"Jadi apa tujuanmu mengikuti Perang Cawan Suci ini, Nona?"
Kedua gadis nampak tengah melangkah disuatu jalan setapak yang dipenuhi oleh penerangan yang remang-remang. Salah satu dari mereka yang memakai kemeja semi-formal putih berbalut mantel bulu abu-abu, berambut perak, dan bermata merah kemudian tersenyum ceria.
Gadis yang berperan sebagai pengawal sekaligus rekannya hanya bisa mengernyit heran.
"Tak ada yang spesial, aku hanya ingin menegakkan Keadilan." Gadis blasteran itu menghentikan langkahnya untuk beberapa saat lalu menengadahkan pandangan ke langit malam yang dipenuhi awan hitam pertanda hujan dengan rasa sendu serta senyum kecut yang memilukan.
"Konyol." Saber berujar sarkartis menanggapi.
"Bukankah kau juga sama, Saber?" Kali ini rekannya yang berhenti berjalan dengan posisi sedikit mendahului sang Tuan tanpa berbalik badan. Siska kemudian memalingkan pandangan kepada Servant yang beberapa hari lalu dipanggilnya untuk mengikuti Perang Sakral ini.
"Kudengar kau berambisi untuk menguasai semuanya dibawah perintah Raja-mu, meski beberapa ada yang bilang kalau kau itu simbol kediktatoran dan keegoisan, aku yakin kau hanya berusaha menegakkan keadilan."
Pandangan Siska masih lurus kedepan sementara Saber merunduk kebawah, seperti ada sesuatu yang tengah disesalinya. Namun beberapa saat kemudian Saber kembali mengangkat pandangan lalu berbalik badan
"Ya...kau benar. Jika semua orang didunia ini sepemikiran denganmu, mungkin aku tak perlu repot-repot memercik api peperangan." Nada Saber terdengar datar serta kedua pipinya tertarik membentuk sebuah senyuman, meski terasa dipaksakan.
Siska kemudian memasang senyum lebar, berusaha menyemangati dan menghibur sang rekan. "Kalau begitu, ayo sama-sama berjuang untuk memenangkan Perang ini dan mendapatkan Sang Cawan untuk menciptakan keadilan." Senyumnya melebar dan tangan kurusnya terulur kedepan.
Saber membalas dengan melangkah kedepan dan meraih tangan sang Tuan dengan langkah ceria, untuk sekilas, Saber tampak seperti bukan dirinya. Namun sepertinya suasana bahagia itu mengundang resiko yang besar, ada yang pernah bilang kalau semudah apapun musuh yang dihadapi, kita harus selalu waspada untuk menghalau serangan yang datang nanti.
DUAKK BRUKKK
Saber cukup lengah untuk tak menyadari sosok kuning berkilauan yang sepertinya sejak tadi sudah berada diantara mereka, dan sebagai konsekuensi, sang Master harus terpukul lalu terjerembab menabrak dinding berbahan dasar bata dengan sangat keras, cukup keras untuk menyebabkan luka fatal dan mendisfungsikan alat gerak maupun tulang.
"MASTER..." Saber berteriak, namun sayang hal itu tak menghasilkan apa-apa.Sedangkan pria disebelahnya kini mengalihkan pandangan kearahnya, memberikan pandangan nyalang.
Mengetahui hal itu, Saber mundur beberapa meter kebelakang sembari mengganti pakaiannya dalam satu gerakan. Kedua sisi mulutnya beradu menyebabkan giginya saling menggeretak, jantungnya pun berdetak sepersekian kali lebih cepat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fate : Nusantara Stories
Fiksi PenggemarDi tengah semaraknya pertempuran hidup-mati di kota Fuyuki, Cawan Suci memilih wakilnya sendiri di negeri zamrud kathulistiwa, Indonesia. Fiandi de Auzzac, seorang pemuda sekaligus penyihir kelas menengah yang terus menerus hidup dalam Kepalsuan dan...