Bagian 1

8.5K 646 13
                                    

Loretta Carver menatap titik-titik hujan yang turun perlahan, menciptakan jalur panjang dalam perjalanannya menuju ke tepi rangka jendela. Ia berusaha menggali ingatannya, mengingat bagaimana persisnya hari itu terjadi.

Axel Moreau pergi berkuda bersama ayahnya di suatu siang. Iya, ayahnya yang tukang judi dan dikenal sebagai pecundang tidak berguna di desa. Hanya karena Axel dan mendiang Ibunya, keluarga mereka masih dihormati. Loretta hanyalah sebagian dari para penduduk yang mengantarkan kepergian Axel di perbatasan desa.

"Aku pergi dulu. Mohon kebaikan kalian untuk mendoakan Ayahku supaya bisa sembuh kali ini." Axel beralasan bahwa kepergian mereka adalah untuk karena alasan kesehatan Ayahnya, secara fisik. Padahal semua orang tahu, Ayahnya punya masalah mental.

"Lady Loretta," senyum Axel sambil menyentuh pinggiran topinya. Loretta tersenyum sopan saat memandang punggung pria itu menjauh. Ia adalah putri dari pria yang berpengaruh di desa. Dulu, ia dan Axel biasa bermain bersama. Entah sejak kapan mereka tidak pernah lagi bersama, dan entah sejak kapan, Loretta hanya bisa memandang punggung Axel dan tawanya yang kini tidak pernah lagi ditujukan kepadanya. Kini, punggung Axel bergerak menjauh bersamaan dengan derap kudanya. Loretta menyimpan momen itu dalam hati, tanpa pernah tahu bahwa itu adalah terakhir kalinya ia bisa melihat Axel dalam hidupnya.

Suara siulan teko air membawa Loretta kembali ke masa kini. Ia mengambil kain dan mengangkat tekonya dengan hati-hati, matanya menerawang jauh saat kepulan uap terlihat dari air yang dituangnya ke dalam gelas tehnya. Loretta menghela nafas. Seminggu yang lalu, kabar kematian Axel Moreau sampai ke desa. Bersamaan dengan itu, kabar bahwa Ayahnya telah dipenjara juga sampai ke desa. Penduduk berspekulasi, tidak urung kesimpulan mereka tiba pada tempat yang sama, bahwa kematian putranya yang baik itu diakibatkan oleh ulah tidak bertanggung jawab Ayahnya sendiri.

Hanya saja, bukan itu yang ada di pikiran Loretta saat itu. Ia hanya bisa merasakan bagaimana dunia perlahan-lahan runtuh di depan matanya. Bagaimana senyum terakhir Axel terlihat memesona, namun perlahan hilang mengabur dalam ingatannya. Loretta bahkan tidak bisa menangis. Ia hanya bisa tahu, ada satu bagian hatinya yang mendadak membusuk dan mati bersama dengan kematian pria yang dicintainya selama sepuluh tahun terakhir. Dalam diam, dalam angan-angan, dan berakhir sia-sia.

"Miss Chaster..."

Loretta menoleh dan segera tersenyum sopan. Kepala pelayan berdiri di sebelah pintu dapur. Sekarang ia bukanlah seorang Lady. Ia hanyalah Miss Loretta Chaster, seorang sekretaris muda. Ia tidak bisa melupakan kronologisnya. Sampai di rumah, ia histeris sendirian di kamarnya, menolak pinangan yang dipersiapkan untuknya, dan berkemas pergi tanpa tujuan. Beruntung dalam perjalanan ia menemukan iklan pekerjaan yang agak mencurigakan.

Syaratnya hanya punya kemampuan administrasi yang bagus, tidak banyak bicara, dan tidak pernah bertanya siapa tuannya. Loretta mengambil iklan lusuh yang tertempel di pintu kereta, pergi menuju alamat yang dimaksud, dan ketika kesadarannya pulih sepenuhnya, ia telah bekerja sebagai sekretaris seorang Marquis tanpa nama.

"Ada apa, Jefferson?" jawab Loretta pada si kepala pelayan. Pria itu sudah tua, punya mulut yang agak judes, tetapi baik hati. Ialah yang memastikan kebutuhan Loretta terpenuhi dan gadis itu merasa nyaman tanpa tahu kepada siapa ia bekerja.

"HisLordship akan kembali malam ini. Beliau ingin bertanya tentang hasil pekerjaanmu."

Loretta tersenyum dan mengangguk percaya diri. Sejauh ini pekerjaannya rapi dan detil, ia bisa mengingat dari kolom mana angka yang ditulisnya di laporan berasal. Bagaimanapun, ia terbiasa menjadi kaki tangan Ayahnya dulu dalam mengerjakan pembukuan keluarga.


>>to be continued


Chasing The Daydream - 2nd Ballroom Series [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang