dua

981 158 4
                                    

          Aku tidak peduli dengan tatapan orang kepadaku. Hanya berlari dan menangis yang bisa kulakukan. Ku panggil taksi pertama yang melewatiku untuk membawaku pergi dari sana. Roda taksi ini mulai berputar, semakin cepat seiring dengan air mataku yang kian makin deras. Dengan masih terisak, kusebutkan alamat apartemenku, diikuti dengan anggukan sang supir taksi ini.

          Bunyi shower mengisi kekosongan indera pendengarku, airnya mengalir disekujur tubuhku, mengharapkan air mengalir membawa segala ingatan dan lukaku, walau itu hanya sebuah kemustahilan.

          Kurebahkan diriku yang tiada hentinya menangis di tempat tidur. Tidak, ini mimpi, ini hanya mimpi. Tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini. Tolong aku.

          Mengapa ini harus terjadi? Mengapa peristiwa ini harus menimpaku? Mengapa Taeyong pergi, tanpa memberiku ucapan terakhir kepadaku?

          "Songhee.. mulai sekarang, jangan menghubungiku lagi." Jangan menghubunginya lagi. Itukah hal terakhir yang dia katakan kepadaku? Haha, miris.

          Benar kata orang, semua lelaki sama saja. Dengan bodohnya aku mengharapkan dia disisiku sementara dia hanya menganggap semua itu sebagai kepalsuan.

          Aku menatap barang-barang Taeyong yang masih tertinggal disini. Diruangan yang menjadi saksi bisu antara aku dan Taeyong selama ini. Harus aku apakan barang-barangnya? Kubuang? Ku kembalikan? Atau Kusimpan saja? Ah tidak, pilihan terakhir tidak akan aku ambil. Terlalu beresiko, itu hanya akan membuatku semakin sulit untuk melupakannya. Sebaiknya aku kembalikan, karena ini memang barang-barang yang harus kembali pada pemiliknya.

          Kulihat mereka, para pekerja jasa pengantar barang mengambil satu persatu barang milik Taeyong dikamar dan diruang tengah. Iya, ini keputusan yang tepat, untuk menghilangkan jejak dan kenangan bahwa dia pernah disini bersamaku.

          Hatiku yang malang, aku berjanji untuk tidak menyakitimu lagi. Ayo kita hidup hanya berdua, aku tidak akan membiarkanmu tersakiti lagi oleh semua kaum adam itu.

          A few weeks later.

          "Boss, sketsa ini bagus tidak?" Aku mengirim gambar sebuah sketsa pada lembaran putih kepada bossku. Dengan senyumku yang lebar, aku melihat bahwa bossku belum tidur dan sedang mengetikkan sesuatu untuk membalas pesanku.

          "Pulang dan istirahatlah. Sudah seminggu kau menetap dikantormu itu. Biarkan punggungmu beristirahat sejenak. Aku tau kau sangat menyukai pekerjaanmu, tapi pedulikan juga kesehatanmu Songhee" Aku membacanya dengan kecewa. Dia bukannya memuji atau mengkritik, malahan dia mengusirku. Ck, dasar si boss.

          "Oke, oke. Baiklah, aku akan pulang dan kembali besok pagi" Balasku kepadanya. Aku mulai membereskan ruang kerjaku, kemudian kembali ke apartemen setelah mengunci seluruh pintu masuk butik itu.

~

          Pagi ini seperti biasa aku bangun jam lima pagi dan melaksanakan aktifitas rutinku -pergi berolahraga, mandi, sarapan- sebelum kembali ke butik.

          Butik belum buka ketika aku datang, karena aku memang sengaja datang lebih pagi menghindari kemacetan. Kuputuskan untuk menggunakan kunci cadangan untuk membukanya dan masuk duluan. Setelah 20 menit aku didalam, Boss datang membawa kopi hangat yang ditawarkannya padaku.

          "Boss, kenapa kau tidak mengubah tanda Close-nya?" Tanyaku saat melihat tanda open masih menghadap kedalam butik.

          "Aku ingin berbicara sesuatu kepadamu. Kau ada waktu kan?" Ucapnya.

          "Tentu. Lebih baik kita ke rooftop saja" Tawarku ketika aku menyadari, bahwa dia akan berbicara suat hal yang serius dengan raut wajahnya.

          Kami sedang bersantai di rooftop sambil menikmati kopi yang boss beli. Aku menikmati semilir angin sejuk karena cuaca hari ini memang agak mendung. Boss terlihat gelisah, seperti bingung dengan hal yang akan disampaikannya.

