Assalamu'alaikum Ukhtii

341 9 3
                                    

Hembusan angin menerbangkan ujung khimarku dengan lembut. Paparan sinar matahari tidak terlalu terik. Tentu saja, karena sekarang masih pagi. Ku hirup oksigen banyak-banyak sembari memejamkan mata, menikmati kesejukan. Kubuka lagi mataku dan tersenyum manis. Ah, cuaca hari ini begitu cerah. Secerah wajah tampannya yang kini sedang tertawa hangat bersama teman-temannya.

Dia Harris. Sahabat sekaligus tetanggaku sejak kecil. Kini dia tumbuh menjadi sosok remaja dengan rupa dan akhlak yang menawan. Siapa sangka, bocah kecil yang dulunya nakal dan jahil bahkan seringkali membuatku menangis, kini sudah bermetamorfora menjadi sosok idaman para wanita. Tak terkecuali aku.

Dulu aku tak percaya pada pernyataan 'Persahabatan antara laki-laki dan perempuan nyatanya takan pernah ada. Karena salahsatu atau bahkan dua-duanya dari mereka lama kelamaan akan memiliki rasa lebih dari sekedar sahabat.' Tapi sekarang, aku malah merasakannya. Ah sudahlah, kenapa aku malah curhat?

Aku menunduk tatkala Harris balas menatapku. Dari ujung mataku, dapat ku lihat sekilas dia tersenyum geli. Pipiku memanas. Sungguh memalukan saat kepergok curi-curi pandang oleh orang yang disuka. Buru-buru kulanjutkan perjalanan menuju rumah Bibi dengan tergesa. Mengantarkan kue yang diamanahkan Mama.

***

Ku hempaskan tubuhku di kasur. Nafasku masih terengah. Lalu memejamkan mata mencoba menetralisir pernafasan. Pikiranku berkelana ke masa saat aku dan Harris selalu bermain dan belajar bersama. Kedekatan kami yang sudah tercipta sejak lama, membuat sepercik rasa aneh dalam hatiku yang lama kelamaan semakin berkobar. Rasa suka yang dulu pernah ada kini sudah berubah. Berubah menjadi rasa cinta. Cinta? Haha benarkah aku sudah jatuh cinta pada Harris?

Suara 'ting' dari ponsel menginterupsiku. Ku ambil ponsel yang tergeletak disamping. Sedetik kemudian dahiku mengernyit. Jantungku kembali berdebar dengan kurang ajar.

Tumben Harris mengirim pesan?

Kubuka pesan tersebut dengan was-was. Yah, ternyata zonk.

Ngapain coba ngirim pesan kosong? Sungguh tidak berfaedah.

Aku berpikir keras, jawaban apa yang pas untuk membalas pesannya?

Aha!

Dengan cepat ku balas pesan tersebut.

To : Harris
?
Send.

Tak sampai dua detik ponselku kembali berdering.

From : Harris
Assalamu'alaikum.
Bisakah kamu datang ke taman depan komplek kita? Pukul empat sore. Ini penting. Gawat darurat. Kamu harus datang.

Aku tertawa geli membacanya. Kenapa Harris begitu menggemaskan?

To : Harris
Siap laksanakan komandan!
Send.

Setelah puas membaca ulang pesan dari Harris bibirku tak henti-hentinya tersenyum. Ada apa Harris memintaku bertemu?

***

Dengan hati yang berbunga-bunga, kakiku melangkah menyusuri jalanan menuju tempat yang sudah Harris tentukan tadi. Aku duduk di kursi yang berada di pinggir taman. Masih banyak anak-anak yang berlarian kesana kemari. Ada pula orang-orang yang seumuran denganku sedang menikmati kebersamaan mereka dengan kekasihnya. Tertawa bersama seakan-akan dunia ini hanya milik berdua. Ku lirik jam yang bertengger ditanganku. Kini sudah lewat sepuluh menit dan Harris belum muncul juga. Aku mendesah kesal.

Kemana sih Harris?

Suara burung saling bersahutan seolah-olah mengejekku yang sedang dilanda kegalauan. Jujur aku merasa sedikit kecewa karena Harris terlambat datang. Tapi tak apa, bukankah dalam perjuangan butuh pengorbanan?

ASSALAMU'ALAIKUM UKHTIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang