Bel pulang adalah suatu keberuntungan bagi para peserta MOS yang saat itu menghadapi kebengisan para senior. Unsur senioritas masih ada di sekolah ini. Padahal Lia sudah mengatur semua sekolah miliknya agar tidak ada lagi system senioritas dan pembullyan. Mungkin, setelah semua ini selesai Lia akan mengatur ulang seluruh aset perusahaannya di bidang pendidikan.
"Huh , cape banget. Pulang yuk." Ajak Crystall.
"Pulang bareng gue yuk. Kebetulan gue bawa mobil." Tawar Abby pada kami.
"Kalian duluan aja.Gue juga bawa mobil kok."
"Lo gakpapa kita tinggal?"
"Gue gakpapa kok."
"Yaudah, kita duluan ya."
"Iya. Dah Crystall, dah Abby."
Mereka berlalu sambil melambaikan tangan kepada Lia.
Lia menghela napas panjang akibat lelah disuruh ini itu oleh para seniornya. Dia mengelilingi gedung I yang ada di sekolah. Sekolahya memiliki 4 gedung setiap gedung berlantai 3 dan masing masingnya dipisahkan oleh taman yang dipenuhi oleh bunga lily, mawar, matahari, tulip dan air mancur di tengahnya. Ada jembatan yang terbuat dari kayu yang menghubungkan antara gedung yang satu dan yang lainnya. Taman ini sanggup memukau siapa saja yang memandangnya.
Gedung gedung itu membentuk sebuah lingkaran di tengahnya dan menjadikannya tempat untuk pertunjukan ketika ada perayaan perayaan khusus. Wifi yang berada di setiap ruangannya memiliki jaringan yang sangat kuat, karena perusahaan Telkom miliknya berada kurang lebih 1KM dari sekolah ini. Benar benar sekolah yang elit dan membuat nyaman siapa saja yang bersekolah disini.
Setelah menelusuri gedung I, II dan III, Lia tidak menemukan sesuatu yang rusak dan harus diperbaiki. Malah setiap peralatannya masih sangat mewah.
Ketika memasuki gedung 4, ia terkejut melihat perubahan perubahan di gedung IV, sesuatu yang seharusnya tidak ada disini menjadi sesuatu yang dominan di lantai 4 ini.
Setiap ruang guru memiliki ruang tidur sendiri dengan fasilitas super lengkap dan mewah. Setiap guru sudah diberi ruang pribadi masing masing tapi mereka sudah terlalu kelewatan. Di Indonesia ada sebuah pribahasa 'Dikasih hati minta jantung', pribahasa yang cocok untuk para pegawai disini. Lia tidak pernah membangun sekolah dengan system boarding, dan mereka menciptakannya sendiri.
Dia memfoto seluruh ruang guru. Lia tidak terkejut melihat ruang kepala sekolah yang paling mewah. Bahkan memiliki Bathub yang besar di kamar mandinya. Dipikir pikir, ini mirip seperti salah satu ruangan hotel bintang lima miliknya.
Sebelum memasuki ruangan ruangan ini, ia sudah membajak kamera pengawas di semua ruangan dan koridor, jadi ia tak khawatir akan ketahuan menyelinap ke gedung 4.
Ia sudah menguasai teknik teknik spionase. Lia tidak panic ketika ada yang membajak listrik, sehingga lift yang ada di gedung ini sebagai satu satunya sarana untuk turun ke lantai bawah tidak berfungsi.
Ia membuka jendela lantai 3 yang tidak memiliki terali. Bisa diukur dari atas sini, ketinggiannya ±20 meter. Lia menekan tombol yang diselipkan di saku rok sekolahnya. Hingga sebuah helicopter meluncur ke arahnya dan berhenti tepat di depan jendela yang dibukanya untuk memberi kode kepada Varrel, dan pengemudi helikopter untuk berhenti tepat di depannya.
Dengan gerak super lincah, ia memasuki helicopter itu dibantu oleh Varrel.
"Lo baik baik aja kan?" tanyanya dengan nada khawatir.
"Of course. Biarin gue istirahat dulu kek. Gue capek banget ini." Ujarnya dengan raut wajah lelah..
"Gue udah bilang, gue aja yang periksa tapi lo malah nolak. Jangan sok kuat deh, entar kalo lo kenapa kenapa, gak Cuma gue yang khawatir, tapi lo bakal ngekhawatirin banyak orang tau nggak lo?" Varrel menceramahi kembarannya itu.
"Hmm. Ya, ya. Gue mau tidur dulu. Hoam..." ucapnya lalu menutup mulut ketika menguap.
Varrel ikut mengantarkan kakaknya yang kelelahan itu ke kamar yang ada di helicopter itu. Lia langsung merebahkan diri di kasur ketika bantal dan guling memasuki penglihatannya.
Varrel melepaskan sepatu dan jam tangan Lia, lalu menyelimutkan Lia hingga ke bahunya. Ia meninggalkan Lia yang tertidur dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya. Ia tidak mau mengganggu Lia yang kelelahan. Benar benar adik yang perhatian.
Di tempat lain.
"Ada yang membajak kamera pengawas lantai IV, dan jendela lantai 3 terbuka, tanda orang asing baru saja menginjakkan kakinya di lantai itu. Namun telah melarikan diri entah bagaimana caranya. "
Seeorang menggeram marah mendengar hal itu.
"Cari siapa yang menyelinap masuk."
"Tapi setelah diperiksa sama sekali tidak ada jejak kaki di sekolah ini."
"Cari petunjuk atau kau kupecat."
"Baiklah."
"Hai daddy."
"Hai sayang, ada apa huh?"
"Lihat, bagus kan?"
"Woah. Ini Kristal delima yang harganya sekitar 8 milyar itu, kan?"
"Ya."
"Darimana kamu mendapat ini?"
"Dari daddy Revan dong."
Ayah gadis itu menyeringai.
"Kerja bagus. Rayulah dia lagi hingga perusahaan kita mendapat banyak keuntungan."
Gadis itu menyeringai.
"Memang itu yang kurencanakan. Ohya, dimana ibu?"
"Ibumu sedang berbelanja bersama teman temannya."
Gadis itu hanya manggut manggut.
"Ohya, dekati gadis yang bernama Alvania Queen Hardian dan cowok bernama Alvano King Hardian."
"Keluarga Hardian ya?"
"Iya. Hardian company ada di tingkat teratas dunia saat ini, sekarang hampir selevel dengan Stars Corporation."
"Itu hal yang mudah bagiku, tenang saja"
Gadis itu menyeringai lebih dalam saat memikirkan rencana apa yang harus diperbuat.
.
.
.
Huh... selesai juga nih part, nyari nyari kesempatan buat up akhirnya ada juga. sampai disini aja dulu ya.
Maaf kalau jelek dan ngayalnya ketinggian...
See you next part.
YOU ARE READING
Problem and Love
Teen FictionVarrelia Adriana Goustin Seorang pemilik perusahaan yang sangat besar di dunia dan mempunyai suara yang setara dengan penyanyi kelas atas hidupnya tidak benar benar sempurna. Masalah demi masalah menimpa hidupnya membuatnya menjadi sosok yang l...