduk sebentar disana, kakiku mulai lelah " ucap rekanku sambil menudingkan telunjuknya pada pohon rambutan pinggir jalan yang cukup rimbun.

" Ya, aku juga lelah " sahutku sambil mengikuti langkah temanku.

Langkahku akhirnya terhenti di pohon tua ini bersama rekanku ditemani sebungkus kopi yang setidaknya untuk menghilangkan dahaga ketika mengerjakan tugas yang tak kunjung usai. Kuletakkan tubuh ini bersama dengan nafas yang mulai ku atur dan lutut yang sedikit pegal.

Kupandangi sekeliling tempat kami duduk dan sesekali ku memandang ke atas mengamati pohon dekat kami.

" Man, Di sini saja sudah cukup nyaman untuk sekedar mengerjakan tugas" ucapku padanya

" Kurasa juga cukup nyaman" sahutnya sambil mengeluarkan bungkusan kopi dari dalam plastik hitam.

Satu jam berlalu kami mengerjakan tugas kuliah dengan rasa jenuh karena tugas yang tak kunjung usai. Ketika rasa jenuh sudah menyelimuti otak kami, kami berhenti sejenak untuk beristirahat sambil mengoceh tentang orang lain. Sambil mengelinting rokok kretek dan ditemani sebungkus kopi, kami masih menggunjingkan orang lain.

" Begitu enak dan candu bak menikmati narkoba ketika membicarakan orang lain apalagi tidak ada orangnya " begitulah dengungan batinku lagi sedikit tawa dimulutku.

" Kita dari tadi menggunjingkan orang lain, bukankah itu hal yang tidak baik? Sahut si Rahman anak seorang PNS itu sambil melayangkan tawa ejekan kepadaku.

Tiba-tiba terlintas dipikiranku entah ini pemikiran dari sebungkus kopi atau dari hembusan angin dingin yang tiba-tiba datang seolah memberi isyarat padaku.

" Apakah dosa hanya milik mereka yang beragama?" begitu renungan aneh yang ada dalam benakku.

Aku menyadari bahwa begitu aneh dan tidak nyambung pemikiranku dengan pembicaraan kami sehingga aku tetap menyimpan pemikiran aneh dalam benakku.

" Bajingan, dicari orang ternyata malah disini. " sambar temanku si Jaka yang tiba-tiba datang sambil menepuk pundakku.

" Kamu yang ditunggu kelamaan, kampret " sahut si Rahman pada si Jaka.

Begitulah kami ketika berbicara, sedikit kasar bila didengar orang, tapi menurut kami itu membuat kami menjadi lebih akrab tanpa rasa sungkan yang selalu diselimuti topeng dan editan.

Masih terngiang dibenakku tentang pertanyaan tadi. Tak bisa kubuang, hanya bisa kupendam dalam otak maupun batinku.

Tatkala si Rahman dan si Jaka asik ngobrol aku hanya terdiam merenungi pertanyaan dalam kepalaku sambil meminum sedikit kopi dalam plastik ini. Aku memandang benda-benda di sekitarku, berharap mendapatkan suatu jawaban.

Ketika Malam di Temani Sebungkus KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang