[1]

222 9 1
                                    

Sudah menjadi hukum alam bahwa kematian seseorang telah ditentukan sejak ia memasuki raganya di dalam kandungan. Tak ada yang bisa melawan atau merubahnya.

Sekuat apa pun kau bertahan jika kau ditakdirkan untuk mati maka kau akan tetap mati saat itu juga, begitupun sebaliknya, jika kau ditakdirkan hidup lalu kau terjun ke dalam jurang sedalam apa pun kau akan tetap hidup.

Tak ada yang tahu hukum alam milik Tuhan. Semua adalah rahasia, yang perlu kita lakukan hanyalah menjalaninya. Sama seperti yang Radina sekeluarga lakukan di dalam mobil cherry pengap mereka. Saat ini, mereka tengah berbahagia menuju rumah baru mereka. Siapa yang sangka jika sebuah keluarga yang diliputi kebahagiaan menuju kehidupan yang baru justru malah mengantarkan diri mereka pada sang iblis.

Radina tersenyum tulus menyalurkan perasaan sayangnya melalui pandangan mata pada istrinya, Anna. Sedangkan kedua anaknya tengah tertidur di jok belakang dengan damai.

Perjalanan mereka menuju rumah baru memakan cukup banyak waktu, selain karena berpindah kota, kediaman yang dibeli Radina juga terletak pada daerah yang jauh dari hiruk-pikuk. Beruntung, harga final yang pria itu bayarkan terbilang sangat miring di banding patokan harga awal yang ditawarkan oleh si penjual rumah.

Radina bisa dibilang double mujur sebab di samping masalah harga yang lebih ringan, bangunan tersebut pun berdiri di kawasan puncak di mana lingkungannya begitu asri, dengan pemandangan alamnya yang memanjakan mata.

Di sepanjang perjalanan, Radina mengemudi bersama buncahan rasa suka cita, puas jua bangga.

Sewaktu mobil yang keluarga Radina kendarai berhasil tiba di depan gerbang rumah anyar mereka, Radina bergegas menyerahkan kunci kepada Leo, putranya.

Mengerti akan maksud sang ayah, Leo pun segera keluar dari mobil demi melangkahkan kakinya dengan agak terseok akibat belum terbiasa menginjak jalanan yang tersusun dari bebatuan koral.

Setelah berhasil meloloskan gembok dari gerbang, Leo mendorong pintu besi tersebut untuk melebarkan celahnya supaya dapat dilalui oleh mobil Radina.

Tanpa menunggu mobil ayahnya masuk. Leo mendahului guna berjalan ke pekarangan sembari sesekali matanya berkeliling menginvasi pemandangan.

Penasaran dengan bau udara di lingkungan seasri kediaman barunya. Leo pun mencoba memejamkan kelopak matanya rapat. Pemuda itu, menarik oksigen secara rakus melalui rongga hidungnya. Lembab.

Dengusan kencang juga mata yang mendadak melebar begitu saja menghiasi air muka Leo saat ia menyadari seseorang telah memukul kencang bagian belakang kepalanya.

Serta, yah harusnya Leo sudah bisa menduganya. Tersangka utamanya ialah Lia-saudari kembarnya-yang saat ini mulai asyik menebar senyuman bercitarasa mengejeknya.

"Nggak usah sok-sokan dramatis deh. Di sini nggak bakal ada cewek yang terpesona sama kamu." Lia berujar sembari berjalan melewati Leo.

Saat Leo ingin membalas perbuatan Lia padanya dengan tindakan serupa, suara teriakan Radina menghentikan tangannya yang telah mengudara, siap mendarat di belakang kepala Lia.

"Yo! Kamu bantu Mama angkat koper dong!"

Leo memutar bola matanya mendengar perintah ayahnya. Tanpa menjawab Leo berjalan menghampiri bagasi mobil dan membantu ibunya menurunkan tas-tas berisi pakaian mereka. Ibunya tersenyum melihat Leo yang begitu patuh.

"Kamar kamu yang di loteng ya, Yo?" Setelah bekerja dalam diam akhirnya Anna membuka suara.

"Ya, terserah."

Anna hanya tersenyum mendengar jawaban Leo. Walau Leo dan Lia adalah saudara yang cukup dekat sifat mereka tergolong berbeda meskipun begitu mereka tetap mengerti satu sama lain.

Van LarzoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang