Bapak Mahasiswa

26.4K 172 14
                                    

Warning

Wanita dengan rambut dikucir kuda itu berjalan cepat di depanku seakan tau aku mengikutinya dari belakang. Gerakan kakinya saling berpacu untuk segera masuk ke gedung perkuliahan yang berjarak lima puluh meter di depannya. Sudah tiga hari dia mengabaikanku, dan sampai kini aku tak tau salahku apa.

"Hey!" aku gapai pundaknya dan ia menoleh padaku. Matanya menatapku seakan aku manusia menjijikan yang sangat dia dibenci.

"Jangan sentuh aku! Kau brengsek!" teriaknya sambil menepis tanganku.

"Kenapa sih Ra? Ada apa? Salah aku apa lagi kali ini? Udah tiga hari ini kamu nyuekin aku. Aku minta maaf jika memang salah. Tapi jangan kayak gini. Tugas kita banyak. Belum lagi tugas kelompok manajemen operasi. Indri bilang deadlinenya besok. Dan aku nggak mau kita kehilangan nilai begitu saja." dari dulu dia emang moody dan untuk membujuknya tidak mempan dengan hanya kata maaf. Terutama untukku.

Ia mengabaikan dan kembali berjalan meninggalkanku. Ah, susahnya jadi cowok. Selalu disalahkan. Bahkan disaat aku sendiri tidak tau salahku apa.

"Banash!" Seorang wanita melambaikan tangannya padaku. Ia dari arah parkiran motor berlari pelan karna tubuh gemuk dan kakinya yang pendek itu sangat malas untuk berlari kencang di pagi yang panas ini. "Lemes banget lo? Ora ngamuk lagi?"

"Iya. Padahal gue udah coba bicara, eh, malah dibilangin brengsek. Kan tai! Gue salah apa lagi sih Joe? Mana tugas MO belum kelar. Padahal besok terakhir dikumpulin." aku menghembuskan nafas lelah.

Joe hanya bisa mengelus bahuku pelan walau ia harus menjinjit kakinnya karna postur tubuhku yang sangat tinggi. Kami berjalan berbarengan memasuki gudung perkuliahan. Kelas yang kami tuju sama yaitu kelas 3F yang berada paling pojok lantai tiga.

Joe adalah adikku, lebih muda dua tahun. Tapi dengan sangat kurang ajarnya ia mengejar tingkatku dengan otaknya yang cerdas. Aku bukannya bodoh, hanya saja suatu keadaan membuatku harus menganggur selama satu tahun. Walau begitu, sekelas dengan adik tetap membuatku terlihat bodoh, dan merasa bodoh.

Namaku Nash, bukan 'Banash'. Banash adalah panggilan sayang Joe untukku, itupun kalau dia sayang. Nama itu digunakannya untuk memanggilku sejak kecil. Waktu itu Joe berumur tiga tahun, ia masih tidak bisa mengucapkan kata "Bang" karna flu yang selalu dideritannya. Ingus yang selalu keluar membuat hidungnya tersumbat dan segala kata yang berhubungan dengan 'M dan N' akan terdengar aneh jika ia mengucapkannya. Jadi ketika Joe berucap 'Bang' akan terdengar seperti 'Bag'.

Sepanjang perjalanan ke lantai tiga, Joe terus menceramahiku tentang cara-cara melunakkan hati wanita yang lagi ngambek. Aku tidak paham, bahkan aku sudah mempraktekkan apa yang dijelaskan oleh Joe. Mengajaknya makan kesukaannya, jalan-jalan, nonton film romantis, sampai membelikan action camera yang sangat diinginkannya walau sampai kini kamera itu masih belum sedikitpun disentuhnya, padahal itu kan mahal. Namun itu semua tidak berhasil melunakkannya? Apa mungkin aku harus membuat puisi demi maafnya? Tapi aku bukan orang yang puitis.

Sampai di kelas ku lihat wanitaku termenung di sudut belakang menghadap ke awan yang mendung. Dia Aurora, kekasihku. Tapi ya gitu, lagi ngambek. Kata Joe, kasih waktu dia untuk sendiri dulu. Jadinya aku duduk disebelah Joe dua deret di samping bangku Ora. Ia terlihat murung dan tidak memperhatikan perkuliahan.

Selama perkuliahan ia tidak sedikitpun melirikku. Sampai pulangpun ia masih mengacuhkanku. Saat Indri -ketua kelompok tugas MO- menanyakan tugas padaku dan Ora, ia menyerahkan bagiannya. 'Eh!!!? Ora sudah membuat tugasnya!? Sialan, kan gue belum buat gara-gara mikirin dia, eh dianya udah selesai.' Aku hanya garuk kepala saat ditanya tugas bagianku karna memang tugas itu belum ku sentuh sama sekali.

KOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang