CLB - Prolog

235 46 43
                                    

"Tolong terima ini dariku," kata gadis berkucir kuda pada lelaki di depannya sambil memberinya sebuah amplop berwarna biru langit.

Dia tidak habis pikir dengan apa yang telah ia lakukan saat ini. Sehabis mereka menerima rapot, ia mengajak lelaki itu ke depan gedung olahraga yang jarang dilewati oleh siswa-siswi lainnya untuk menyatakan perasaannya. Ia sudah menyukai lelaki itu sejak pertama kali masuk sekolah.

Saat itu hari pertama masuk sekolah, dan dia bangun kesiangan. Ia pun harus berlari menuju lapangan sekolah supaya tidak terlmabat. Sayangnya, saat berlari ia tidak memperhatikan jalan sehingga kakinya masuk ke dalam selokan di depan kelas dan ia pun terjatuh tertelungkup. Lutut dan sikunya berdarah terasa perih, dan kakinya keseleo. Ia bahkan kesulitan untuk sekedar berdiri. Beruntung waktu itu ia melihat seorang siswa lewat. Awalnya lelaki itu cuek dan mengabaikannya membuatnya ingin menangis. Tapi, lelaki itu kembali dan berjongkok di depannya menanyakan keadaannya.

"Lo luka?" tanyanya dingin.

"Ya," jawab Rika antara sedih, sakit, dan kesal. Sudah tau dirinya berdarah-darah, masih saja ia menanyakannya.

Namun, tanpa diduga-duga, lelaki itu mengeluarkan sapu tangannya dan mengikatnya di lutut sebelah kanan Rika yang paling banyak mengeluarkan darah. Rika tertegun. Ia semakin kaget lagi saat lelaki itu membantunya berdiri dan memapahnya hingga ke UKS. Setelah menyuruh perawat di sana mengobati luka Rika, ia pun pergi tanpa berkata lagi pada Rika. Bahkan Rika belum sempat mengucapkan terima kasih padanya.

Dan ia baru tahu kalau lelaki itu seangkatan dengannya, tetapi beda kelas. Ia sudah mengagumi lelaki itu selama dua tahun belakangan ini. Dan inilah saatnya ia menyatakan perasaannya. Di penghujung kelas 2 SMA mereka.

"Itu apa?" tanya lelaki itu datar. Alisnya terangkat sebelah sambil menatap benda yang masih di tangan gadis itu dengan sedikit penasaran.

Muka gadis itu memerah. Ia malu menjawabnya. "Su-surat cinta." Poninya menutupi matanya karena ia menunduk malu.

"Maaf," kata-kata yang keluar dari mulut lelaki itu terlalu dingin sehingga gadis itu mengangkat wajahnya sedikit. "Gue tidak menerima sesuatu yang bernama cinta."

Setelah mengucapkan kata itu dengan dingin, ia melangkah pergi, melewati gadis itu tanpa menoleh sama sekali, dan tanpa mengambil surat tersebut. Mendadak muka gadis itu memerah, antara malu, marah dan kecewa. Lelaki itu begitu saja meninggalkannya. Ahhh, mungkin dia yang terlalu bodoh mengharapkan lelaki dingin itu membalas perasaannya.

Sumpah, demi apapun, ia berharap tidak akan pernah bertemu cowok itu lagi setelah ini.

***

Cold Love (Boy)Where stories live. Discover now