Bagian 4

6.9K 572 35
                                    

"Leo? Please, katakan sesuatu. Kau membuatku gila dengan hanya diam seperti itu."

Axel melihat Leo mendengus, menutup matanya, dan menarik topinya menutupi wajah. "Diamlah, Mr. Hamilton, tuanmu butuh istirahat."

Mereka berdua berada di dalam kereta kuda milik Marquis de Lister. Roda kereta bergulir di atas jalanan yang mulai tidak rata, membuat penumpang di dalamnya duduk berguncang-guncang. Bulan tampak tinggi di langit, waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi, dan udara di luar dingin sehingga Axel merapatkan gorden jendela.

Selera humor Axel sedang buruk-buruknya karena Leo memaksanya ikut pergi di tengah malam. Axel menggumam dan menggerutu tidak jelas.

Well, Axel tidak bisa disalahkan, pikir Leo tenang.

Axel baru saja membiarkan wanita yang dicintainya pergi dan meninggalkan dirinya. Walaupun Axel bersikukuh ia membiarkan wanita itu pergi untuk kebaikannya sendiri, Leo tidak bisa sepenuhnya setuju. Terutama karena wajah Axel seperti mau mati saja sejak kereta Earl of Cotswold melaju pergi dan membawa gadis itu bersamanya.

Leo menghela nafas. Ia sendiri juga lelah setengah mati. Tadi siang, ia mengunjungi kuburan Anne lagi. Tidak ada yang berubah di sana, hanya sebuah makam dingin, yang serajin apapun Leo mengganti bunganya setiap hari, tidak akan bisa mengembalikan Anne kepadanya.

Karena itu, selama masih ada waktu... bukankah akan lebih baik kalau orang-orang diberikan kesempatan untuk jujur dan meraih cintanya selagi bisa?


-0000-


Axel menguap lebar-lebar ketika kereta akhirnya berhenti dan kakinya bisa kembali menginjak tanah. Kantuknya kemudian menghilang ketika ia menyadari bahwa Leo membawanya kembali ke rumah lamanya. Rumah masa kecilnya. Rumah yang seharusnya sudah dilelang untuk melunasi hutang judi ayahnya.

Pandangan Axel kembali ke hamparan hijau yang terbentang sampai ke kedalaman hutan. Di dalam hutan, sepetak bunga bluebell selalu tumbuh setiap musim semi. Lalu tidak jauh dari sana, sebatang pohon besar, dengan batang yang kokoh kehitaman, menjadi tempat favorit Loretta untuk bersembunyi. Gadis itu selalu menyurukkan tubuh kecilnya ke lubang besar di dasar pohon, sembunyi dan menekuk lutut sampai berjam-jam di bawahnya.

"Axel," panggil Leopold kasual, membuyarkan lamunan Axel. "Mulai hari ini, ini rumahmu."

"Apa..." Tatapan mata Axel bingung ketika menatapnya.

"Athony membelinya. Aku membelinya dari Anthony, dan kini, aku memberikannya kepadamu."

Axel menatap Leo, mulutnya menganga lebar.

Leo menggerakkan bahunya sedikit. "O-oh.. tidak perlu menangis terharu padaku, karena ini sama sekali tidak gratis, Axel. Aku meminta Anthony memberikan laporan dan memanggil pria bar gendut itu untuk bersaksi dan mencabut akta kematianmu. Prosesnya menyebalkan, kata Anthony... " Leo memutar bola matanya, membayangkan bagaimana Anthony mengomel, menggerutu, dan mungkin mengadukannya ke Lucy.

"Jadi, gelarmu sudah kembali padamu, Baron Axel Moreau. Sayangnya, uhm... Ayahmu ditangkap atas kejahatannya menculik Lucy jadi aku tidak yakin Tony masih mau berbaik hati mengembalikannya ke jalan. Aku juga agak keberatan kalau penculik adikku bebas berkeliaran di jalan. Maaf, jangan tersinggung."

Axel masih diam, jadi Leo melanjutkan. "Lalu, ehm... aku akan mengulanginya, ini tidak gratis. Kau adalah partnerku, mitraku, sekretarisku mulai sekarang. Kau akan membayar rumah ini padaku dengan biaya yang tidak sedikit. Aku cukup perhitungan, bukan? Kau harus melunasinya dengan bekerja kepadaku sampai aku mungkin bosan melihatmu di sebelahku. Intinya, jangka waktunya tidak terbatas. Aku yang menentukannya."

Chasing The Daydream - 2nd Ballroom Series [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang