00.03

23 6 1
                                    

"ABANGG BUKAIN PINTUNYA!!!" teriak Thiya sambil menggedor-gedor pintu milik Anta.

Di dalam kamar, Anta mendengus kesal lalu menatap ke arah pintunya yang sedang ia kunci. Semenjak Thiya pulang untuk berlibur sebentar. Anta lebih sering mengunci kamarnya.

Pintu terus digedor oleh Thiya dari luar. Anta yang sejak tadi bermain playstation pun harus terganggu.

"Sampai pintu gue rusak. Siap-siap aja bakal gue kirim dia ke Amrik selamanya," gumam Anta dan tetap meneruskan gamenya.

"ABANGG!!! SAMPAI ABANG GA BUKA PINTUNYA. BAKAL GUE DOBRAK. TITIK. BUKAIN BANGG!!!" ancam Thiya. Untung saja kedua orangtua mereka sedang pergi keluar. Kalau tidak, Anta dan Thiya pasti dimarahi habis-habisan oleh bundanya.

Karena tidak tahan lagi dengan gedoran dari luar. Anta dengan terpaksa membuka pintunya dan membiarkan dirinya bertemu dengan adiknya yang sangat kekanak-kanakan.

Thiya tersenyum sumringah ketika melihat orang yang ditunggu-tunggunya sejak tadi muncul dari pintu dengan wajah yang kusut.

"Berisik tau ga. Gue lagi main ini. Mending lo di Amrik aja sana. Ga usah balik" bukannya kesal atau tersindir. Thiya justru menerobos masuk ke kamar Anta dan berbaring di kasur milik kakak satu-satunya itu. "Eh bocah" lanjut Anta.

Thiya yang mendengar itu, langsung mendengus tak suka. Enak saja ia dibilang bocah. Umurnya kan sebentar lagi 16 tahun.

"Enak aja manggil gue bocah. Emang gue masih anak ingusan apa? Yang nangis gara-gara eskrim atau balon" gerutu Thiya tak suka. Anta lalu memutar kedua bola matanya dan lanjut bermain playstation yang sempat ia pause terlebih dahulu.

Keadaan pun hening seketika. Thiya yang memandang langit-langit kamar Anta dan Anta yang sedang sibuk dengan gamenya. Karena mulai jenuh dan bosan. Thiya kembali duduk di tepian kasur yang berukuran sedang itu.

"Bang" panggil Thiya sambil melihat Anta yang sedang serius bermain. Main game saja ia seserius itu. Apalagi memainkan perasaan. Eh?

Anta menjawab dengan gumaman yang jelas Thiya tau maksudnya apa.  "Jalan-jalan yuk. Ke mall gitu. Ntar gue traktir deh. Atau ke cafe. Atau kemana aja. Asalkan ga ke rumah temen lo yang somplak itu"

Anta mengernyit bingung dan menatap sekilas ke arah adiknya. Tumben sekali dia mentraktir kakanya yang paling kece dan ganteng sedunia ini. Oke. Anta mulai lebay.

"Tumben lo traktir gue. Biasanya gue terus yang traktir lo" ucap Anta dengan pandangan yang masih serius ke layar yang menampilkan game tersebut.

"Gue mau berbuat baik dulu lah. Kan 4 hari lagi gue balik ke Amrik" Thiya memang bersekolah di Amrik atas kehendak omanya. Jika Thiya boleh memberontak, ia ingin bersekolah di Jakarta saja. Tapi kalau oma nya berkata A maka kehendaknya tak bisa diubah menjadi B.

"Cepet banget lo libur nya" Kesal karena perkataan Anta. Thiya melempar bantal milik Anta dan..

Gotcha!

Bantalnya pas jatuh di wajah Anta. Thiya tertawa keras. Jarang sekali ia menjahili kakanya semenjak bersekolah di Amrik. Anta menggeram kesal lalu melempar bantal yang tadi dilemparkan oleh Thiya. Dan sayang sekali, Thiya tidak kena oleh arah lemparan.

"Sial" makinya. Karena sudah tidak lagi memiliki mood untuk bermain. Anta mematikan gamenya dan merapikan perlengkapan gamenya.

"Udah menang bang?" tanya Thiya saat tawanya berhenti.

"Belum"

"Lah, terus ngapain lo beres-beres?"

"Gara-gara lo lah, bego" Thiya bersungut sebal.

STAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang