Bagian 1

20 8 10
                                    



Aku keluar dari bandara sambil menggeret koperku.

Suara bising bandara membuatku memasang earphone di telinga. Jariku menari nari di layar handphoneku untuk memesan taksi online.

Aku menunggu di gerbang bandara sambil tanganku menghalau teriknya sang surya yang mengenai wajahku.

Sebuah taksi berhenti di depanku. Setelah berbincang sejenak dengan sopir taksi, aku masuk ke dalam taksi. Didalam taksi aku tersenyum membayangkan kagetnya keluargaku saat aku sampai di mansion keluargaku. Aku ingin memberi surprise kepada keluargaku dengan harapan keluargaku akan kaget dan senang saat kehadiranku setelah sekian lama aku meninggalkan mereka.

Lamunanku buyar saat sopir taksi menghentikan laju mobilnya. Aku melihat ke luar jendela dan melihat banyak orang mengerubungi sesuatu. Aku membuka pintu taksi dan melihat seorang pria dengan darah yang mengucur deras di pelipisnya.

"Ada apa ini? sudah dipanggilkan ambulan?" Tanyaku pada seorang pria yang kutaksir umurnya sekitar 40-an tahun.

"Ada tabrak lari. Belum dipanggilkan neng."

"Apa yang kalian lakukan hah? Kalian ingin dia mati kehabisan darah?" Bentakku pada orang orang di sekitarku.

Aku mengambil handphone ku dan mencari nomor salah satu rumah sakit milikku yang terdekat dari sini.

Tak lama kemudian, suara sirine ambulan terdengar.

Dua orang petugas dengan gesit mengangkat pria itu ke atas bankar. Lalu mereka langsung masuk ke dalam ambulan dan ambulan melaju meninggalkan kerumunan.

Aku kembali ke taksi dan meminta sopir taksi mengikuti ambulan itu. Sampai dirumah sakit, aku menyuruh sopir taksi menunggu.

"Mbak, pasien kecelakaan yang baru datang tadi di ruangan mana ya?" Tanyaku pada resepsionis itu.

"Pasiennya ada di ruang no. 123 mbak." Kata resepsionis itu sambil tersenyum sopan kepadaku.

"Makasih ya mbak." Aku tersenyum tipis.

Tampaknya resepsionis itu belum mengetahui siapa aku. Itu hal yang wajar, karena hanya beberapa orang bawahanku yang mengetahui diriku.

Aku memasuki lift untuk ke lantai 3, karena ruangan 123 ada di lantai 3. Lift berhenti, aku langsung keluar dari lift dan melangkah menuju lantai 123.

Aku melihat dokter Arnold keluar dari ruangan.

"Kak Arnold" Panggilku. Aku memanggilnya kak karena kak Arnold adalah seniorku di Amrik

"Hai Lia, Kamu disini?"

"Iya kak, aku mau lihat orang yang kecelakaan tadi."

"Kamu yang menolong orang itu?"

"Iya kak, bagaimana keadaannya?"

"Keadaannya baik, pendarahannya sudah dihentikan dan tidak ada keretakan tulang. Hanya saja... " Kak Arnold berhenti sejenak untuk mengambil nafas.

Aku menunggu lanjutan dari ucapan kak Arnold.

"Karena benturan di kepalanya, kemungkinan besar dia akan mengalami amnesia."

"Hah? amnesia?"

"Iya dek, ohya kalau kamu mau masuk silahkan. Jangan diganggu dulu pasiennya sedang beristirahat"

Problem and LoveWhere stories live. Discover now