Senja yang lalu aku menekur dalam rindu
Di sanalah aku melihat sosoknya
Atensiku terfiksasi sudah pada kategorisasi
Aku tak bisa lagi membawanya pergi menjauhi
Meskipun di dalam hati terlibat kontradiksi
.
Aku tetap melangkah, melebarkan jarak di antara kami
"Mengapa?" tanyanya, lemah
Aku tak ayalnya menjawab dengan tenang
Seakan memiliki turang yang siap menopang, dengan kelu aku membalas,
"Karena hanya ini yang bisa aku lakukan."
.
Pagi yang lalu aku menemukannya
Sejelasnya ia hanya bagaikan kupu-kupu
Bahwasanya aku ingin mendominasi dirinya,
...aku tak pernah bisa
Karena pertanyaan itu kerap berputar sendiri dalam rekap memori
"Mengapa?"
.
Malam yang lalu aku sudahi semua
Seluruh alufiru yang menjadi-jadi hanya tinggal kenangan
Barang sebentar aku mencoba mengedikkan sedikit tubuhku ini
Mencoba mencari eksistensi yang bisa membawaku ke ranah kehidupan
Kehidupan di mana 'dia', ada
.
Kuteruskan saja mimpiku ini
Aku tidak perlu mengejar dirinya lagi
Sekarang, aku sudah mendapatkannya, seutuhnya
Kami, tawanan waktu
Tak ada yang bisa memberi restriksi
Kini, aku paham pertanyaannya yang penuh delusi
Seuntai paut pertanyaan, "Mengapa?"
.
Surat dengan motif kupu-kupu itu tergelatak manis di sisiku
Sampulnya sudah usang dan melebur
Terakhir aku membacanya, aku tidak bisa berpikir apa-apa lagi
Surat yang ia tuliskan untukku sebelum ia menjejak pergi
Jauh, jauh...
Dan sekarang,
Aku hanya ingin semuanya berlalu
Cepat
Akurat
Dan jika keinginanmu cukup kuat, maka Tuhan menjadikannya kenyataan
Aku bisa meneruskan mimpiku
.
"Hei," sapaku, menyeruak
Ia menolehkan sedikit kepalanya, tanpa penyesalan
"Bagaimana dengan mimpimu?" sanggahnya
Ah...
"Indah. Cukup menarik. Aku bisa menyusulmu ke sini. Itu berkah bagiku."
Ia tersenyum, manis sekali
Aku berdiri dan meregangkan tubuh sebelum kuhampiri tubuhnya
"Sampai kapan kita akan di sini?"
"Hingga kita harus berpisah kembali."
Jawaban yang menyenangkan
"Maksudmu, hari akhir?"
Ia mengangguk
Dan, entah untuk berapa lama, ia kembali pergi dariku
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi
PoetrySajak sederhana tentang korupsi pikiran, spiritualitas psikologis dan konsep kematian dalam rangkaian puisi kompleks yang singkat.