Wanita itu berjalan ditengah ramainya bandara internasional Soekarno-hatta, dengan mata sembab dan tangan gemetaran.
Menghela napas, ia kembali menatap sekelilingnya. Mengamati setiap orang yang berlalu-lalang ditempat itu. Dia tidak akan datang.
Wanita itu memilih untuk menggedikan bahunya dan melangkah pergi, sebelum satu panggilan menghentikan langkahnya.
"Cantik."
Amora berbalik dan mendapati Dave berdiri didepannya dengan pakaian kantor, sepertinya ia belum pulang kerumah dan langsung menemui Amora di bandara. Wanita itu tersenyum kecil.
"Terima kasih sudah datang Dave. Aku akan pergi, aku titipkan Alea padamu." Amora menghela napas. "Sampai jumpa."
Dave terdiam. Ia tahu apa yang terjadi pada Amora, ia sakit. Tante Dave yang mendiagnosa Amora siang tadi. Dan tidak Dave sangka kalau Amora akan memilih jalan seperti ini.
"Bagaimana dengan Brian?" Dave menatap punggung Amora yang mendadak tegang.
"Biarkan dia tidak tahu mengenai masalah ini."
Ini adalah jalan terbaik.
"Amora kau-"
"Aku senang." Amora tersenyum lebar. Ia menolehkan kepalanya sedikit. "Akhirnya kau memanggil namaku, Dave."
Dave tercekat.
Lidahnya kelu.
Ia tahu, menahan Amora adalah hal yang mustahil dia lakukan sekarang ini. Jadi, ia akan mengikuti kemauan Amora.
"Sampai bertemu lagi, Amora McKnight."
Rasanya Amora ingin menangis. Tapi ia tidak bisa. Sudah cukup ia menangis hari ini. Ia akan memulai kehidupannya yang baru di Amerika. Ia akan melupakan semua kenangannya di Indonesia.
Sekali lagi Amora menatap liontin kalung ditangannya. Liontin berbentuk oval yang berisi foto keluarga kecilnya.
Dirinya, Brian dan Alea.
Semuanya sudah berakhir.
Bukan tanpa alasan Amora melakukan semua ini, tapi ia hanya tidak ingin keluarganya menangisi kepergiannya nanti.
Amora tidak akan bisa selamat dari penyakit ini.
Katakanlah ia egois, tapi kalian akan mengerti apa yang dirasakannya kalau kalian sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak.
Biarlah Brian dan Alea berbahagia tanpa dirinya.
Kini, Amora hanya akan menjadi sekeping memori Indah bagi semua orang.
-Eternal-
Brian meneguk minuman keras langsung dari botolnya. Tubuhnya terkulai tidak berdaya diatas meja bar. Didepannya, berdiri seorang bartender yang menatap Brian ngeri.
Bayangkan saja, baru 2 jam dan Brian sudah menghabiskan 5 botol Bacardi 151 seorang diri. Pria bername-tag Alfred itu tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menghabiskan minuman dengan kadar alkohol 75.5% sendirian. Bahkan, Alfred berpikir kalau pria didepannya ini sudah kelewat depresi sampai bisa seperti ini.
Ponsel Brian menyala. Sebuah panggilan dari Dave langsung muncul di layar. Alfred mencoba membangunkan Brian dengan menggoyang bahunya.
Tapi Brian bergeming.
Jadi, Alfred memutuskan untuk mengangkat telepon itu dan mengatakan pada orang di seberang sana kalau Brian ada di Bar.
Dave mengutuk ketololan Brian disepanjang jalan. Ia mengemudikan mobilnya kencang, untung jalanan sudah mulai lengang karena sekarang sudah lewat tengah malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Love
RomantikCinta Amora dan Brian kembali diuji. Arti Cinta mereka kembali dipertanyakan. Dapatkah mereka mempertahankan rumah tangga mereka?