Bab Satu : Berpindah

38 5 2
                                    

Bab Satu: Berpindah

(Diamons: Rihanna)

---------------------------------

     AUREL menyebikkan bibirnya, ''Pa, Aurel telanjur beli tiketnya buat besok pagi, masa diundur, sih, buang uang empat juta lagi,''

    ''Tapi, Aurel, Papa sama Mama bisanya minggu depan. Nurut aja, apa susahnya, lagian beli tiket kamu itu pake uang siapa?'' tanya pria paruh baya seraya mengelap sudut bibirnya menggunakan tissue.

      Acara makan malam ini dipenuhi dialog perdebatan antara Ayah dan Anak. Miranda selaku Istri dan Ibu hanya menyimak dan geleng-geleng kepala, ''Udah lah, Pa. Di sana kan, udah ada Pak Rom sama Bu Rom, lagian Aurel udah besar, ya kan?''

      Aurel mengangguk menyetujui, tersenyum penuh kemenangan, pasalnya Papa-nya selalu tidak bisa menolak ucapan ibunya. Miranda memang pendiam sedari dulu, tapi sekali-nya ngomong itu berfaedah jadi Defran nurut nurut saja.

      Defran pasrah menghadapi dua ratu di rumahnya, ''Ya udah, tapi inget, di sekokah baru kamu nanti jangan deket deket sama temen cowok, inget! Jangan cari temen cewek yang ada bakat jadi cabe- cabe- awww''

      Sebuah cubitan menyambangi pinggang Defran dari sang Istri, ''Ngomong ngelantur di depan anak sendiri, ndak punya malu,'' Defran meringis dan melanjutkan omongannya namun kali ini di filter terlebih dahulu.

       ''Jangan buka pintu kalau ada yang ngetuk pintu rumah kecuali pas Mama sama Papa udah pulang, kecuali lagi kalau itu tukang anter pizza. Tapi kamu gak boleh makan pizza banyak banyak! Junk food, okay! Gak boleh ada temen cowok yang ke rumah, kemana mana harus dianter sopir. Jangan naik angkot! Nanti di culik dimutilasi dijual keluar negri! Diem aja di rumah, ngerti?''

      Hufft, panjang-nya siraman malam ini, ''iya papa sayang, Aurel mau tidur dulu, takut kesianggan''

    Setelah mengecup pipi Ayah dan Mamanya Aurel ngacir ke kamar, sebelum Ayahnya mengguyur malam yang dingin dengan kuah siraman rohani. Melangkah lebar lebar menanjaki anak tangga untuk sampai di kamarnya

---------------------

    ''HALO, Rel?'' ucap seseorang di sebrang sana.

   Senyum tipis Aurel terukir, ''Hai, El, by the way, besok Aurel pindah ke kota kamu, lho,''

''Hah, kok?''

     Hawa dingin mendatangi tubuh Aurel saat tangannya menarik daun pintu balkon sampai terbuka, ''iya, jadi rencana-nya sih Aurel bakal pindah ke sekolah kamu, hehehe, mendadak banget, ya?'' tanyanya pada diri sendiri.

    Suara gelak tawa membahana di speaker, buru-buru Aurel melepas earphone yang ia pakai. ''Idih, budek, kuping Aurel.''

    ''Biar tau, Rasa! Loe! Eh, loe tau, gue baru inget kalau loe kebiasan ngomong nyebut nama sendiri, belum ilang ilang sejak TK, dasar bocah!''

     Meski tidak mungkin dilihat, Aurel menjulurkan lidahnya di depan ponselnya. Panggilan biasa bukan panggilan video membuat Aurel tak bisa menunjukkan kekesalannya di katain 'bocah'. ''Sakit hati Aurel,''

     ''Idih, lebay, loe.''

     ''Dulu waktu kamu TK, kamu juga pake nyebut nama sendiri kan? '' tanya Aurel, gadis itu sudah meringkus earphone-nya sehingga telingganya tak tersumbat.

     ''Hahahaha, itu gue pas polos dan sekarang it–''ucapan dan tawa seorang gadis itu dipotong oleh Aurel.

     ''Jadi kamu udah gak polos lagi, El? Waw, seorang Elisa Saraqian udah gak polos lagi, padahal dulu ketemu cicak aja udah lari kesana- sini'' ejek Aurel.

   Seorang gadis yang bernama Elisa Saraqian berganti menyebikkan bibirnya, ''aib, aib, udah jangan ingatkan aku lagi, ''

      ''Aurel tahu, di situ kamu lagi nyebikin bibir, kayak ikan koi kan?'' Aurel menatap langit yang yang terhalang kabut hitam.

      'Tidak setiap langit menaburkan bintang, tidak setiap cinta memberi kebahagiaan'

      Kata kata itu terlintas begitu saja, Aurel menggeram, tangan kanannya mengenggam erat tralis pagar balkon kamarnya, ada sesak setiap kali ia mengingat dialog dalam sebuah film, meski hanya sebuah film Aurel benar menghayati film tersebut meski satu tahun telah berlalu, sejak menonton film itu.

          Karena kesal Aurel tidak menyahuti ucapannya, Elisa menarik nafas dalam dalam, dan berteriak sampai Aurel terhenyak dari lamunan singkatnya.

          ''HALO AUREL JINGGARAIN! LOE MASIH IDUP, KAN?''

          ''Eh, iya iya.''

          Keadaan menjadi hening, tidak ada yang lagi bercakap, Elisa menundukkan kepalanya, meraih toples berisi yupi kenyal dan mengunyahnya, tiba tiba ia teringat sesuatu, ''Rel, Ada yang kangen sama loe,''

          Sontak Aurel terkekeh, ''Siapa? Jangan bilang kamu? Kita kan lagi telponan.''

          ''Al...'' Suara Elisa menyurut, Aurel tidak mendengar jelas kecuali dua huruf pertama yang tertangkap di telinganya.

           Elisa menepuk bibirnya, merutuki kecerobohannya, ia keceplosan berucap demikian, ''Siapa?'' tanya ulang Aurel, dan Elisa meringis menatap ponselnya.

           ''Alghazali, hehehe'' Tawa Elisa hambar, tapi Aurel tidak terlalu memusingkan hal itu.

           ''Hahaha, Kamu tau aja, Aurel masih fans nomer satunya Alghazali.'' Aurel terkekeh, berjalan menjauhi balkon dan masuk ke kamarnya.

           Nuansa putih tulang menyambutnya, dinding polos putih, lemari kaca, tempat tidur putih, semua yang serba putih ini akan ia tinggalkan besok.

           ''Hehehe, iya deh gue tau,''jawab Elisa.

            Tanpa sadar Aurel mengangguk, ia menepuk permukaan kasurnya, bahu dan kepalanya saling menyepit ponsel, ''Yaudah, El, Aurel mau tidur dulu, ''

            Begitu sambungan telepon terputus Aurel menarik selimutnya sampai menutupi dada, mengaktifkan mode penerbangan di ponsel, dan menggumamkan doa sebelum tidur. Jam sudah menginjak pukul sembilan malam, tepat saat dunia mimpi menghampiri Aurel.

-----------------Tbc-----------------
Votment please!!
----------------------------------------

Cloning Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang