Mimpi itu tak pernah berubah, seakan membawa pesannya sendiri.
Senar gitar, kamar kerja, darah, pistol, semuanya terasa begitu nyata. Bahkan aku sendiri seperti dapat menyentuhnya. Seakan aku sendiri adalah tokoh mimpi itu.
***
"Morning, darling," ucap bibiku dari bawah sana. "Sarapanmu sudah siap. Makanlah sekarang. Apakah kau mau terlambat di hari pertamamu?"
"Baiklah Bi, aku akan segera turun!" Aku percaya bibi tidak akan mendengarkan teriakanku ini, maklumlah.
"Hey, apakah kau tidak mendengarku Cy?" Sudah kubilang bukan, bibi tidak akan mendengarkanku
Aku berlari menuruni anak tangga demi anak tangga. Segera menghambur sarapanku, dan berlari sambil melambaikan tanganku pada bibiku tercinta ini.
"Hati-hati, ini hari pertamamu!" Teriaknya.
Kulangkahkan kakiku keluar dari rumahku-rumah bibi tepatnya-segera mencari bus untuk berangkat ke kampus baruku. Angin sepoi-sepoi menerbangkan sedikit rambut pirangku. Dari kejauhan, kulihat busnya datang. Ah, aku belum pernah semangat lebih dari ini.
Hey, sepertinya ada yang memperhatikanku. Oh, ternyata pria tua itu, mata abu-abunya menatapku, ada kerinduan di matanya, tapi aku tak mengenalnya. Ah, mungkin saja istrinya dulu mirip denganku, apa salahnya berpikir positif?
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
FantasyHampir setiap hari aku memimpikan semua itu. Semua terasa nyata. Dan, tak ada yang bisa menjelaskannya. Jika kau membaca kisahku ini, berjanjilah bahwa kau akan menyimaknya sampai habis. Harus! Copyright ©RangerKuneng 2017