          "Boss ada apa? Apa ada yang salah dengan butik? Berbagilah kepadaku~" ucapku memulai percakapan.

          "Bukan tentang butik. Ini tentangmu, Songhee. Bukan, lebih tepatnya tentang kau, Taeyong, dan. . istri Taeyong" mood-ku hancur seketika. Setelah sekian lama aku tidak mendengar nama itu. Nama seseorang yang telah berhasil membuatku menutup hati akan cinta.

          "Dengar, Songhee. Aku bukan bermaksud membuka kembali lukamu, tapi aku ingin menjelaskan yang sebenarnya sedang terjadi dengan Taeyong" Lanjutnya. Memang ada apa dengannya? Dan memang itu ada sangkut pautnya denganku? Kami sudah berakhir, kan? Untuk apa lagi boss menceritakan tentang lelaki itu kepadaku?

          "Songhee, dengar, Aku akan berkata yang sejujurnya asal kau mau mendengarku sampai aku bilang selesai"

          "Memang ada apa sih dengannya? Apa kaitannya denganku? Kami—aku dengan dia sudah lama berakhir kau tau itu. Untuk apa kau membuatku mengingatnya kembali?!" Aku tidak bisa menahan emosiku. Sungguh aku tidak mood sama sekali hari ini, bahkan untuk bernafas sekalipun.

          "Songhee! Kumohon dengarkan aku. Demi kebaikanmu" Boss terlihat memohon. Baru kali ini aku melihatnya seperti ini. Ugh, aku bersumpah akan berhenti kerja jika hal ini tidak ada kaitannya denganku.

          "Hhh.. baiklah. Katakan" Ucapku, akhirnya.

          Author POV

          Flashback

          "Jadi kau ingin bicara apa?" tanya Jaejoong, boss Songhee.

          "Hyung. Sebentar lagi aku akan menikah" suara seorang laki-laki, menangis.

          "Ap—apa? Dengan Songhee?" Kaget Jaejoong, diikutin sebuah gelengan dari lelaki yang diajaknya bicara.

          "Lalu kau dengan Songhee? Oke aku tau kalian hanya sekedar kepalsuan, tapi kau menyukainya kan? Kenapa kau tidak menikah dengannya?"

          "Aku bertemu teman masa kecilku, dia menyukaiku sedari kami kecil dan menderita penyakit Leukemia stadium akhir. Dokter sudah memvonisnya, hidupnya tersisa tiga bulan lagi. Dia memohon kepadaku untuk menikah. Aku ingin menolak, tapi aku juga merasa iba kepadanya. Hanya tiga bulan. Kumohon, jaga Songhee selama tiga bulan itu. Aku berjanji akan kembali padanya. Dan kumohon, jangan memberitahunya apapun soal ini. Aku ingin memastikan, apakah dia memang mencintaiku atau tidak"

          End of Flashback

          Still Author POV

          Songhee tidak tahu ingin mengatakan apa. Perasaan bahagia mengisi jiwanya saat ini. Dia menangis sekaligus tersenyum, diikuti senyuman dari Bossnya. Dilain sisi Songhee berfikir, mengapa Taeyong tidak mengizinkan Jaejoong mengatakan yang sebenarnya? Taeyong berhutang penjelasan kepada Songhee. Songhee putuskan dia harus pergi kerumah Taeyong setelah ini.

          "Jangan mengunjunginya dulu. Aku mohon, tunggu dia tiga bulan. Dia berjanji akan kembali, kau tau kan, Taeyong selalu menepati janjinya? Bersabarlah Songhee. Aku berjanji akan menemanimu mengisi tiga bulan itu. Aku akan menjagamu, seperti yang diperintahkan oleh Taeyong" Seolah membaca fikiran Songhee, Jaejoong melanjutkan ucapannya.

          Songhee menghembuskan nafas panjang, kecewa.

          'tiga bulan. Tidak terlalu lama kan?' Batin Songhee.

          "Hmm.. baiklah boss. Tapi izinkan aku bekerja lebih keras selama dua bulan ini"

          Jaejoong tersenyum. "Baiklah, asal kau juga perhatikan kesehatanmu"

~

~

~

Terlalu panjang ya? :3

Jan lupa vomment readers sayang.

See you on next part~
Salam cabe, FHC Squad(͡° ͜ʖ ͡°)

palsu | taeyong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang