"Anak-anak, sekarang kalian bentuk kelompok yang masing-masing kelompok berjumlah enam orang. Atau begini saja, saya yang akan menentukan kelompoknya. Setuju yang mana?" ucap seorang Bapak Guru Seni Budaya kelas X yang sedang mengajar dikelasku, X-B.
"Ditentukan sama pak Herman saja!" seru ketua kelasku. Dia begitu tegas membimbing kami, siswa kelas X-B.
Pak Herman pun menentukan kelompok-kelompok. Beliau menuliskan nomor absen di papan tulis secara berkelompok. Kulihat aku berkelompok dengan Fajar, Iza, Dini, Sofyan, dan Eka. Kami mendapat bagian tugas membuat karya painting glass. Kami hanya diberi waktu satu bulan untuk mengerjakan karya itu. Kami harus mengumpulkannya tepat waktu karena ini merupakan penilaian UKK atau biasanya disebut Ulangan Kenaikan Kelas. Dari sinilah dimulainya kedekatanku dengan Eka. Dan aku tak pernah menghiraukan itu.
"Teman-teman, waktunya mepet banget nih! Kita harus benar-benar kerja. Hari ini kita tentukan tema dan judul dulu. Dan kalo bisa sama sketsa gambarnya," kata Iza mengawali diskusi.
"Setelah itu?" Eka angkat bicara.
"Untuk mempersingkat waktu, gimana kalo kita kerja kelompok di luar jam sekolah?" usul Dini.
Aku pun memberanikan diri untuk bicara, "Setuju! Kita harus tentukan hari dan tempatnya."
"Gimana kalo hari Minggu? Biar Enggak mengganggu konsentrasi belajar," ucap Sofyan.
"Setuju!" seru Iza dan diikuti dengan teman-teman lain.
Aku Linda. Aku tak begitu akrab dengan mereka, karena tempat duduk mereka jauh dengan tempat dudukku sehingga aku jarang komunikasi dengan mereka. Dengan adanya kelompok ini aku dapat lebih akrab dengan mereka.
*****
Hari minggu telah tiba. Yups! Aku harus berangkat ke rumah Dini untuk kerja kelompok membuat karya seni painting glass. Aku terpaksa berangkat berboncengan dengan Eka karena sepeda motorku dibawa kakak ke Surabaya. Awalnya sih aku nggak ikut kerja kelompok, eh Eka nawarin berangkat bareng. Ya sudah aku berangkat bareng Eka. Lagian pula rumahnya nggak jauh-jauh amat dari rumahku.
Saat kerja kelompok, Hal yang paling aneh dan terus-terusan terpikir olehku yaitu saat Eka diberi tugas oleh Iza untuk membeli cat, dia malah memilih aku untuk ikut dengannya.
Aku pun menyangkal, "Aku? Kenapa harus aku?"
"Sudah, ayo! Lagian juga kalo kamu di sini aku takut kamu nanti dicakar-cakar sama monyet ini," ejeknya pada Dini.
Alasan yang enggak logis menurutku. Lagi pula, hari ini Fajar nggak bisa ikut, kalo Dini yang ikut Eka beli cat, rumah Dini gimana? Sofyan dan Iza beli kaca. Okelah, mau gimana lagi, aku ikut Eka.
"Sialan lu ngatain aku monyet!" seru Dini. Eka tertawa kecil.
"Ha ha ha...." Aku tertawa keras karena lucu mendengar suara tawa Eka yang lucu bin aneh itu.
Di dalam perjalanan hingga di dalam toko, dia terus ngobrol dan bertanya padaku. Mulai dari tentang kesukaanku dengan sepak bola hingga hal ini itu tentangku.
*****
Hari-hariku terus terpikir oleh bayangan wajah Eka. Apa yang terjadi padaku? Setelah aku sekelompok dengannya, aku terus memikirkannya. Dia yang selalu perhatian padaku. Dari yang sebelumnya tak akrab menjadi sedekat ini. Atau mungkin memang orangnya seperti ini? Mungkin ini memang arti persahabatan satu kelas, karena kami tak akan satu kelas lagi.
Hari ini adalah hari dimana penentuan pembagian kelas IPA,IPS, dan BAHASA. Rasa dag dig dug di hati pasti ada. Tapi hal ini begitu aneh. Aku lagi-lagi memikirkan dia. Eka masuk kelas apa ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta
RandomKumpulan cerpen dengan berbagai genre. Berharap kalian bisa menemukan jawaban dari apa yang kalian cari. Seperti aku yang sedang mencari ... SEMESTA Kritik, saran, komentar, vote sangat dibutuhkan. Setidaknya tinggalkan jejak!