TRAUMA

3.3K 455 54
                                    

.

Lengannya terjulur mengantuk, mencoba menggapai ponsel yang semalam tergeletak begitu saja di meja dekat tempat tidur. Matanya mengerjap selagi meraba permukaan. Samar-samar ingat, samar-samar masa bodoh. Namjoon menggerung seram, bagian bawah tubuhnya berdenyut lagi mengingat kejadian semalam. Kepalanya dikibaskan sambil menggerutu saat telunjuknya tak sengaja menyentuh ujung ponsel. Benda sialan itu bersembunyi di balik bingkai foto dalam keadaan menyala. Keningnya berkerut, baru saja akan mengetik kata kunci sewaktu mendapati selimutnya ditarik pelan dan dengung Seokjin menyahut dari sebelah, "...Namjoon?"

Tersenyum, Namjoon menunduk. Telapak tangannya menyibak poni Seokjin, satu kecupan menyusul di pelipis, "Selamat pagi."

"...pagi," bisik pria berambut pirang tersebut, masih terpejam. Lengannya terjulur melingkari pinggang Namjoon seraya beringsut membenamkan muka ke dada kekasihnya yang duduk nyaman bersandar bantal. Mendapati Namjoon mengamati ponsel dengan alis terangkat, Seokjin mengerenyit. Diusapnya rahang pria itu, "Ada apa?"

Namjoon meremas benda di tangannya seraya mendesis, kepala berpaling ke kiri dan kanan dengan cemas sementara matanya berputar seolah mencari sesuatu, "Apa hari ini kau ada jadwal di rumah sakit, hyung?" ujarnya gusar. Seokjin beralih menegakkan tubuh dan melonggarkan pegangan.

"Tiap Rabu memang libur kan? Tak biasanya kau bertanya," diraihnya dagu Namjoon dengan curiga, "Ada apa sih? Kok bingung begitu?"

"Ibuku menelepon."

"Semalam?"

Namjoon mengangguk, "Aku mematikan deringnya karena..." kalimatnya urung berlanjut kala mendapati pipi Seokjin memerah lalu buru-buru meneruskan, "Kotak masukku penuh, mungkin beliau tak mau mengganggu dan mengirim pesan sebagai gantinya," ponsel tersodor ke arah Seokjin yang menerima dengan bodoh selagi Namjoon bergeser turun dan menyeret celana panjangnya dari lantai. Dipakainya tergesa-gesa lalu melirik sekilas pada air muka Seokjin yang ikut berubah usai membaca, "Aku batal pergi ke studio. Akan kuhubungi Yoongi setelah sarapan. Tidak keberatan kuantar sampai halte?"

"Kutemani kemanapun hari ini," Seokjin ikut beranjak dari tempat tidur masih berbalut selimut, "Toh dokter yang berjaga ada lebih dari dua dan kau tahu Hoseok selalu bisa diandalkan jika terjadi sesuatu," tukasnya tanpa menoleh lalu melangkah masuk ke kamar mandi usai melepas selimut itu di depan pintu, "Sepuluh menit, Namjoon. Pakai jaketmu."

"Roti panggang cukup?"

Seokjin menjulurkan leher dari balik sekat sembari melempar kecup jauh, "Apapun, tampan," jawabnya singkat. Sekejap saja terdengar bunyi shower dan Namjoon reflek melesat ke wastafel. Tak dihiraukannya kemeja dan kaos dalam yang masih berserakan. Dituangnya sedikit pembersih muka lalu membilas wajah sambil menyambar handuk. Kakinya berjalan menuju dapur, membuka jendela, mengambil sebungkus roti dari lemari makan beserta sekaleng selai blueberry, menghidupkan mesin penyeduh kopi lalu memasukkan empat lembar roti ke dalam toaster. Dua tangkup sarapan hangat, wangi embun dari sela ventilasi, juga aroma kopi yang menguar memenuhi udara membuat Namjoon berkacak pinggang puas sambil menggaruk dada yang telanjang. Sekarang tinggal berganti pakaian, menunggu Seokjin, kemudian—

Bunyi bel menyambutnya saat hendak kembali ke kamar tidur. Kening Namjoon berkerut tak senang dan selalu tak suka tiap ada seseorang bertamu di bawah pukul enam pagi selain kekasihnya, terutama saat sedang bingung seperti ini. Kesal namun setengah bergegas, diacuhkannya interkom dan sigap membuka pintu sambil mengerang, "Ya? Ada perlu a..."

Kantuk mendadak lenyap dari mata Namjoon begitu mendapati siapa yang kini berdiri tanpa ekspresi di depan pintu apartemennya. Tepat ketika langkah Seokjin bergema melintasi ruang tamu seraya merapikan ujung-ujung baju, "Aku sudah siap. Eh?" kepalanya dimiringkan melihat punggung sang empunya terpaku membelakangi, bergeming dengan sepasang lengan mungil menyembul rapat melingkari pinggang. Seokjin mengerjap, sebuah ransel hitam teronggok di samping kaki pemiliknya, seperti dijatuhkan dengan sengaja.

TRAUMA - Of Limits and You (NamJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang