CLB - 6

103 29 11
                                    


Hai hai hai

Karena ini hari bahagiaku, aku ingin berbagi kebahagian buat kalian dengan update cerita.

Silakan dibaca

***

"Serius lo?" tanya Deka tak percaya.

Saat ini mereka sedang berada di salah satu kafe yang tidak jauh dari komplek rumah mereka. Rika, Deka, Yola dan Fia satu kompleks. Hanya saja mereka beda kluster. Rika berada di kluster angsa dan ketiga temannya di kluster kangguru.

"Iya. Gue ditolak," wajah Rika memerah karena malu ketika mengingat kejadian beberapa bulan lalu. Dia sudah siap dihina oleh Deka, tapi lelaki itu tidak memberikan respon yang diharapkannya.

"Gue turut berduka cita," sahut Deka prihatin. "Tapi gue lebih berduka lagi karena lo pacaran sama si kulkas sekarang."

Rika tersenyum kecut. Apa yang dikatakan Deka benar. Ia merasa terlihat lebih menyedihkan sekarang.

"Nyebelin lo. Bukannya dukung gue malah ngehina gue."

Deka memutar bola matanya malas. "Gue bukannya ga ngedukung lo. Cuman,ngeliat kelakuannya yang ga pernah respek sama orang, gue jadi ga respek juga sama dia. Gue ga mau lo nantinya jadi sakit hanya karena cowok brengsek kayak gitu," jelas Deka.

Rika menghela napas pelan. "Dia belum tentu brengsek, Ka. Lo jangan terlalu cepat menilai negatif seseorang."

"Gue serius, Rik!" kata Deka sungguh-sungguh. Rika terdiam menatap Deka. "Kalo dia nyakitin lo, lo harus bilang gue. Biar gue bisa ngehajar dia karena udah nyakitin lo."

Rika tertawa mendengar ucapan Deka, tapi Deka tidak memberikan respon yang sama. Ia mencari celah bahwa ia sedang membuat lelucon. Tapi Deka benar-benar serius dengan ucapannya.

"Lo apaan, sih! Dia ga mungkin nyakitin gue. Gue yakin itu," ucapnya berusaha menyembunyikan rasa sakit yang sedikit meremas hatinya. Nyatanya, Rafli udah menyakitinya sekarang dengan sikap dinginnya.

"Terserah lo," kata Deka menyerah. Ia sudah kehabisan kata untuk menjelaskan. Cinta sepertinya sudah membutakan Rika, si polos yang dengan bodohnya memilih untuk sakit demi bersama orang yang dicintai.

"Polos boleh, bego jangan!" gumam Deka.

***

Seperti biasa, pagi-pagi Rafli sudah duduk dibangkunya sambil membaca buku sejarah. Dan seperti biasa juga Rika selalu menyapa Rafli walau lelaki itu tidak membalas bahkan merespon sama sekali. Ia menatap kantong kertas yang ia pangku dengan ragu. Di dalamnya ada kotak bekal yang sengaja ia buat untuk Rafli. Entah apa yang ad di pikirannya ketika membuatnya, ia hanya ingin hubungannya bisa berjalan sebagaimana mestinya. Jadi, ia bermaksud memberinya bekal supaya mereka bisa menjadi lebih dekat.

Tapi ia kembali meragu. Lelaki di sampingnya tampak serius dan tidak merasa diperhatikan, atau lebih tepatnya menganggap dirinya tak ada. Bagaimana caranya ia memberikan ini jika melihat Rika saja tidak? Apakah ini termasuk ke dalam peraturan mereka kemarin? Tapi, setelah diingat-ingat lagi, Rafli hanya mengatakan tidak makan bersama. Jadi, tidak ada larangan membuatkan bekal untuk Rafli.

Setelah berpikir dan menimbang, akhirnya ia putuskan untuk memberikannya saat istirahat dan menyimpan kotak makannya di laci mejanya.

***

Begitu bel istirahat berbunyi, Fia dan Deka langsung berbalik menghadap Rika sedangkan Yola berdiri di samping Rika. Mereka langsung heboh mengajak Rika ke kantin.

"Eh, tadi ada menu baru di kantin. Katanya enak banget kayak masakan restoran terkenal tapi harga sesuai kantong. Kesana yuk buat nyoba," cerita Fia heboh.

"Emang menu barunya apa?" tanya Rika penasaran.

"Kayak omongan Fia rada lebay deh! Itu cuma menu biasa kayak ayam geprek," kata Deka, ia berdiri dan keluar dari bangkunya. Sesekali ia melirik Rafli malas. Lelaki itu selalu seperti itu, sibuk sendiri dengan dunianya. Tidak heran kalau dia tidak punya teman.

"Bodo ah sama menunya. Gue laper. Ke kantin sekarang yuk!" ajak Yola sambil menarik Rika. Tapi Rika menahannya. Ia terlihat ragu.

"Gue bawa bekal. Kalian ke kantin aja, gue makan di kelas," tolak Rika halus. Dalam hati ia berharap semoga temannya mengiyakannya.

Deka berdecak kesal. Sepertinya ia mulai mencium bau-bau tidak enak disini. "Gue juga bawa bekal," kata Deka sambil mengangkat kotak makannya. "Lo ikut aja kita ke kantin. Atau kita makan di taman aja?"

"Ide bagus!" seru Fia semangat.

Diam-diam Rika menghela napas pelan.

"Ok, kalo gitu kalian duluan aja. Nanti gue nyusul ke taman. Gue ada sesuatu yang mau dikerjain dulu," Rika berusah mengatakannya dengan yakin walau ia sendiri masih terasa ragu. Beruntungnya mereka bertiga mengiyakannya walau terlihat curiga dan langsung melangkah keluar kelas.

Kelas terasa sepi sepeninggal ketiga temannya. Yang lain sudah pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang sejak tadi menjerit untuk minta diisi. Perutnya juga. Ia menoleh ke samping, dan tidak ada pergerakan berarti dari Rafli selain menulis. Rika melirik sekilas apa yang ditulis yang ternyata essai tentang kemajuan teknologi. Tadi pagi Rafli diminta guru bahasa Indonesia mereka.

"Ga makan?"

Rika langsung menoleh cepat ke samping dengan pandangan bingung selama beberapa detik. Kemudian ia mengedarkan pandangan ke seluruh kelas sebelum kembali menatap manusia es di sebelahnya.

Dia bicara denganku? Tanyanya dalam hati. Ia kaget karena ini pertama kalinya Rafli berbicara duluan sejak terakhir ia mengatakan persyaratan tentang menjadi pacarnya. Ditambah lagi Rafli sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari bukunya dan masih serius menulis.

Saat merasa tidak ada respon dari sebelahnya, Rafli berhenti menulis dan menatap Rika yang masih memandangnya seperti orang aneh. "Tidak mau pergi?" Pertanyaan itu terdengar seperti mengusir dengan ekspresi datar dan suara dinginnya. Tapi Rika malah membalas dengan pertanyaan.

"Ka... lo sendiri?" ralatnya cepat karena hampir keceplosan mengatakan 'kamu'.

"Ngga."

"Ga laper?"

"Ngga."

Rika mendesah pelan dengan penuh kekecewaan. Pupus sudah harapannya untuk memberi Rafli bekal. Baru saja ia ingin beranjak, suara cacing di sebelahnya berdemo membuat Rika mengernyit. Wajah Rafli sempat memerah hingga mau tak mau Rika tertawa.

"Jangan tertawa!" Rafli berkata dengan menahan rasa malu, tapi menatap tajam Rika.

Rika langsung diam, tapi masih berusaha menahan tawanya. Ia pun mengeluarkan kotak makan yang ia bawa untuk Rafli dan meletakkannya di atas meja lelaki itu.

"Untukmu."

Tanpa menunggu balasan dari Rafli, Rika segera beranjak keluar kelas menyusul teman-temannya.

***

Hai, karena hari ini ku ulang tahun. Btw, aku ga minta kado yang aneh kok! Cukup kasih bintang ke cerita aku udah lebih dari cukup. hehehehe...

Jika ada kritik dan saran lebih membantu aku lagi dalam membuat cerita. Makasih.

Jangan lupa vote!!!

Cold Love (Boy)Where stories live. Discover now