"Nash, Arthur!"
"Hey hey, slow down babe. What happened?"
"Kau harus selamatkan Arthur sekarang, kumohon"
"Ba-baiklah, kau tunggu di sini saja. Di sini aman!"
"Tidak dia adalah ayahku, please Nash, cepatlah!"
DOR!
What? Mimpi itu lagi. Semakin hari aku merasa ada sebuah pesan dari mimpi itu untukku. Dan eh, siapa Arthur? Siapa Nash? Arghh, ini membuatku semakin bingung saja.
"Cy, cy. Kemarilah! Aku kehilangan obatku." Teriakan bibi membangunkanku dari lamunanku. Secepat cahaya aku berlari ke kamar bibi di lantai bawah, sepertinya bibi menjatuhkan obatnya lagi.
"Bagaimana bi?" Tanyaku sambil membuka pintu kamar bibi.
"Cy, aku kehilangan obatku lagi. Bisakah kau membantuku mencarinya lagi?"
"Tentu saja bi, obatnya jatuh, akan ku ambilkan," ucapku sambil memberikan obatnya.
Setelah meminum obatnya, bibi memintaku untuk menemaninya dan mendengarkan ceritanya. Tentu saja aku mau, lagipula aku hanya tinggal berdua dengan bibiku tercinta ini. Kedua orangtuaku telah meninggal, tapi aku tak tahu mengapa. Setiap aku menanyakannya pada bibi, ia selalu mengalihkan topik pembicaraannya.
"Cy, cybele. Kurasa sudah saatnya kau mengetahuinya," kata bibiku. Terdengar nada sedih disitu.
"Mengetahui? Memangnya apa?"
Bibi mengambil sebuah buku, kurasa itu album foto. Bibi membuka halaman pertama. "Ini kakekmu, Arthur Cassiel," katanya sambil menunjuk seorang pria di foto itu. Hmm, tampan juga, pikirku. Hey tunggu, Arthur ya? Kurasa aku pernah mendengarnya, tapi kapan ya?
"Ini Serafine, nenekmu, alias ibuku," ucap bibi sambil menunjuk seorang wanita di samping Arthur.
"Ini Asha alias ibumu. Ini Cybele kakakku, dan ini Eva atau aku." Bibi menunjuk satu-persatu anak-anak Arthur dan Serafine. Ibu, bibi Cybele, dan Bibi Eva. Akhirnya aku bisa melihat rupa ibuku selama ini. Dan oh, hey, Bibi Eva sangat lucu dulunya. Eh, ngomong-ngomong Bibi Cybele mirip sekali denganku, seperti kembaranku. Dan namanya sama sepertiku.
"Bi, kenapa namaku sama dengan kakakmu? Dan kurasa, aku sangatlah mirip dengannya," tanyaku penasaran.
"Itulah sebabnya, kau sangat mirip dengan Cybele, maka kau dinamakan sama dengannya, karena pada saat itu, keadaan sangat tidak memungkinkan untuk memikirkan siapa nama anaknya Asha, apalagi saat itu ayahmu sedang mengurus kasus itu, begitu pula dengan suamiku, juga Cybele dan kekasihnya," jelas bibi panjang lebar. Terdengar bibi menekankan kata itu, ada yang aneh, pikirku. Aku semakin penasaran saja dengan kisahnya.
"Lalu bagaimana ibu meninggal? Dan juga paman dan bibi lainnya?" Tanyaku.
"Saat itu, keluarga Cassiel baru saja mengadakan pesta. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara Cybele yang berteriak-teriak. Aku segera berlari bersama suamiku. Lalu kulihat ayah..." Bibi terhenti sejenak. "A-ayah sudah terbujur kaku dengan senar gitar melilit di lehernya, lalu di sampingnya kekasih Cybele tertembak dan darahnya menyebar kemana-mana."
Tunggu! Aku seperti familiar dengan kisah ini.
Bibi melanjutkan ceritanya lagi. "Setelah itu, ibu dan aku cepat-cepat mengobati kekasih Cybele, sedangkan Cybele yang shock masih terduduk di depan pintu kamarnya. Suamiku dan ayahmu sudah menelepon Sherif dan membereskan kasusnya," jelas bibi panjang lebar.
"Lalu bagaimana dengan ibu?" Tanyaku semakin penasaran.
"Ah ya, aku lupa. Asha mempunyai penyakit jantung lemah sejak kecil. Kami tidak memperbolehkan dia mengetahui itu. Ibumu meninggal saat melahirkan dirimu dan tidak mengetahui fakta apa-apa tentang ayahnya,"
Tanpa sadar, air mataku mulai meleleh ke pipiku. Segera ku hapus air mataku dan bertanya lagi pada bibi. "Ayah dan paman bagaimana?"
"Setelah ibumu meninggal, ayahmu menitipkanmu padaku, aku yang mengurusmu hingga kau besar sekarang ini. Katanya, ayahmu dan suamiku akan membereskan kasus kakekmu dulu, mereka menyuruhku pergi denganmu karena disana tidak aman. Tapi tanpa membuahkan hasil apa-apa, mereka juga meninggal dengan mengenaskan saat menyelidiki kasus kakekmu." Air mata menetes dari mata bibi, aku merasakan kesedihannya, aku memeluknya dan menenangkannya.
"Aku lega bisa menceritakan semuanya padamu Cy," kata bibi lega. "Sekarang, jika aku pergi, aku akan pergi dengan tenang"
"Apa yang kau bicarakan bi? Kau tak akan meninggalkanku, memangnya aku mau hidup dengan siapa lagi?" Rengekku sambil mengguncang bahu bibi.
"Sudahlah, tidurlah sekarang. Kau ingin terlambat besok?" kata bibi bercanda. Di situasi seperti ini, bibi masih sempat-sempatnya bercanda.
"Baiklah bi, aku tidur. Selamat malam," ucapku malas sambil keluar dari kamar bibi.
Dalam perjalanan ke kamarku. Aku memikirkan cerita bibi tadi, aku sangat familiar dengan kisahnya. Aku seperti pernah mengalaminya, dan aku seperti mengenal mereka di cerita itu. Wajahnya sangat familiar di mataku. Aku akan menyelidikinya nanti, aku sudah sangat mengantuk, aku rindu kasurku.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
FantasyHampir setiap hari aku memimpikan semua itu. Semua terasa nyata. Dan, tak ada yang bisa menjelaskannya. Jika kau membaca kisahku ini, berjanjilah bahwa kau akan menyimaknya sampai habis. Harus! Copyright ©RangerKuneng 2017