Silent | Nine

5.4K 710 1
                                    

Before it all goes wrong.

Sudah hampir sejam aku dan lelaki di sampingku ini duduk di hamparan rumput belakang kampus memandangi langit yang bertaburan bintang dan bulan yang bersinar terang.

Haha, lebay, ya?

Angin sejuk menerpa wajahku membuat aku melipat kedua tanganku di dada. Sebuah jaket hangat menyelimuti tubuhku membuatku reflek menoleh ke arah Wonwoo dengan wajah khawatir.

"Jangan memakai pakaian lengan pendek lagi, kau tahu kan udara akhir-akhir ini tidak sehat," nasihatnya dengan tatapan sendu.

Aku terkekeh. "Baiklah."

Ia berdehem pelan lalu menegakkan tubuhnya. "Aku tahu ini sulit diterima, tapi aku tidak ingin kau terluka. Banyak orang di luar sana yang ingin melukaimu karena aku."

Aku membuang muka, aku tahu ini mengarah ke mana. Dia ingin membahas statusnya lagi yang memiliki banyak fans.

Apalagi si Sera itu. Dia bertingkah seakan aku tidak nampak di sebelah Wonwoo menggenggam tangannya.

Wonwoo meraih kedua tanganku dan menggenggamnya.

Astaga, di suhu yang seperti ini, tangannya masih terasa sangat hangat.

"Dengarkan aku...," lirihnya. Mulutnya mengeluarkan uap air saat ia bicara, dia kedinginan.

Aku merasakan nafas hangatnya menerpa telapak tanganku tidak lupa dengan mata teduhnya yang sangat menenangkan.

"Beribu maaf kuucapkan. Aku sangat peduli denganmu, ini satu-satunya cara agar kau bisa merasa aman tanpa ada aku. Aku tidak mau kejadian itu terulang lagi, aku tidak mau melihatmu terluka di dalam kamarmu lagi, tolong."

Dia mengeratkan genggamannya.

Aku menggeleng sambil memejamkan mataku. Ini tidak mudah, kepercayaanmu akan diuji dua kali lipat dan aku tidak yakin.

Bulir air yang hangat mengalir di pipiku. Wonwoo mendongak lalu menghapus air itu. Ia tidak menarik tangan hangatnya itu. Ia malah mengelus pipiku sambil tersenyum kecil.

"Aku akan merindukan ini."

"Jangan lakukan ini, kumohon."



Wonwoo tersenyum pahit lalu berdiri dari duduknya. Ia menunduk lalu mengulurkan tangannya mengisyaratkanku untuk ikut berdiri di sampingnya.

Lalu aku bangkit, ia terkekeh menyadari bahwa aku masih mendongak untuk menatap matanya. Aku semungil itu jika dibandingkan dengannya.

"Aku punya sebuah permainan yang cukup menghibur. Setidaknya untukku yang kamu bilang kaku ini.

Isi permainan ini adalah jika aku bersama gadis yang ku cinta di bawah langit malam, jumlah bintang di malam itu pertanda berapa lama aku akan bertahan dengan gadis itu. Saat aku bersamamu setahun yang lalu, aku menghitung bintangnya dan tebaklah berapa bintang yang kuhitung," Ia menoleh ke arahku dengan senyum lebarnya. Aku masih diam menunggu kelanjutan ceritanya.

"Ada tujuh, tujuh bintang dan artinya kita akan bersama selama 7 tahun. Kita baru menginjak 1 tahun, 6 tahun lagi masih tersisa. Namun, setiap malam aku bersamamu, bintangnya selalu bertambah. Itulah yang membuatku senang mengajakmu ke sini untuk entahlah mengetahui bintangnya bertambah atau tidak."

Aku terdiam sebentar. Rasa geli mulai tumbuh di perutku. Ini hal konyol. Dia sangat aneh dan jujur lebay. Memang dia siapa bisa berpikir seperti itu?

"Maksudmu?"

Ia menoleh untuk menatap mataku lalu wajahnya kembali datar.

"Bintang-bintang ini yang membuatku yakin harus bertahan denganmu. Ku harap kau juga yakin sepertiku apapun kondisinya. Percayalah pada bintang-bintang ini," ujarnya.

Aku memukul lengannya. "Jangan memberiku harapan palsu! Mana ada mitos yang seperti ini!" seruku dan tawaku langsung meledak.

Ia mengernyit, lalu menyentil dahiku pelan. "Kalau ini harapan palsu, kenapa aku juga ikut percaya?" tanyanya balik.

Aku mengendikkan bahuku. "Mungkin kau bodoh," gumanki.

"Apa?"

Aku terkekeh. "Tidak, Tidak."



Hening, tiba-tiba perkataannya tadi menghantui otakku. Kalau ini tidak berhasil apa jaminannya?

Apa akan berakhir begitu saja? Setelah setahun.... itu waktu yang singkat kan?

Wonwoo menoleh ke arahku. "Kau tidak yakin?" Aku menggeleng sambil menunduk.

"Hahaha, hmm, kira-kira aku harus melakukan apa untuk meyakinkan gadis satu ini," ujarnya menarik tubuhku ke dalam dekapannya.

Jaket yang ia tempelkan di tubuhku jatuh begitu saja membuat Wonwoo semakin erat mendekapku.

Mataku memanas. Mencegah tangisku yang hendak turun dengan aku menyembunyikkan wajahku di dalam dekapannya.

"Jangan, bagaimana jika kita jalani ini kayak biasa saja? Kau tidak usah mengkhawatirkan aku, mereka akan lelah juga nantinya."

"Shei-"

"Bagaimana jika mereka yang justru mengganggumu?"

"Shei-"

"Bagaimana jika tidak berhasil? Jika kau lupa padaku?"

"Sheila!" serunya melepaskan dekapannya dan menggenggam bahuku erat. Ia menatap mataku yang sudah banjir oleh air mata ini sedalam-dalamnya.

"Ini demi kebaikanmu. Ini cara lain menjagamu. Jangan berbicara yang aneh-aneh, aku akan marah jika kau berbicara seperti itu," katanya penuh penekanan.

Aku menunduk. Mencoba menghapus air mata yang aku keluarkan. Ia diam saat bahuku bergetar menandakan bahwa usahaku menghentikan tangisku sia-sia.

Setelah beberapa menit aku dan dia diam. Aku mendongak bertemu dengan matanya yang belum juga beranjak dari wajahku.

"Bagaimana jika ini menjadi yang terakhir?"

"Tidak akan, sayang."

Itulah 3 kata yang membuatku bertahan, 3 kata yang membuatku yakin.




"Benarkah?"

"Pegang kata-kataku, Sheila."

Silent | Jeon Wonwoo ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang