Sekecil apapun tindakan seseorang, akan dapat membuat kalian berubah.
*****
"Aku Wildan."
Setelah ia melepas tangannya dari tanganku, aku memberikan bola yang sedari tadi ada di tanganku dengan kedua tangan. Ia pun mengambilnya dengan dua tangan. Menyentuh tanganku dengan lembut.
"Kau boleh memandangku tiap hari. Bahkan aku ingin lebih dari itu." Kemudian ia berlalu dengan senyum yang sangat kusuka.
*****
Aku Masayu. Aku orang yang tidak pernah keluar rumah selain sekolah, kerja kelompok, dan bersilaturahmi dengan saudara. Aku pendiam dan penakut. Hal yang membuatku menjadi antusias adalah novel. Aku tak pernah tertarik dengan hal lain selain novel. Oleh karena itu, kamarku penuh dengan buku-buku novel. Ya, novel. Bukan buku pelajaran, karena aku tidak terlalu pintar.
Suara denting jam terdengar sangat mendominasi kamarku. Aku telungkup. Mataku terfokus pada lembaran-lembaran buku novel yang penuh dengan tulisan. Saat kutengok jam dinding, ternyata sudah pukul 15.00 WIB. Aku langsung melompat dari kasur menuju balkon. Ada hal yang akhir-akhir ini menarik perhatianku.
Kuarahkan pandanganku ke arah kanan. "Ah!" celetusku.
Aku memandanginya tanpa sedetikpun tertinggal.
Dia, cowok yang setiap pagi dan sore berjalan di depan rumahku. Dengan seragam SMA-nya, ia melangkah begitu cepat. Yang menarikku untuk selalu memandangnya adalah ia tidak pernah tersenyum. Aku selalu mencari senyumnya. Oleh karena itu, aku tak lepas dari wajahnya.
"Hei!" Entah keberanian dari mana yang kudapat sehingga membuatku berteriak menyapanya.
Aku tak berharap ia menoleh ke arahku. Tapi saat itu dia tiba-tiba menoleh. Beberapa detik kami saling berpandangan. Kemudian senyum muncul di bibirnya. Itu senyum yang pertama kali kudapatkan darinya.
Beberapa detik kemudian dia berjalan kembali. Senyuman itu membuat kakiku melangkah. Melangkah untuk mengikutinya.
Dengan cepat aku menuruni tangga sehingga menimbulkan suara. Kubuka pintu rumah keras-keras tanpa kembali menutupnya. Aku berlari di jalan. Mencari cowok berbaju seragam SMA. Saat setelah menemukannya aku kembali berjalan beberapa meter di belakangnya. Dengan cara ini aku tidak bisa melihat senyumnya.
Tapi, ini adalah pertama kalinya aku bersemangat untuk keluar rumah selain sekolah, kerja kelompok, maupun silaturahmi ke saudara. Dan aku merasa aneh. Ini bukan aku yang biasanya. Ingin rasanya aku menyapanya, namun sifat penakut masih memelukku.
Cowok itu berbelok ke arah sebuah lapangan yang sudah penuh dengan cowok-cowok dengan pakaian olahraga. Sepertinya itu sepak bola. Sebagian dari mereka sedang asik memainkan bola. Ada yang menendangnya, ada yang mencoba memasukkannya ke dalam gawang, ada juga yang masih duduk-duduk ngobrol di samping lapangan.
Aku berhenti di bawah pohon mangga yang ada di pinggir lapangan. Aku tetap melihatnya. Tanpa senyum ia masuk ke dalam sebuah bangunan dengan tulisan 'Toilet' di bagian depan.
Aku masih setia menunggunya. Entah apa yang membuatku menunggu. Aku tak pernah menunggu seseorang seperti ini. Belum tentu orang yang kutunggu akan mengetahui keberadaanku. Tapi aku merasa akan ada sesuatu yang terjadi. Tunggu, ini bukan aku yang biasanya.
Beberapa menit kemudian, ia keluar dari toilet dengan baju yang sama dengan yang digunakan oleh yang lainnya. Sepatu berwarna biru muda dipadu dengan kaus kaki panjang selutut berwarna hitam tampak membuat diriku tak lepas darinya.
Aku menatapnya, senyumnya yang diperlihatkan kepadaku tadi, kini terlihat kembali. Aku merasakan sudut senyumnya berbeda dengan senyumnya padaku tadi. Apa maksudnya ini?
Mataku tetap tak lepas darinya. Dia berlari, dia menendang bola, dia memasukkan bola ke dalam gawang, hingga akhirnya sebuah bola gagal ia masukkan ke dalam gawang. Bola itu memantul di tiang gawang dan melesat ke arahku. Aku orang yang tak mahir dalam olahraga, namun kali ini aku dapat menangkap bola yang datang cukup keras ke arahku.
Aku memandangnya berjalan ke arahku. Aku melihat senyum itu. Sudut senyumnya spesial.
Tiba-tiba angin berhembus lembut menerbangkan poni rambutku dan juga baju olahraganya.
Saat sampai di depanku, hal yang tak terduga ia lakukan padaku. Dia mengulurkan satu tangannya dengan posisi ingin berjabat tangan.
"Gadis Balkon yang pendiam! Aku tertarik denganmu," ucapnya dengan lembut tetapi berwibawa.
Senyumnya tak pernah lepas dari wajahnya. Ini pertama kalinya aku mendengar suaranya. Akankah seharusnya aku merekam suara itu?
Aku terkejut. Dia tahu kalau aku selalu memerhatikannya di balkon. Tanpa dikomando tanganku juga mengulur. Aku tak pernah melakukan ini seumur hidupku. Mengatakan namaku sebelum orang lain bertanya namaku.
"Aku Masayu!" ucapku sambil menerima uluran tangannya. Aku dan dia saling berpandangan. Tepatnya aku memandang senyumnya.
Aku menyadarinya. Senyumnya telah merubahku sejauh ini. Aku yang pendiam dan tak menarik pada orang lain, dalam beberapa detik aku berubah.
"Aku Wildan."
Aku mengembalikan bola itu dengan kedua tanganku.
Saat ia mengambilnya, tangannya menyentuh tanganku dengan lembut dan berkata, "Kau boleh memandangku tiap hari. Bahkan aku ingin lebih dari itu."
Aku ingin melihatmu terus tersenyum dari balkon kamarku.
Kemudian ia berlalu dengan senyum yang sangat kusuka.
*****
13-11-2015
Nur Afifah
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta
RandomKumpulan cerpen dengan berbagai genre. Berharap kalian bisa menemukan jawaban dari apa yang kalian cari. Seperti aku yang sedang mencari ... SEMESTA Kritik, saran, komentar, vote sangat dibutuhkan. Setidaknya tinggalkan jejak!